NovelToon NovelToon
Istri Lugu Sang Cassanova

Istri Lugu Sang Cassanova

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:6.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nelramstrong

Siapa sangka, menabrak mobil mewah bisa berujung pada pernikahan?

Zuzu, gadis lugu dengan serangkaian kartu identitas lengkap, terpaksa masuk ke dalam sandiwara gila Sean, cassanova yang ingin lolos dari desakan orangtuanya. Awalnya, itu hanya drama. Tapi dengan tingkah lucu Zuzu yang polos dan penuh semangat, orangtua Sean justru jatuh hati dan memutuskan untuk menikahkan mereka malam itu juga.

Apakah pernikahan itu hanya permainan? Atau, sebuah takdir yang telah ditulis untuk mereka?
Mampukan Zuzu beradaptasi dengan kehidupan Sean yang dikelilingi banyak wanita?

Yuk, ikuti kisah mereka dengan hal-hal random yang dilakukan Zuzu!

Happy Reading ☺️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nelramstrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kena Cacar Air

Bianca menggaruk-garuk wajah dan lehernya yang tiba-tiba muncul benjolan kecil. "Wajahku kenapa?!" teriaknya, suara wanita itu terdengar menyayat hati. Dia menangis keras.

Suara langkah kaki yang beradu dengan papan menggema di dalam rumah. Semua orang berlari menuju kamar yang Bianca tempati.

"Ada apa, Bu?" Jamilah yang sampai lebih dulu, langsung membuka pintu. Dia terkejut begitu Bianca berbalik dan melihat kondisi wajah wanita itu.

"Umi, kenapa wajahku seperti ini? Bukannya sembuh, aku justru merasakan gatal di seluruh tubuh," keluhnya masih terus menggaruk area tubuhnya bergantian.

Sean dan Zuzu tiba dan melihat ke dalam kamar. "Kenapa?" tanya Sean datar, namun cukup merasa penasaran.

"Sean, lihat wajahku!" Dia mendekat, dan hendak menyentuh Sean, namun pria itu segera menjauhkan diri.

"Jangan dekat-dekat. Mana aku tahu kamu terkena sakit apa. Gimana kalau nular?" ujar Sean, sarkas. Dia bergidik ngeri melihat bulatan kecil yang berisi air itu.

Jamilah menelisik bulatan kecil di wajah Bianca. "Ini... ini sepertinya cacar air. Bu Bianca terkena cacar air."

Bianca terperanjat kaget. "Hah, apa, Umi? Ca-cacar air?" pekiknya tak percaya.

Jamilah mengangguk singkat. "Iya. Ini nggak salah lagi. Memang cacar air."

"Bu Bianca tunggu dulu di sini, ya. Saya akan mintakan air ke ustadz," kata Jamilah, dan tanpa menunggu tanggapan bergegas pergi sambil membawa botol plastik berisi air minum.

"Sean...," rengek Bianca. Dia memasang wajah memelas ke arah atasannya.

Zuzu memeluk suaminya. "Sean, kita jalan-jalan keluar, ya. Kalau di rumah, nanti dia pasti dekat-dekat terus. Memangnya kamu mau ketularan?"

Sean terdiam sejenak, berpikir. Ia menganggukkan kepala. "Ya sudah. Tapi aku mau mandi dulu," kata Sean sambil mencium kedua ketiaknya yang terasa lengket dan bau.

"Jangan, Sean. Jangan mandi!" cegah Bianca, cepat. Dia hendak menghentikan pria itu, namun lagi-lagi Sean mengelak, menjaga jarak darinya.

"Apa sih, Bi? Orang mah mandi dilarang-larang!" gerutu Sean, menatap heran pada sekretarisnya.

"Kamu gak bakal bisa mandi di kamar mandi yang kotor dan bau seperti itu, Sean. Lihat aku! Aku seperti ini setelah mandi di sana tadi," tutur Bianca, berusaha meyakinkan sang CEO.

Perasaan ragu tiba-tiba menyelinap, Sean menoleh pada istrinya. Zuzu segera menggeleng tegas.

"Aku, Umi dan Abah juga mandi di sana, Sean. Tapi kulitku baik-baik saja," jawab Zuzu, memberi keyakinan.

Dia kemudian melirik Bianca dengan sinis. "Sekretaris kamu mungkin kena azab. Dia 'kan sudah kegatelan sama kamu, terus sekarang beneran dong, dibikin gatel," ucapnya, sambil tersenyum puas.

"Ya udah. Kamu ambilkan handuk sana!" titah Sean pada istrinya.

"Sean, kang harus percaya sama aku. Ini demi kebaikan kamu juga," bujuk Bianca, belum menyerah.

"Aku nggak jadi mandi tadi malam karena kamu, Bi. Jadi jangan menahan ku!" tegas Sean. Begitu Zuzu datang, dia langsung melangkahkan kaki menuju kamar mandi umum yang terletak di belakang rumah.

"Terserah kamu saja. Aku sudah kasih tahu kamu, Sean. Jangan salahkan aku, kalau kamu gatal-gatal sepertiku," gumam Bianca, dia lanjut menggaruk-garuk area tubuhnya hingga terasa perih.

Sementara itu, Sean menghentikan langkah begitu melewati pintu dapur. Pria itu tertegun melihat penampilan kamar mandi, yang berbeda 180° dengan kamar mandi di rumahnya.

"Zu, apa nggak ada kamar mandi lain?" tanyanya, merasa ragu.

"Nggak ada. Tapi, kalau kamu nggak mau mandi di sini, gak papa. Kita bisa mandi di sungai nanti sambil nangkap ikan," sahut Zuzu, dengan tampang lugunya.

Sean berjalan menuju pintu kamar mandi yang hanya tertutup tirai. "Ini gimana mandinya?" tanyanya, sebelah tangan menyentuh atap kamar mandi yang sejajar dengan keningnya.

"Ya tinggal mandi aja. Tapi mandinya pakai gayung, bukan pake shower. Terus, nanti kang jongkok di sana, dan ngambil airnya dari ember penampungan itu!" jelas Zuzu sambil menunjuk ember yang sudah penuh terisi air.

Sean menggaruk lehernya, yang tiba-tiba terasa gatal. Airnya memang jernih, tapi peralatan mandinya begitu kotor. Dia jadi mengerti kenapa Bianca melarang mandi.

"Kamu ganti itu... apa namanya? Gayung sama ember, ya? Aku minta yang baru."

Zuzu terdiam sambil mengerucutkan bibir. Tanpa mengatakan apa-apa, dia bergegas pergi mencari benda yang diminta suaminya.

Sementara itu, Sean berjalan mondar-mandir di sekitar belakang rumah mertuanya. "Kenapa mereka bisa betah tinggal di tempat seperti ini?"

"Jorok dan bau," hardiknya sambil mendengus kasar, berusaha menepis aroma bau yang menyengat di rongga hidungnya.

Langkahnya terhenti, saat melihat sebuah kandang domba di samping rumah. Dia meringis, semakin dibuat tak percaya dengan suasana di sana.

Tiba-tiba, Sean merasakan sesuatu mematuk kakinya cukup kuat. Dia menunduk dan berjingkat dari sana, saat melihat seorang ayam jago. "Sial! Ini rumah apa peternak sih?" dengusnya, sambil mengusap punggung kakinya yang mendapat patukan.

Dia berjalan mundur, sambil memperhatikan ayam yang seolah tengah menatapnya dengan bingung. Dan, tanpa sadar kaki Sean menabrak sesuatu yang berbulu di belakangnya.

Dia memutar kepala, matanya membelalak lebar saat melihat beberapa bebek yang tengah berkerumun. "Astaga, apalagi ini?" desahnya, segera melompat, menghindari unggas itu.

"Nggak bisa. Aku gak bisa tinggal di sini lebih lama. Aku harus cari ide supaya bisa keluar dari sini!" gumam Sean, memegangi kepala yang terasa pusing.

Zuzu muncul dari pintu dapur. Membawa sebuah ember berukuran besar dan gayung love berwarna pink. "Sean, kamu sedang apa di sini? Ini gayung sama ember nya!" seru Zuzu, menatap bingung ke arah suaminya.

Sean berjalan dengan tergesa-gesa. "Kamu keluarkan yang di dalam terus ganti dengan yang baru!" titahnya.

Zuzu mengangguk dan melakukan sesuatu sesuai keinginan suaminya, tanpa banyak bicara.

"Zu, kamu jangan ke mana-mana, ya. Jaga pintu. Aku nggak mau, nanti saat mandi tiba-tiba ada orang masuk atau ngintip," pesan Sean, dia mencubit tirai kamar mandi, merasa jijik dan segera masuk ke dalam.

"Ribet banget jadi Sean. Padahal tibang mandi doang," dumel Zuzu sambil menyilangkan tangan di depan dada.

Dia menunggu dengan bosan, sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling belakang rumahnya. Tiba-tiba, Sean berseru dari dalam, "Zu, kalau buang air besar di mana?"

"Di situ saja!" jawab Zuzu santai, namun tidak dengan Sean yang bereaksi bingung.

"Di sini? Bagaimana mungkin?!" Di dalam kamar mandi itu, Sean melihat ke bawah, pada kolam air di mana beberapa kali ia melihat ikan berenang.

"Sean, masa aku harus kasih contoh sih? Tinggal ngeden doang. Nanti dimakan sama ikan," ujar Zuzu berteriak.

Sean langsung kehilangan minat untuk membuang kotorannya dan bergegas menyelesaikan mandi. Pria itu memakai handuk dan keluar dengan napas terengah, seolah baru saja dikejar sesuatu yang menakutkan.

"Sudah?" tanya Zuzu, alisnya mengerut, bingung.

Sean, tanpa mengatakan apapun mengangguk dan berjalan menuju pintu masuk. Zuzu membututi dari belakang dengan langkah gontai.

"Zu, nanti kamu ke sawah antar makanan, ya. Nasi kuningnya juga sudah selesai. Bisa kamu bagikan nanti pada warga di sawah," ujar Jamilah sambil menumpuk wadah yang terbuat dari setropom di dalam sebuah kantong besar.

"Iya, Umi. Aku akan mandi dulu," sahut Zuzu penuh semangat. Wanita itu mengambil handuk dari kamar orangtuanya dan berlari kecil ke kamar mandi.

----

"Zu, ini kita masih jauh gak sih?" tanya Sean, berjalan dengan sedikit kesulitan di jalanan sawah.

"Bentar lagi juga sampe, Sean," sahut Zuzu, napasnya tersengal. Kedua tangan menenteng plastik berukuran cukup besar berisi nari kuning yang hendak dibagikan.

"Lagian kamu ngapain sih ngajak aku ke sawah? Yang bener aja!" gerutu Sean. Dia sudah menolak dengan keras, namun Jamilah memaksanya lebih keras.

Zuzu tertawa kecil. "Kapan lagi CEO yang biasa duduk di bawah ruangan ber-AC pergi ke sawah?"

Zuzu menghentikan langkah dan berbalik ke arah suaminya. "Biar kamu tahu, Sean. Udara di desa lebih menyejukkan daripada AC ruang kerja kamu," tutur Zuzu.

Sean berdecak lalu mendorong pelan tubuh istrinya. "Sudah, cepet jalannya!"

Zuzu melanjutkan langkah. Ketika melihat sebuah gubuk dia berlari di jalanan yang hanya bisa dilewati pejalan kaki itu.

"Sean, ayo! Kita sudah sampai!" seru Zuzu. Begitu sampai, dia sedikit membungkuk merasakan lelah yang luar biasa.

"Aku sudah lama nggak ke sawah. Dan ini, sangat capek," keluh Zuzu, lalu membaringkan tubuh di gubuk yang beratap dari jerami.

Sean tiba dan duduk di tepi gubuk. Matanya tertuju pada hamparan padi yang menguning. "Abah kamu sedang panen?" tanya Sean, perasaannya sedikit lebih baik melihat pemandangan langka di hadapannya.

"Iya," jawab Zuzu singkat, sambil memejamkan mata.

Sean kembali bertanya, "Abah kamu kerja manen padi seperti ini dibayar berapa, Zu?"

Zuzu bangkit dan ikut melihat ke depan. "Biasanya, Abah bayar orang per satu sawah itu hampir delapan ratus ribu," sahut Zuzu dengan santai.

"Dikali sepuluh, mungkin delapan juta untuk sekali panen," lanjut Zuzu.

Sean mengangguk sesaat, sebelum matanya membelalak lebar sambil menoleh ke arah istrinya. Tatapannya di penuhi keterkejutan. "Apa, Zu? Abah kamu bayar orang...?"

"Jadi, semua sawah itu milik... milik Abah kamu?!" pekik Sean, merasa tak percaya.

Zuzu hanya tersenyum cengengesan sebagai jawaban.

Bersambung...

1
EndHa
keren abah, sawahny banyak 😍
Nining Wahyuningsih
lanjut thor , ditunggu bab selanjutnya
EndHa
masih kurang kak bacany.. kek.ny bab ini pendek bgt yaa .. 🤭
Nelramstrong: bab 19 bisa dibaca ulang, ya. aku baru revisi dan tambahkan beberapa part 😁😁
total 1 replies
EndHa
menanti sean bucin dg zuzu..
Nelramstrong: sabar, ya 😁
total 1 replies
EndHa
siapa yg berani nolak perintah tuan david.. 🤣
Nelramstrong: 😅😅😅😅😅😅😅
total 1 replies
EndHa
semangat zuzu,, qm si polos yg cerdik.. tebas semua ciwi² penggoda suami.mu..
Nelramstrong: Semoga bukan dia yang tumbang 😅
total 1 replies
EndHa
oalah zu,, ikan bakar lebih menggoda yaa 🤭
Nelramstrong: Zuzu tahu aja author nya juga lagi pengen ikan bakar 😂
total 1 replies
EndHa
Haii kakak... aq ikuti kisah zuzu,, baru baca noveltoon nih,, masih bingung.. hehe
Nelramstrong: Makasih, kak 🥰
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!