"Heh, anak sialan! Pergi kamu dari
rumah ini. Keluar!! Gak sudi aku
nampungmu lagi!!" usir Bu Elanor.
membuat Alvin yang sedang melamun
segera terperanjat.
"Berhenti bicara yang tidak-tidak
Ela!!" hardik pak Rohman.
"Kamu pilih aku dan anak anak yang
keluar apa anak sialanmu ini yang keluar
pak!?" teriak Bu Elanor membuat pak Rohman terkejut.
Beliau tak pernah berfikir akan
dihadapkan pada situasi se rumit ini.
"Alvin yang akan keluar pak buk"
ucap Alvin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fantastic World Story, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31 Fakta
Malam hari, usai menyelesaikan
pekerjaannya, Alvin dikejutkan dengan
kehadiran pak Rohman yang sudah
menunggu di depan rumahnya. Membuat
Alvin segera menghampirinya.
Keduanya pun saling sapa dan
bersalaman sebelum memulai percakapan.
"Bapak sehat?" tanya Alvin.
"Alhamdulillah sehat le, kamu kalau
pingin tahu keadaan bapak, kok gak
pernah main ke rumah le" tegur pak
Rohman.
"Maaf pak, bukannya Alvin gak mau
main, tapi bukankah ibuk gak
mengharapkan kedatangan Alvin" jawalb
Alvin seadanya.
"Pernah juga bapak ikut mendiamkan
Alvin, tanpa Alvin tahu salah Alvin
apa sebelumnya pak" sambung Alvin
berkaca-kaca.
"Maafin bapak le, bapak terkena
hasutan ibukmu. Entahlah Elanor itu
kenapa tega sekali, tapi kamu tenang saja,
sekarang bapak sudah tahu kebenarannya,
kalau kamu gak seperti yang dituduhkan
ibumu" ujar pak Rohman seraya menepuk
pundak Alvin beberapa kali.
Sebelumnya memang pak Rohman,
selalu di hasut oleh Bu Elanor yang tidak
menyukai Alvin, Bu Elanor selalu berkata
bahwa setiap hari, Alvin masih meminta
uang saku padanya dengan cara memaksa,
saat pak Rohman sudah berangkat kerja.
Belum lagi, cerita mengenai Alvin
yang mengatakan hal buruk tentang
dirinya pada orang kampung.
Tentu saja awalnya pak Rohman tak
langsung percaya, namun begitu Dina, anak
perempuannya juga ikut mendukung
pernyataan sang ibu, dan hasutan yang
hampir tiap hari di dengarnya, membuat
pak Rohman lambat laun terpengaruh.
Apalagi melihat Alvin yang jarang
sekali mendatangi dirinya, seolah semakin
menguatkan pernyataan Bu Elanor.
Sampai siang tadi, pak Rohman
mendengar sebuah fakta saat Bu Elanor dan
Dina sedang mentertawakan kebodohannya
yang mudah saja tertipu, hingga ikut tak
menyukai Alvin. Makanya disinilah
beliau sekarang berada.
"Kenapa tempat rosokmu gak ada ini
Vin" ucap pak Rohman yang sejak tadi
sudah gatal ingin menanyakan hal itu.
"Iya pak, kemarin di rusak orang"
jawab Alvin seadanya.
"Hah, kok bisa?" tanya pak Rohman.
"Entahlah pak, sepertinya ada orang
yang gak suka dengan usaha Alvin"
jawab Alvin sesuai dengan
perkiraannya.
"Siapa orangnya le" tanya pak Rohman
sementara Alvin hanya mengedikkan
bahu dan menggelengkan kepalanya tanda
tak tahu apa-apa.
"Terus kamu gak bikin tempat lagi
ini?" tanya pak Rohman.
"Bikin lagi pak, tapi Alvin mau
minta ijin dulu sama pak Rusdi, soalnya
Alvin pingin bikin dari bata aja, biar gak
mudah di rusak, makanya nunggu pak
Rusdi pulang, soalnya dari kemarin masih
dirumah anaknya" jawab Alvin
Membuat pak Rohman setuju.
Keduanya pun terus berbincang
hingga larut malam, pak Rohman pun
sampai menginap di kediaman Alvin,
sejujurnya beliau amat merindukan
Alvin, anak yang sudah dianggapnya
seperti anak kandung sendiri.
"Kamu betah ya tinggal disini le,
keliatannya nyaman" ucap pak Rohman.
"Alhamdulillah pak" jawab Alvin.
"Kalung yang waktu itu bapak kasih
kamu pakai le, siapa tahu kalung itu
memberimu petunjuk pada orang tua
kandungmu" ujar pak Rohman
mengingatkan.
"Iya pak" jawab Alvin singkat.
Bukan apa-apa, ada keinginan untuk
bertemu orang tuanya, namun ia juga
takut jika fakta yang ada sebenarnya,
mungkin saja dirinya adalah anak yang tak diharapakan.
Pagi harinya, ketika Alvin
terbangun, pak Rohman sudah bangun
terlebih dahulu, bahkan membuatkan
Alvin mie instan untuk sarapan,
sebelum bekerja. Setelah itu pak Rohman
pun pamit pulang saat Alvin mulai
bekerja.
Hari Minggu membuatnya fokus
mengambil sampah hingga agak siang,
setelah menyelesaikan pekerjaannya,
Alvin pun pulang seperti biasa. Bedanya
kali ini ia menyempatkan mampir ke
rumah pak Rusdi terlebih dahulu.
"Mas Alvin!!" panggil penjaga
rumah pak Rusdi.
"Eh iya pak, ada apa ya?" jawab
Alvin seraya mendekat setelah
memarkirkan gerobak sampahnya.
"Itu mas, dicariin pak Rusdi, kata
beliau kalau mas Alvin lewat, saya
disuruh manggil soalnya" jawab penjaga
rumah tersebut.
"Waduh saya baru pulang dari ambil
sampah ini pak, masih kotor semua, tak
pulang dulu aja ya pak. Nanti setelah
mandi saya kesini lagi" ujar Alvin.
"Wes gak usah le" sahut pak Rusdi yang
baru keluar dari dalam rumah.
"Eh pak Rusdi, maaf pak tangan saya
kotor" ucap Alvin seraya
menangkupkan kedua tangannya, enggan
bersalaman karena merasa dirinya kotor.
"Halah kotor apane, ws gpp. Aku tadi
liat rumahmu, itu kenapa kamu belum
bikin tempat rosoknya vin?" tanya pak
Rusdi.
"Hehe saya nunggu bapak datang, soalnya takut salah ukuran, itu kan bukan
tanah saya pak" ujar Alvin membuat pak
Rusdi mengangguk.
"Yawes ayo kita lihat dan ukur bareng
kalau gitu" ucap pak Rusdi.
Keduanya pun berjalan beriringan ke
rumah Alvin, sambil berbincang
sembari berjalan. Sesampainya di rumah
yang di tempati Alvin, pak Rusdi pun
segera menunjuk petok atau batas tanah
milik pak Rusdi.
Beliau menjelaskan jika Alvin bisa
memakai lahannya, selama masih di
dalam batas petok tanah miliknya.
"Waduh, saya gak bakal bikin sebesar
ini kok pak" ucap Alvin ketika melihat
jarak petok tanah tersebut berada sekitar
15 meter dari rumah yang ia tempati.
"Mungkin saya cuma bikin seukuran 3x3 meter saja" sambungnya.
"Waduh, bikin yang besar sekalian
gpp le" saran pak Rusdi.
"Belum berani pak, modalnya kurang
kalau mnau bikin sebesar itu" jawab Alvin
realistis, membuat pak Rusdi
mengangguk mengerti.
"Hmmm yawes lah kalau maumu
begitu, tanah dan rumah ini gak bakal
kepakai le, anak anakku sudah punya
rumah sendiri sendiri. Jadi kamu
manfaatkan dengan baik saja gpp, besok
besok kalau misal aku butuh, bakal tak
kasih tahu sebelum meminta kamu pindah
ya" ujar pak Rusdi menegaskan.
"Baik pak, saya ijin pakai tanahnya ya
pak" ijin Alvin lagi, membuat pak Rusdi
mengangguk.
Mereka masih lanjut berbincang sebentar, membahas bangunan yang alkan
Alvin bangun. Pak Rusdi bahkan
menyarankan seorang tukang
langganannya.
Alvin pun merespon saran pak
Rusdi dengan baik, mengingat dirinya tak
kan bisa membuat bangunan dari bata
sendirian, Alvin memilih mengikuti
saran pak Rusdi.
Usia pak Rusdi pamit, Alvin segera
mendatangi rumah tukang yang
direkomendasikan oleh pak Rusdi. Setelah
menjelaskan maksud dari kedatangannya,
tukang yang dimaksud pun bersedia.
Siang itu juga tukang tersebut mulai
mengukur dan memperkirakan bahan apa
saja yang diperlukan untuk segera dibeli.
Usai memberikan sebuah catatan pada
Alvin, tukang tersebut pun mulai
menggali untuk membuat pondasi.
Sementara Alvin pergi ke toko
bangunan. Meski rumah yang ia tempati
berada di dalam gang sempit,
beruntungnya ada jalan memutar yang
lain, yang bisa dimasuki oleh pick up,
meskipun sedikit lebih jauh, paling tidak
tak perlu menyulitkan Alvin untuk
mengangkut bahan material bangunan
nantinya.
"Kamu sudah tahu siapa yang bikin
roboh gudangmu sebelumnya mas?" tanya
tukang tersebut sembari terus menggali.
"Belum tahu pak" jawab Alvin yang
juga ikut membantu menggali.
"Gak pingin cari tahu?" tanyanya lagi.
"Mau cari tahu bagaimana pak, gak
ada jejak yang tertinggal ee" jawab Alvin
seraya mengingat bentuk tempat rosoknya
sebelumnya.
"Yawes yang ini nanti dipasang cctv aja
mas, barangkali yang berbuat buruk
kemarin balik lagi, jadi bisa diselidiki" ide
tukang tersebut membuat Alvin
mengangguk setuju.