Cinta yang di nanti selama delapan tahun ternyata berakhir begitu saja. Harsa percaya akan ucapan yang dijanjikan Gus abid kepadanya, namun tak kala gadis itu mendengar pernikahan pria yang dia cintai dengan putri pemilik pesantren besar.
Disitulah dia merasa hancur, kecewa, sekaligus tak berdaya.
Menyaksikan pernikahan yang diimpikan itu ternyata, mempelai wanitanya bukan dirinya.
menanggung rasa cemburu yang tak semestinya, membuat harsya ingin segera keluar dari pesantren.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nadhi-faa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Harsa masih mengikuti suaminya yang melangkah menaiki tangga. disini dia tidak mengenal siapapun, kecuali axel. kemana langkah pria itu pergi, tentu harsa akan mengekori bagaikan anak ituk kepada induknya.
Dibelakang jauh harsa, satu pelayan wanita dan dua pria juga membuntuti, membawa dua barang milik istri tuannya.
setalah sampai lantai dua barulah axel menghentikan langkahnya.
harsa juga ikut berhenti, nafasnya naik turun karna lelah mengikuti ritme langkah cepat axel.
"adakah air disini?."
tanya harsa, menatap ke arah axel yang juga menatapnya.
"nyonya anna, istri saya membutuhkan segelas air."
ucapan axel membuat harsa menoleh spontan, wanita setengah baya yang sudah berdiri dibelakangnya, tentu membuat harsa terkejut.
"kamu bisa tunjukkan mas, biar saya ambil sendiri."
"tidak perlu nyonya muda, biar saya ambilkan."
dengan cekatan wanita baya itu kembali ke bawah.
harsa tak enak hati melihat wanita yang jauh lebih tua darinya itu melayani-nya.
"tidaklah itu berlebihan."
"saat ini kau nyonya disini, sepantasnya kamu mendapatkan pelayanan, dan mereka bekerja untuk itu."
harsa tercengang, namun dia mencoba bersikap biasa.
Axel memberikan kode kepada kedua pekerja pria itu untuk segera membawa barang harsa ke kamar utama.
"duduk lah.."
ucapnya terkesan memerintah, harsa melirik sofa yang tak jauh darinya, dia segera bergerak untuk duduk, diikuti axel yang juga duduk di sofa single.
Axel mengamati istrinya yang duduk dengan gelisah, entah apa yang membuat gadis itu terlihat tak begitu nyaman.
"apa kakek bastian juga tinggal disini?."
tanya harsa memecahkan kecanggungan diantara suhu dingin dan aura suaminya.
"tidak."
harsa mengangguk kecil, dalam hati dia jengkel, atas sikap irit axel, pria itu memang dingin, namun saat ini dia semakin dingin dan membuat harsa tak nyaman.
tak lama wanita setengah baya yang mungkin berusia empat puluh tahun lebih itu kembali dengan menyuguhkan teh dan air putih serta cemilan ringan di depan harsa.
"terimakasih nyonya anna." ucap harsa dengan senyum tulus yang menampilkan dua lesung pipi indah gadis itu.
tentu anna, kepala pelayan wanita di Mansion utama keluarga Frederick itu cukup terkejut akan sikap istri baru tuan muda-nya. Dalam hati dia membandingkan kesan sikap pertama dengan mantan istri axel.
"ini sudah tugas saya melayani anda."
harsa kembali tersenyum canggung atas sikap formal wanita yang lebih tua dengannya.
"anna."
"ya tuan."
"antar istri saya ke kamarnya."
Harsa menatap axel sekilas kemudian pada minuman yang belum sempat dia ambil, harsa sadar jika tadi tenggorokannya kering karna hidrasi. dia segera mengambil gelas dan meminum air putih yang sudah disuguhkan didepannya.
"aku akan ke kamarku sediri mas, mungkin nyonya anna lelah dan dia juga harus istirahat."
"kau juga lelah harsa, biar nyonya anna menunjukkan kamar utama kepadamu, aku akan ke ruang kerja."
"tidak perlu, kamu tinggal memberitahuku dimana posisinya, biar aku mencarinya sediri."
axel mengerutkan alisnya, dia menatap tajam istrinya yang tersenyum kecil kearahnya seolah dia bisa sendiri.
"anna, antarkan dia!!"
ucapan axel yang terkesan mutlak itu membuat harsa memberengut kecil. namun tak lama kemudian dia mengingat sesuatu dan ingin memastikan sesuatu.
"apa kita akan satu kamar?."
tanya harsa spontan. yang membuat wanita setengah baya itu mengerutkan alisnya karna cukup terkejut dengan pertanyaan sang nyonya muda.
"menurutmu?."
"aku ingin memiliki kamar sendiri disini, melihat rumahmu yang besar dan luas, tentu ada banyak kamar. boleh aku meminta itu?."
axel terdiam sesaat, rencananya dia akan memindahkan barang dari kamar lamanya ke kamar utama kini harus dipertimbangkan kembali.
"aku akan memikirkannya nanti, kamu bisa istirahat sekarang..."
meski belum pasti, harsa sedikit senang dan bangkit dari duduknya.
"baiklah."
anna segera mengarahkan jalan kepada harsa ke arah kamar utama, dimana kamar itu adalah kamar yang pernah ditempati orang tua axel.
"nyonya anna, berapa lama adan bekerja disini?."
mulut harsa begitu gatal untuk diam, jadi dia memilih membuka pembicaraan.
"cukup lama nyonya."
nyonya, panggilan itu sejak tadi membuat telinga harsa geli sendiri. dia tidak setua itu untuk dipanggil nyonya.
"nyonya anna. bagaimana jika anda memanggil nama saya saja, harsa."
wanita setengah baya itu tersenyum kecil atas protes istri tuannya.
"mana boleh nyonya, anda adalah istri tuan muda."
"tapi saya tidak setua itu. aku baru berumur dua puluh tahun loe...."
anna semakin di buat terkejut, ternyata wajah baby face istri tuannya itu karena memang umurnya masih muda.
"bagaimana jika saya panggil anda nona saja."
"ah, itu terdengar seperti anak perempuan bangsawan saja. panggil saya saja mbak dech..."
"ini sudah peraturan disini."
harsa memberengut kecil yang membuat anna dalam hati terkekeh. tenyata nyonya adalah wanita muda yang masih labil, tapi ini lebih baik dari pada mantan istri tuan mudanya dulu.
"nyonya anna,"
"iya non.."
"bolehkah saya panggil anda dengan bibi saja."
"silahkan, senyaman anda."
harsa ngangguk senang. tak lama mereka sudah sampai didepan pintu kayu indah dengan ukiran yang rumit. mansion keluarga Frederick memang memiliki gaya klasik yang dipadukan sentuhan modern.
Jadi anda ruang-ruang tertentu yang mendapatkan sentuhan klasik.
Anna mendorong pintu kamar utama dan mempersilahkan sang nyonya muda masuk.
"silahkan non harsa."
harsa cukup terkejut dengan kamar utama yang menurutnya terlihat terlalu luas dan terlalu mewah untuk dirinya.
"silahkan anda istirah, jika membutuhkan sesuatu anda bisa menggunakan telpon rumah yang ada atas meja nakas."
"ah iya, terimakasih bibi anna."
"sama-sama nona."
anna kembali menutup pintu, meninggalkan harsa didalam kamar utama sendirian.
"gila, ini kamar atau ruang tamu."
ucap harsa.
rasanya dia ingin memberi kabar talita, namun harsa ingat jam segini talita tak mungkin menggunakan ponsel. tentu ponsel sahabatnya itu masih di almari kamar pengurus.
Harsa melirik kesana kemari untuk mencari tas dan kardusnya. namun dia tidak menemukan beda tersebut.
"kemana barang ku?."
tanya pada diri sendiri. dia berjalan menyusuri kamar, namun dia tidak menemukan-nya.
"ah kemana bapak-bapak tadi membawanya."
gerutu harsa. selain ingin melihat buku-bukunya tentu harsa juga ingin mengganti pakainya. dia tidak menemukan almari satupun di kamar seluas ini.
"bukanya rumah orang kaya itu ada ruang wardrobe-nya ya?."
harsa melirik kearah dinding yang terlihat begitu berbeda, dia bergerak kearahnya dan benar saja, tenyata itu adalah pintu yang menuju keruang ganti baju sekaligus kamar mandi.
"gue mah gak tahu jika almarinya tersembunyi disini."
monolog harsa kembali. dia jadi kesal sendiri menjadi bagian dari orang kaya.
"ribet amat jadi orang kaya.."
gerutu harsa sambil membuka pintu lemari untuk mencari bajunya, dan dia baru saja menemukan gamis-nya disela-sela baju-baju baru.
"milik siapa gamis sebanyak ini?."
harsa segera mengambil gamis hariannya lalu menuju kearah kamar mandi.
kini dia kembali melongo melihat kamar mandi yang semewah dan seharum ini.
"pantesan si om axel itu gak betah di ndalem, yah kekayaan memang selalu menggiurkan, pasti dia selama tinggal di ndalem merasa kismin hahaha, ya sekali-kali dia juga harus merasakan turun tahta."
monolog harsa.
semangat harsa alex....