NovelToon NovelToon
DENDAM GUNDIK

DENDAM GUNDIK

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Balas Dendam / Horror Thriller-Horror / Kumpulan Cerita Horror / Dendam Kesumat / Balas dendam pengganti
Popularitas:14k
Nilai: 5
Nama Author: Dae_Hwa

“ARRRGGGHHH! PANAAS! SAAKIIITT!”

Sekar Arum tak pernah membayangkan, setelah dipaksa menjadi gundik demi melunasi hutang orang tuanya, ia justru mengalami siksaan mengerikan dari para perempuan yang iri dan haus kuasa.

Namun, di saat dirinya berada di ambang hidup dan mati, sosok gaib mendekatinya—seorang sinden dari masa lalu yang menyimpan dendam serupa.

Arum akhirnya kembali dan menggemparkan semua orang-orang yang pernah menyakitinya. Ia kembali dengan membawa semua dendam untuk dibalas hingga tuntas.

Namun, mampukah Sekar Arum menumbangkan musuhnya yang memiliki kuasa?

Atau justru ia akan kembali terjerat dalam luka dan nestapa yang lebih dalam dari sebelumnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

DG 24

BYUR!

Madun menyelam ke dalam Danau Wening Ilang sebelum fajar menyingsing. Udara masih menggigit kulit, ditambah lagi suhu air menusuk tulang—seolah danau itu menyimpan musim dingin di dasarnya.

Di atas perahunya yang ditambatkan di bibir danau, Mbah Sosro duduk bersila, memegangi dupa yang masih menyala dan merapal mantra dengan suara lirih bergetar.

“Kau harus bergerak cepat, Dun. Aku tak mampu terlalu lama menjadi perisaimu ... aku bisa mati jika terlalu lama menahan amukan roh penjaga danau,” ucap Mbah Sosro berat, matanya masih terpejam rapat.

Tangan Madun mulai mengayuh, menerobos permukaan danau, menyibak lumpur di dasar danau yang keruh dan pekat. Matanya pedih, namun ia tetap membuka lebar. Lalu—di antara bayangan-bayangan hitam yang berkelebat di sekelilingnya, ia melihatnya—benda yang tampak berkilau.

Sebuah bokor emas.

Ia berenang lebih cepat, meraih bokor tersebut dan kembali menerobos dinginnya air—mendorong tubuhnya ke permukaan.

BYUR!

Madun muncul ke atas permukaan air.

“Aku menemukannya!” Teriak Madun bangga, sambil melempar bokor ke dalam perahu. Kemudian ia memanjat naik dengan tubuh menggigil.

Mbah Sosro buru-buru menyelimuti bokor itu dengan mori yang telah dirapal doa. Lalu keduanya segera mendayung kembali ke tepian, di mana Nyai Lastri sudah menunggu dengan napas tak sabar.

“Gimana, Dun? Gimana?” tanya Nyai Lastri tak sabar.

“Dapat, Nyai. Semua permasalahan ini—akan segera berakhir,” jawab Madun.

Kedua tangan Nyai Lastri saling menggenggam di depan dada, sesekali ia tiup demi mendapatkan rasa hangat.

Perempuan bersanggul itu kini sudah mulai bisa sedikit bernapas lega. Kedua bahunya perlahan-lahan bergetar pelan, lalu berguncang hebat.

Tawa Nyai Lastri mendadak pecah. “Hahaha! Larasmi ... Larasmi ... sungguh malang nasibmu—harus mampus untuk yang kedua kali!”

Namun, suara tawa membahana itu tak berlangsung lama. Kalimat yang dilontarkan Mbah Sosro membuat wajah Nyai Lastri pucat seketika—

“LASTRI, TUSUK KONDE NYA HILANG!”

.

.

Beberapa waktu silam, ketika Arum terbangun di tepi danau dan mendapatkan ingatan Larasmi yang membanjiri kepalanya—

Suara Larasmi lirih, terdengar menggema di dalam gendang telinganya. “Lihatlah benda dalam genggaman tanganmu, Sekar Arum.”

Arum melirik pada tusuk konde yang entah sejak kapan sudah berada di dalam genggaman, lalu tiba-tiba suara Larasmi kembali menggema.

“Suatu hari, mereka akan mencari tusuk konde itu demi melenyapkan aku. Simpan lah di tempat yang aman, jangan sampai mereka menemukannya—karena, kita berdua bisa celaka.”

...****************...

Pagi itu, Arum menyesap teh hangat di balkon Paviliun.

Tatapannya menerobos pepohonan rindang basah yang berjajar kaku di kejauhan, seolah menyimpan banyak bisik rahasia. Di balik keheningan pagi, pikirannya berputar—tentang darah, tentang dendam, dan tentang siapa lagi yang harus menebus dosa masa lalu.

Tak ada suara selain gemerisik daun dan denting halus cangkir beradu dengan piring kecilnya.

Namun tiba-tiba, suasana yang tenang itu seketika berubah.

Pandangan Arum terpaku ke arah halaman depan, tepatnya di gerbang kayu yang menghubungkan Paviliun dengan rumah besar. Di sana, berdiri dua sosok yang tak asing—Nyai Lastri dan Madun. Keduanya tampak baru tiba dari perjalanan jauh. Pakaian mereka kusut, alas kaki pun penuh lumpur.

“Sepertinya perjalanan kalian sangat menyenangkan, ya,” gumam Arum sendirian.

Mereka berdua menatap Arum dengan sorot mata seakan ingin menelannya hidup-hidup. Akan tetapi, sedikitpun Arum tidak merasa takut. Justru ia tersenyum tipis nan remeh, lalu tergelak sendirian.

“Ah, kalian lucu sekali!”

Di depan gerbang kayu, Nyai Lastri meremat ujung kebayanya. Seakan-akan, ia bisa mendengar kata-kata yang dilontarkan Sekar Arum di kejauhan. Tak lama kemudian, perempuan yang memiliki kuasa itu memilih masuk—disusul Madun sang ajudan kepercayaan.

Setelah kedua orang itu menghilang dari pandangan, Arum bergegas menuju ruangan kerja Juragan Karta di rumah besar. Tak lupa ia membawakan secangkir teh hangat, demi membuat Juragan terkesan.

“Kang Mas, apakah Anda sedang sangat sibuk?” tanya Arum dengan sebuah nampan di tangan. Ia berdiri di sisi pintu yang baru saja dibuka oleh Wagiman.

Juragan menoleh, wajahnya yang sedari tadi masam—langsung berubah senang.

Bonus Potret Juragan Karta 🫣

“Tresnaku, apa itu yang kamu bawa?” Juragan Karta tersenyum cerah, sambil memilin ujung kumisnya. “Sini, kemari ....”

Arum memasang senyuman palsu. Ia berjalan mendekat. “Saya hanya membawakan secangkir teh hangat untuk Anda, Kang Mas. Semalam, Anda tertidur lebih cepat. Tubuh Anda juga banjir keringat, padahal malam sedang hujan lebat. Saya cemas, sepertinya ... Kang Mas sedang tidak sehat.”

Raut Arum tampak khawatir, padahal ia lah biang dari semuanya—yang membubuhkan ramuan pada teh Juragan tadi malam. Ramuan dari rebusan kulit mundu dan akar lempung wulan, cukup untuk membuat tubuh seorang lelaki kekar menjadi lemah, panas dingin, dan kehilangan kesadaran perlahan.

Dan pagi ini, Arum juga menyuguhkan ramuan yang sama—dicampur ke dalam cangkir teh. Juragan Karta menyambut cangkir itu penuh semangat, tanpa curiga sedikit pun.

“Ah, kau memang paling tau cara mengambil hati pria tertampan di desa ini. Teh buatanmu selalu berbeda dari yang lain.” Ia menyesap perlahan, tidak menyadari bahwa detik demi detik kini sedang mengikis tenaganya sendiri.

Arum duduk di sisi kursi Juragan dengan anggun, mengelus perlahan bahunya.

“Kalau Kang Mas tidak sehat ... sebaiknya istirahat. Kalau dipaksakan bekerja seperti ini—lalu bertambah sakit, bagaimana? Siapa nanti yang akan melindungi rumah besar ini? Siapa yang akan melindungi diri ini dari ancaman ... istri Kang Mas yang kejam itu?” lirih Arum, suaranya seakan cemas dan takut. Padahal matanya menyimpan sorot licik yang tak terbaca.

Juragan Karta tertawa kecil, namun mendadak wajahnya sedikit meringis kesakitan. Tangannya meraih perut, dan tubuhnya bergerak gelisah.

“Kang Mas?” Arum berpura-pura panik, membelai dahi Juragan yang kini basah oleh peluh. “Aduh, keringat Anda banyak sekali ... apa tubuh Anda mulai demam lagi?”

“Aneh sekali. Kepalaku pening ... tenggorokan ini terasa panas ...,” gumam Juragan setengah tersengal. “Padahal tadi aku merasa, sudah lebih sehat.”

Arum menyentuh tangannya, “Anda pasti belum sepenuhnya pulih, Kang Mas. Tetapi, Anda terlalu nackal—memaksakan diri untuk langsung bekerja. Cobalah beristirahat, saya akan menemani Anda di sini.”

Juragan mengangguk lemah. Tubuhnya mulai oleng, hingga perlahan bersandar ke punggung kursi. Kelopak matanya mengatup, sementara Arum hanya duduk tenang di sebelahnya—dengan senyum lembut yang masih mengembang.

Begitu napas Juragan Karta mulai berat, Arum segera memastikan bahwa pria itu telah benar-benar kehilangan kesadaran. Ia mencondongkan tubuh, menepuk-nepuk pipi Juragan perlahan.

“Tidurlah yang nyenyak, Kang Mas,” bisiknya pelan dengan nada sinis yang hanya didengar oleh dinding ruangan.

Arum berdiri. Ia melirik ke pintu, memastikan Wagiman tak menunggu di luar. Saat semuanya sunyi, ia mulai bergerak cepat. Dengan langkah ringan tapi sigap, Arum menuju sisi rak buku besar di pojok ruangan. Tangannya menyusuri lekuk kayu di sisi rak, hingga menemukan satu celah tersembunyi di bawah laci meja besar peninggalan ayah Juragan—meja tua yang hampir tak pernah disentuh siapa pun, kecuali sang pemilik rumah.

Dengan hati-hati, Arum membuka papan bawah meja. Bunyi derit kayu terdengar lirih. Di balik celah sempit itu, ia mengeluarkan bungkusan kain beludru merah kulit usang yang telah ia sembunyikan beberapa waktu lalu, tepat setelah ia muncul kembali dari Danau Wening Ilang.

Tusuk Konde Larasmi. Ya, Arum menyembunyikan tusuk konde Larasmi di ruangan kerja Juragan Karta—ruangan yang selama ini menjadi wilayah sakral, wilayah kekuasaan mutlak sang Juragan. Tak seorang pun boleh memasukinya tanpa izin. Bahkan Nyai Lastri, istri sah sekalipun, tak pernah diperkenankan melangkah ke dalam.

Hanya Arum.

Hanya Sekar Arum lah yang saat ini diperkenankan masuk—bahkan setiap hari.

Arum berdiri mematung di depan rak kayu tinggi. Matanya terpejam sejenak, lalu membuka kembali. Pandangannya tak lagi lembut, melainkan dingin dan penuh kalkulasi. Ia buru-buru menyimpan kembali benda keramat itu, lalu kembali duduk di sisi Juragan.

Namun, di saat bokongnya baru saja menyentuh permukaan kursi, tiba-tiba pintu diketuk pelan.

Tok! Tok! Tok!

Suara Wagiman dari balik pintu terdengar sopan, tapi sarat kegelisahan.

“Nona Arum, ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda. Katanya, ada keperluan mendesak.”

*

*

*

Darling, maaf baru hadir ya. Dari semalam sampai sore ini, sibuk banget ngantar mertua ke RS untuk operasi. Sebenarnya, tanggal 18 bulan lalu—harusnya sudah dioperasi, tapi karena ada kendala, jadinya di operasi tanggal 2 juli ini.

InshaAllah, besok atau lusa—saya fokus berkarya kembali 💜

1
Mba Ayuu
semangat kak, dan semoga cepet sembuh ya mertuanya
աɛռɨռɢ ȶʏǟֆ քʀǟʍɛֆȶɨ
/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
🍁𝐘𝐖❣️💋🄻🄺-🄰🄿🄿🄻🄴👻ᴸᴷ
Mg Mertua Ade sgera sehat kembali ya ❤️🤗😘 ... Amiiinnnnnnn 😇🤲🙏
❤️⃟Wᵃf ༄SN⍟𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌🦈
semoga lekas membaik ya kk

sakita apa kk mertua kk ini

yg sabar kk
istianah istianah
semoga di mudahkan jalan nya oprasinya kak ,dan cepat sembuh,..🤲🤲🤲
istianah istianah
halah tresnaku prettttt,😝😝
💕Bunda Iin💕
jaga kesehatan thor💖
💕Bunda Iin💕
teruntuk mertua mu thor...
semoga di lancarkan operasi nya dan sehat slalu🤲
💕Bunda Iin💕
siapa kah itu?🤔
ditunggu saja jawabannya di update berikut nya😁
love author😘
Sayur segar
lekas sembuh buat mamak mrtua kakak ya
Sayur segar
arum lgsung simpan di sarang musuh.
💕Bunda Iin💕
tampan ndas mu🤢🤮
Sayur segar
iya beda dr yg lain, krna ada racunnya 😂
Sayur segar
klepek2 lah kangmas tuwir 🤣
💕Bunda Iin💕
wah bagus sekali ini ilmu nya thor... boleh diterapkan untuk lelaki pecundang atau npd🤭✌
Sayur segar
bahaya ini kalau ke bawak mimpi. bawaanya mau nampol hahaha
💕Bunda Iin💕
potret juragannya masih kegantengan atuh thor🤭✌
Sayur segar
mati ajalah kalian bertiga itu
💕Bunda Iin💕
jaga baik² ya rum agar kalian tidak celaka🥰
💕Bunda Iin💕
tertawa lah sepuas nya kau...sebentar lgi suatu yg dahsyat menerkam kau😡
💕Bunda Iin💕: iya..heran bgt sama model manusia kyk begini
Sayur segar: kepedean ya bun
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!