CERITA UNTUK ***++
Velove, perempuan muda yang memiliki kelainan pada tubuhnya yang dimana dia bisa mengeluarkan ASl. Awalnya dia tidak ingin memberitahu hal ini pada siapapun, tapi ternyata Dimas yang tidak lain adalah atasannya di kantor mengetahuinya.
Atasannya itu memberikan tawaran yang menarik untuk Velove asalkan perempuan itu mau menuruti keinginan Dimas. Velove yang sedang membutuhkan biaya untuk pengobatan sang Ibu di kampung akhirnya menerima penawaran dari sang atasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Keesokan harinya Velove sudah tampak lebih cerah daripada yang kemarin, perempuan itu saat ini sedang berada di dapur untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan juga Dimas.
Atasannya itu masih berada di dalam kamar karena tadi Velove bersiap terlebih dulu, sedangkan Dimas baru saja bersiap saat perempuan itu sudah selesai. Setelah Velove selesai membuat sarapan untuk mereka berdua, dia membawanya ke meja makan dan meletakannya di sana.
Perempuan itu menarik satu kursi untuk dia duduki lalu setelah itu tangannya mengambil tablet miliknya yang ada di dalam tas, sambil menunggu Dimas keluar dari dalam kamar, Velove memilih untuk mengecek ulang jadwal hari ini dan juga beberapa email yang masuk.
Tidak lama dari itu, Velove mendengar pintu kamar yang terbuka lalu dia menoleh ke arah sumber suara, terlihat Dimas yang sedang berjalan ke arahnyw dengan penampilan yang sudah rapih.
“Pagi.” Lelaki itu menyapa seraya mendudukan dirinya pada kursi yang ada di sana.
“Pagi, Pak.” Setelah mengucapkan hal itu, Velove segera mematikan tablet miliknya dan kembali memasukannya ke dalam tas.
Setelah ini mereka berdua sama-sama menyantap sarapannya karena memang jika pagi-pagi seperti ini mereka tidak bisa bersantai karena harus dikejar oleh waktu masuk kerja.
Begitu selesai dengan aktivitas sarapannya, Dimas terlihat beranjak dari kursi lalu berjalan menuju wastafel dengan membawa gelas dan juga piring kosongnya, lelaki itu hendak mencuci peralatan yang kotor tersebut, tapi sudah terlebih dulu di tahan oleh Velove.
“Biar saya aja Pak yang cuci, Pak Dimas ambil tas kerja Bapak aja di ruang kerja.” Ucap Velove seraya beranjak seperti apa yang dilakukan Dimas tadi.
Mendengar ucapan itu, Dimas kemudian mengangguk dan pergi dari sana, berjalan menuju ruang kerja miliknya yang ada di dalam apartemen untuk mengambil tas kerja miliknya.
Karena hanya mengambil, jadi lelaki itu tidak lama berada di sana. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Dimas kemudian segera keluar dan menghampiri Velove yang terlihat masih mencuci piring dan gelas tadi di wastafel.
Lelaki itu menunggu sebentar di sana sampai sang sekretaris selesai dengan pekerjaannya, lalu tidak lama dari itu Velove sudah keluar dari area dapur dan meraih tas kerjanya yang ada di meja makan tadi.
“Nggak ada yang ketinggalan?” Dimas bertanya saat mereka berdua berjalan beriringan untuk keluar dari dalam unit apartemen.
Mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Dimas itu lantas membuat Velove menggelengkan kepalanya. “Nggak ada, barang-barang saya udah saya masukin ke dalem tas semua.”
Lalu kemudian mereka berdua keluar dari dalam unit apartemen itu, berjalan pada lorong menuju lift, begitu masuk ke dalam lift, di sana sudah terdapat dua orang yang sepertinya penghuni apartemen itu juga yang hendak berangkat kerja.
Sebenarnya sudah hal yang biasa bagi Velove melihat orang-orang yang tinggal di apartemen ini perpenampilan seperti Dimas atau jika yang perempuan pasti berpenampilan elegan, karena memang atasannya itu tinggal di apartemen di kawasan elit yang penghuninya tentu bukan dari kalangan biasa.
Tidak lama dari itu, pintu lift terbuka saat sudah sampai di lantai basemen, lantas Velove dan juga Dimas segera keluar dari dalam sana, berjalan menuju tempat mobil hitam lelaki itu terparkir.
“Nanti siang jadwal saya apa aja?” Dimas bertanya ketik mobil hitam miliknya mulai masuk ke jalan raya.
Ditanya seperti itu oleh Dimas, membuat Velove mengeluarkan tabletnya terlebih dulu dari dalam tas, dia sebenarnya sudah ingat ada jadwal apa saja, tapi untuk lebih pastinya dia akan melihat kembali agar tidak terjadi kesalahan dan membuat atasannya itu marah.
“Jam 10 nanti kita ada visit ke perusahaan Pak Leon, bareng sama Mas Dewa juga.”
Mendengar nama lelaki yang menjadi rekan kerja sang sekretaris sekaligus bawahannya juga membuat lelaki itu mengernyitkan keningnya. “Dewa? Kenapa jadi dia yang ikut?”
“Mas Dewa gantiin Mas Gino Pak, Mas Ginonya hari ini izin gak masuk katanya.” Balas Velove.
“Kamu tahu darimana?”
“Oh itu—Mas Ginonya semalem yang chat ke saya, dia bilang kalo Mas Dewa yang gantiin.” Balas Velove dengan gugup.
Entah kenapa perempuan itu merasa jika Dimas yang ada di sampingnya saat ini terlihat berbeda dibanding beberapa menit yang lalu sebelum lelaki itu menanyakan tentang jadwal hari ini, padahal Velove merasa jika perkataannya sedari tadi tidak ada yang salah.
Sedangkan Dimas di tempatnya entah kenapa merasa kesal karena mengetahui kalau ternyata Dewa yang akan ikut bersama dengan mereka nanti ke perusahaan partner, jika yang pergi adalah Gino.
Mungkin Dimas akan merasa biasa-biasa saja karena dia tahu kalau Gino dan Velove tidak memiliki hubungan apa-apa, tapi jika orang itu adalah Dewa, lelaki yang secara terang-terangan menunjukan ketertarikannya pada Velove, Dimas jadi merasa tidak tenang.
Setelah itu di dalam mobil tersebut dipenuhi dengan suasana hening, keduanya tidak ada lagi yang membuka suara di dalam sana. Sampai sekitar tiga puluh menitan, akhirnya mobil hitam lelaki itu sudah masuk ke dalam basemen kantor.
Dimas langsung turun dari mobil setelah dirinya melepaskan sabuk pengaman, begitu dengan Velove yang segera menyusulnya dari belakang. Mereka langsung masuk ke dalam lift dan menekan panel yang ada di dalam sana untuk menuju lantai yang mereka tuju.
“Nanti tolong kamu bilangin sama Pak Tono buat siapin mobil kantor.” Dimas membuka suara di tengah keheningan yang melanda.
“Baik Pak, akan segera saya beritahu ke beliau.” Balas perempuan itu dengan cepat.
Lalu setelah itu pintu lift terbuka, mereka berdua segera keluar dari dalam sana dan berjalan beriringan pada lorong menuju ruangan masing-masing.
Velove sampai terlebih dulu di kubikelnya, perempuan itu segera mendudukan diri di sana lalu melirik punggung Dimas yang semakin menjauh dari pandangannya.
Huft, perempuan itu menghela napas, sepertinya sang atasan tidak sedang dalam suasana hati yang baik. Mencoba untuk mengabaikan hal itu, Velove memilih untuk mulai menghidupkan laptop yang ada di depannya dan mulai mengerjakan berkas-berkas yang sudah menumpuk karena dirinya yang kemarin tidak masuk.
Tidak lama dari itu, Velove melihat Naomi yang baru saja datang.
“Masih pagi udah rajin bener.” Ucap teman kerja Velove seraya duduk di kubikel miliknya.
“Kerjaan aku numpuk banget nih.”
“Oh iya, kemaren kan kamu gak masuk. Kata Pak Candra kamu sakit, sakit apa Vel?”
“Cuma sakit demam, emang Pak Dimasnya aja yang lebay nyuruh aku gak masuk.” Ah, sepertinya ada yang salah dengan ucapan perempuan itu.
“Hah? Kok jadi Pak Dimas? Emang kamu lagi sama Pak Dimas kemaren?” Naomi melemparkan pertanyaan itu dengan bertubi-tubi.
“E—eh maksud aku nggak— itu, kemaren aku cuma bilang nggak enak badan aja sama dia lewat chat terus dia nyuruh buat gak masuk takut karyawan lain ketularan.” Tentu saja semua itu hanya berisi kebohongan yang perempuan itu buat.
“Gila, lebay banget bos kamu.” Balas Naomi ketika mendengar alasan yang diberikan oleh Velove yanh ada di sampingnya.
“Sttt, jangan kenceng-kenceng ngomongnya, nanti kalo ada yang denger gimana?”
“Paling kita kena sp.” Naomi mengatakan itu seraya tertawa di akhir.
Velove menghela napasnya lega karena alasannya itu dipercayai begitu saja oleh teman kerjanya itu, lalu setelah itu dia kembali pada layar laptop yang menyala di depannya, begitu juga dengan Naomi yang mulai bekerja di sampingnya.