Jika perselingkuhan, haruskah dibalas dengan perselingkuhan ...
Suami, adalah sandaran seorang istri. tempat makhluk tersebut pulang, berlabuh dan tempat penuh kasih nan bermanja ria juga tempat yang sangat aman.
Namun, semua itu tak Zea dapatkan.
Pernikahannya adalah karena perjodohan dan alasannya ia ingin melupakan cinta pertamanya: Elang. teman kecilnya yang berhasil meluluh lantahkan hatinya, yang ditolak karena sifat manjanya.
Namun pernikahan membuat zea berubah, dari manja menjadi mandiri, setelah suaminya berselingkuh dengan wanita yang ternyata adalah istri dari teman kecilnya.
Haruskah zea membalasnya?
Ataukah ia diam saja, seperti gadis bodoh ...
Novel ini akan membawamu pada kenyataan, dimana seorang wanita bisa berubah, bukan saja karena keadaan tapi juga karena LUKA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Pilihan.
Kulihat mata Alana membelalak, bibirnya terbuka dan bergetar. Tapi aku, mencoba untuk tenang menyikapinya. Ia harus tahu, bahwa istri dari pacarnya bukan wanita yang tidak ia kenal.
"A-apa! Kamu pasti bercanda, Iya kan?" tanyanya tergagap.
Aku mengambil surat nikahku dan mas Reza didalam tas yang sudah aku persiapkan, lalu kutunjukan padanya. Tak lupa aku juga mengambil album foto pernikahan kami dan kuperlihatkan padanya, disana jelas terlihat bahwa kami menikah secara agama dan hukum, disana pula bukti ucapanku benar adanya.
Alana membukanya satu-persatu, ia melihatnya dengan mata yang lebar. Sikap angkuh yang ia tunjukan padaku seketika berubah menjadi rasa gelisah, tangannya gemetar membuka lembar demi lembar foto yang terselip didalam buku album.
Namun, seakan tak ingin menerima kenyataan Alana menatapku dengan tajam dengan kedua tangan mengepal kuat.
"Kau pikir aku akan percaya semua ini, bukankah kau hanya akan menikah dengan Elang. Aku sudah membuangnya, silahkan kau mengambil sampah itu dariku!" ujar Alana dengan kearoganannya, hendak beranjak Alana kembali menatap tajam padaku
"Benar, aku pernah dengar cerita dari mas Reza. Katanya rumah tangganya itu selalu dipenuhi kepura-puraan, ia tak bisa bahagia karena tekanan dari ayah mertuanya. Ia juga bosan belajar untuk mawaddah dengan istrinya, karena hanya aku wanita yang ia cintai," ucapnya lagi, ia tersenyum sinis menghinaku.
Aku mengepalkan tanganku, ada duri yang menusukku pelan kala memendengarnya, aku berpikir itu tak mungkin. Faktanya kulihat senyuman mas Reza itu tulus selama itu, tapi semua perkataan Alana mampu membuatku bungkam.
"Kepura-puraan, bosan, mawaddah, Alana pasti bohong," gumamku dalam hati.
"Jadi, wajar saja jika ia selingkuh darimu." Alana beranjak dari tempat duduknya, dengan angkuhnya kembali tersenyum menyindirku seakan ia merasa bahwa ia sudah menang.
Baru dua langkah Alana berjalan, aku segera berujar untuk membalasnya, tidak! Lebih tepatnya ia harus tahu sesuatu.
"Ia tak akan pernah menceraikan aku, karena orang tuanya punya perjanjian khusus dengan keluargaku," paparku mengungkapkan rahasia besar diantara pernikahan kami.
Alana menghentikan langkahnya dan menoleh padaku dengan kedua alis yang bertaut, dadanya mulai kembang kempis tapi ia masih bisa berusaha untuk tidak berulah. Ini Restoran, tempat ini mulai ramai sejak aku datang. Jadi, ia harus menjaga image-nya demi nama baik keluarganya yang terkenal hebat.
"Jika kamu bisa menjamin perjanjian itu, maka aku akan melepaskannya. Kau kaya, sewalah pengacara yang banyak," ujarku lalu menyeruput minumanku hingga habis.
Alana tampak kebingungan, aku yakin ia belum paham dan pastinya akan menanyakan perkara itu pada suamiku.
Aku beranjak dari kursiku, melangkah melewatinya bahkan dengan sengaja aku menyenggol lengannya dengan bahuku. Ia tinggi dan aku pendek, jadi aku hanya bisa membalas kejadian yang ia lakukan padaku waktu dipesta ultah Elang.
Aku berjalan cepat dan tak menoleh padanya sedikitpun, wanita yang dulu merendahkan aku karena ia bisa mendapatkan Elang seutuhnya. Sekarang malah menginginkan suamiku juga, disaat aku sudah berusaha untuk melepaskan Elang untuknya.
.....
Di halte bis yang sepi dan dibawah langit yang mulai redup, aku sendirian meremas jemariku sambil menangis lagi. Cahaya lampu dijalanan mulai menyala, tapi berbalik dengan hidupku yang kini mulai padam.
Warna pelangi yang dulu selalu kulihat sekarang hanya tinggal abu-abu, hampir kelam dan hitam. Hatiku kembali patah, terbelah oleh perihnya pengkhianatan. Rasanya seperti jatuh kejurang yang sangat dalam, menyesakkan dan menyakitkan.
"Sampai kapan, elo nangis?" tanya sosok yang memiliki suara mirip Elang.
Aku berhenti, aku melirik pada si pemilik suara tersebut.
"Elang, ngapain kamu disini?" tanyaku.
Lelaki itu melirik padaku, kami saling tatap dalam diam, dalam keheningan senja yang perlahan menggelap.
Lampu di halte menyala, menampakkan pria tampan yang duduk disamping kiriku dengan jelas. Ia menumpu kakinya pada kaki lain, tangannya bersidekap dengan muka menoleh padaku.
"Itu urusanku, kamu tak perlu ikut campur apalagi jika terus-menerus mengikutiku seperti ini, diam-diam," ucapku ketus.
"Terus, gue harus lihat lo nangis diatap lagi. sampai elo reda dan meluapkannya pada pemandangan kota," ujarnya dengan menyindirku.
Aku terdiam, bibirku kelu untuk mengatakan sesuatu. Pikiranku melayang oleh pertanyaan yang mengusikku.
"Bagaimana kamu tahu?" tanyaku, lalu mengalihkan pandanganku darinya.
"Gue kejar lo, gua pikir lo mau melompat ternyata cuma nangis kejer." Elang meluruskan pandangannya kedepan.
Aku merasa tertohok, "Terus kamu menemaniku diam-diam, iya?" tanyaku pelan.
"Jika tidak ku temani kau bisa saja melompat, hanya karena pria yang selingkuh," jawab Elang.
Aku mencibir, "Bilang saja mau jadi pahlawan kesiangan," sindirku balik.
Aku berdiri sembari melirik padanya, kulihat Elang menatapku juga. Mata aneh yang tak pernah kulihat sebelumnya, tatapan penuh damba seorang pria yang kesepian, itu menurutku. Namun kurasa, itu tak akan mungkin Elang lakukan padaku.
"Kenapa? Kamu menyukaiku?" tanyaku dingin.
"Eh, tidak," jawabnya yang sudah kupastikan.
Aku pergi tanpa menoleh kebelakang, dimana tuan Elang yang terhormat berada. Tepat itu bis yang kutunggu datang, aku masuk dan meninggalkannya sendirian. Aku harap ini mimpi, tak mungkin Elang mengikutiku terus.
Dalam bis yang berisi beberapa orang, aku termenung sendirian. Kenapa dia muncul? Disaat aku menangis tadi, aku jadi tak nyaman dan merasa sudah tak pantas lagi berteman dengan Elang.
Aku ingin sendirian untuk sebentar saja, tetapi lelaki itu selaku muncul tiba-tiba seperti jin yang datang memberikan segalanya.
..................
Waktu berlalu dengan cepat, malam ini aku memasak sendiri makanan ala kadarnya. Aku belum belanja bahan makanan lagi, juga kemarin sudah dimasak oleh mas Reza. Sehingga kulkas dirumahku kosong melompong.
Aku menghela nafas berat, aku harus ke rumah ibuku besok. Karena meminta pada suamiku disaat hati dipenuhi amarah, hanya akan ada pertengkaran saja. Juga aku masih ingat mas Reza bilang tak akan memberiku uang bulanan lagi karena aku sudah bekerja. Padahal baru beberapa hari kerja, mana mungkin dapat bayaran.
Miris bukan.
Disaat aku tengah menikmati masakanku, suara suamiku memanggil-manggilku layaknya berada dipasar saja. Ia berteriak seakan ingin meluapkan gemuruh api yang membara.
"Zea!" panggilnya lagi.
Ia muncul dihadapanku, dengan baju kusut begitu pun wajahnya. Sepertinya mereka baru cekcok.
"Kamu ada disini ternyata," ucap Mas Reza, ia duduk dikursi yang berhadapan denganku.
"Kenapa kamu bilang pada Alana soal perjanjian keluarga kita?" tanya mas Reza yang tak lagi menahan emosinya.
"Dia, kan. Orang ketiga, jadi wajar jika harus tahu soal itu," jawabku.
"Kamu," geram mas Reza menunjuk kearahku dengan jari tunjuknya.
"Sekarang kamu pilih, meninggalkan Alana atau bercerai denganku. Pilihanmu adalah masa depan mu, aku tak ingin jadi istri pertama," ujarku melanjutkan makanku tanpa melirik suamiku.
Namun, sikapnya semakin menjadi.
"Bagaimana, jika aku mau keduanya?" itu jawabannya.
"Aku gak bisa, kamu harus memilih salah satunya. Jangan seakah!" tegasku, masih tanpa menatapnya.
Prang
Ia melempar piring yang berisi makananku.
"Tatap aku! Kau pikir, bisa mendapatkan semuanya. Tidak! Tak akan kubiarkan," ujarnya dengan senyum penuh makna.
Aku diam mengamati maksud perkataannya, instingku mengatakan ia akan melakukan sesuatu.
"Sepertinya Arsya butuh adik," ucapnya pelan tapi masih bisa ku dengar jelas.
Aku membulatkan mataku, tidak! aku jelas menolaknya. Aku beranjak segera untuk melepaskan diri, namun tanganku sudah ditarik kuat.
"Mau kemana kamu? Sudah lama tak memberiku nafkah batin." ia berjalan memutari meja, tersenyum licik dan mata yang dipenuhi pikiran kotor
Jantungku berdebar tak karuan, ia semakin menarikku kedalam pelukan hangat yang kini membuatku jijik.
"Lepas! Lepaskan aku!" tolakku meronta-ronta.
"Aku mohon! Jangan!" teriakku.
Ia menggendongku dan membawaku kekamar utama.
Brak
Ia hempaskan tubuhku ke atas ranjang, aku bangun segera berusaha lari dari tidakan yang tak kuharapkan.
Tapi, ia berhasil menarikku dan mulai mengurung tubuhku. Ia mulai memberiku sentuhan yang pernah kurindukan, namun bukan lagi seperti yang aku inginkan, ia kasar dan pemaksa.
"Tidak, jangan!" teriakku histeris, badanku mulai lemah oleh sentuhan-sentuhan gilanya.
Kemudian ...
kenapa harus pelit sih ma istri..