Cerita tentang gadis desa bernama Juliet Harvey yang harus berjuang untuk mengatasi masalah keluarga sang nenek yang hampir bangkrut.
Namun siapa sangka, niatnya untuk meminta bantuan kepada sang ayah yang sudah lama tidak bertemu malah membuatnya ikut terseret masalah dengan CEO tampan penuh dengan masalah, Owen Walter.
Bagaimana kisah Juliet dan Owen? Apa Juliet bisa mengatasi masalah keluarga neneknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khintannia Viny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MPC BAB 17
Bobi dan Juliet berjalan beriringan mengitari taman yang ada di alun-alun itu, sedangkan Anna berjalan jauh di belakang keduanya untuk memberikan mereka waktu mengobrol berdua.
“Sepertinya ayah ingin menikahkan aku.” Ucap Juliet tiba-tiba membuat Bobi terkejut.
“Meskipun terlambat, sepertinya ayah ingin bertindak layaknya orang tua, padahal aku tidak minat untuk menikah sekarang ini.” Lanjutnya.
Bobi hanya menunduk sambil memikirkan jika tujuan ayah Juliet sudah jelas sekali, dia tidak tertarik untuk menjadi orang tua seutuhnya, dia pasti akan menjual Juliet kepada seorang pria yang menawarkan harga termahal.
“Meskipun aku mengetahui fakta itu, tapi tidak ada yang bisa kulakukan untuk Juliet.” Batin Bobi sambil mengepalkan kedua tangannya.
Bobi merasa kesal karena tidak bisa membantu teman kecilnya itu untuk lepas dari pernikahan yang sudah di tentukan tuan Harvey.
Di dalam sebuah mobil... Owen dan Brian baru saja kembali dari pertemuan dengan pebisnis lain untuk membahas kerja sama.
“Jadi tuan, bagaimana menurut anda tentang perusahaan tadi?” tanya Brian yang sama sekali tidak di gubris oleh Owen.
“Tuan?” panggil Brian yang tetap tidak di gubris.
Melihat tuannya yang tidak menggubris ucapannya dan menatap keluar jendela mobil membuat Brian ikut melihat ke luar.
Brian baru menyadari kalau ternyata di luar ada Juliet dan seorang pria sedang berjalan berdua sambil tertawa sesekali.
“Juliet Harvey... Laki-laki yang ada di sampingnya itu sudah pasti,, Bobi Lorenzo.” Gumam Owen menatap tidak suka ke arah keduanya.
“Tuan!” Brian berusaha untuk memanggil Owen kembali dengan nada yang lebih tinggi dan akhirnya berhasil.
“Eh, iya ada apa Brian?” tanya Owen tanpa rasa bersalah sama sekali.
“Saya sudah memanggil anda berkali-kali tuan, kenapa anda melamun? Tidak seperti anda saja.” Ucap Brian.
“Tidak ada apa-apa, tadi kamu ngomong apa?” tanya Owen.
“Bagaimana tentang kerja sama dengan perusahaan tadi? Apa anda mau bekerja sama dengan mereka atau tidak?” tanya Brian kembali.
“Aku kurang suka dengan rencana mereka, lebih baik kita tunda dulu sampai ada perubahan dari rencana kerja sama mereka.” Balas Owen yang di balas anggukan oleh Brian.
Setelah selesai bicara dengan Brian, Owen kembali menatap keluar jendela sambil memikirkan bagaimana ekspresi wajah Juliet yang dengan cantiknya tersenyum kepada Bobi, sedangkan dengannya, wanita itu sama sekali tidak tersenyum bebas seperti tadi.
“Di depan dia bersikap seolah sedang mencari suami sambil berkeliaran dalah sosialita, sementara di balik itu dia berpacaran dengan pelukis muda yang namanya sedang melejit, rupanya dia memang pantas di sebut sebagai penerus Rebecca Keel.” Batin Owen sambil tersenyum sinis.
“Pintar juga dia bersandiwara.” Gumam Owen.
“Anda bicara apa tuan?” tanya Brian.
“Tidak ada.” Balas Owen dengan cuek.
Acara jalan-jalan pun selesai, Juliet dan Bobi pun saling berpamitan untuk kembali ke rumah mereka.
“Biar aku yang mengantarmu pulang Juliet.” Ucap Bobi menawarkan diri.
“Tidak Bobi, aku dan Anna sudah di tunggu supir pribadi di ujung jalan sana.” Balas Juliet menolak.
“Aku sangat senang dan menikmati pertemuan kita hari ini Bobi, terima kasih juga karena kau sudah bersedia meluangkan waktumu untuk menemaniku jalan-jalan.” Ucap Juliet sambil tersenyum manis.
“Iya Juliet, aku juga bersenang-senang hari ini, jika butuh bantuan jangan sungkan untuk menghubungiku, dan pikirkan tawaranku baik-baik ya, sejak dulu kau berbakat untuk membuat pernak-pernik, aku bisa mencarikan tempat strategis untuk membuka toko accesories untukmu.” Ucap Bobi.
“Terimakasih Bobi, aku akan coba pikirkan baik-baik dan segera menghubungimu setelah membuat keputusan.” Balas Juliet.
Juliet pun berjalan menjauh dari Bobi sambil melambaikan tangannya dengan ceria, sedangkan Bobi terus menatap Juliet yang terus menjauh sambil mengingat perkataan ayahnya.
“Cukup sampai di situ Bobi, cukup sampai di situ kau terlibat dengan keluarga Holster, kau dan cucu keluarga Holster bukan anak kecil lagi kan?” ucap sang ayah yang di ingat Bobi.
Bobi pun menerima nasehat dari sang ayah karena berpikiran sama dengan ayahnya, putra dari rakyat biasa dan cucu keluarga kaya yang sudah bangkrut, rumor itu tersebar begitu saja di desa mereka sehingga saat itu mereka harus berpisah demi satu sama lain.
“Lagi pula aku hanya menganggapnya sebagai saudara perempuanku, dan tidak akan terjadi hal yang lebih dari itu, cukup sampai di situ... tapi ketulusanku padanya masih tetap sama seperti dulu.” gumam Bobi.
***
Pesta keluarga Wilson...
“Ya ampun, ternyata kau datang Owen!” seru nenek Owen, Brenda Walter.
“Selamat malam nek, lama tidak berjumpa.” Balas Owen menyapa sang nenek.
“Nenek tidak menyangka kau akan datang, tap nenek harap kau bisa memenuhi harapan nenek dan jangan buat masalah ya!” tegas Brenda mengingatkan sang cucu yang selalu membuat masalah di setiap acara yang dia selenggarakan.
“Oh iya Owen, apa kau tau kalau Rebecca juga datang ke pesta ini?” tanya Brenda dengan antusias.
Namun Owen sama sekali tidak peduli, dia malah sibuk mencari ke seluruh ruangan untuk mencari keberadaan Juliet.
“Pergilah dan menyapanya, nenek dengar dia sudah memaafkan mu, bagaimana kalau kau dan dia kembali bersatu dan memulai hidup baru yang sesungguhnya dengan Rebecca?” ucap sang nenek kembali.
Seketika Owen melihat keberadaan Juliet, dia tersenyum tipis dan segera berniat untuk menghampiri wanita yang sudah berani menamparnya itu.
“Nek, aku pergi dulu ya.” Ucap Owen dengan cuek.
“Hei anak nakal! Nenek belum selesai bicara denganmu!” teriak Brenda dengan emosi.
Owen segera menghampiri Juliet membuat semua perhatian beralih ke arah mereka.
“Hei nona pemberani.” Panggil Owen yang membuat Juliet terkejut.
“A-apa maksud anda? Kenapa anda bicara seperti itu?” tanya Juliet sambil mengalihkan pandangannya.
“Sepertinya kita harus bicara nona.”
“Maaf tuan, tapi tidak ada yang perlu saya bicarakan.”
“Kau terlihat percaya diri sebagai orang yang sudah menampar pipi orang berpengaruh sepertiku.” Ucap Owen sambil tersenyum sinis.
“Saya sama sekali tidak mengerti ucapan anda tuan, sepertinya anda salah orang, lebih baik anda pergi tuan.” Ucap Juliet berpura-pura tidak pernah bertemu dengan Owen.
“Kau pikir di sana tidak ada cctv yang merekam kejadian semalam?” tanya Owen.
“Apa!? S-saya menampar anda karena anda sudah kurang ajar sama saya!”
“Ah, tapi sayangnya cctv itu hanya merekam kejadian saat kamu memukul pipiku, jadi orang yang melihatnya akan melihat kalau kau yang salah sudah menampar pipi orang yang sedang mabuk nona.” Bisik Owen yang membuat wajah Juliet seketika panik.
“Lalu apa yang anda inginkan agar masalah ini tidak jadi panjang tuan? Apa anda ingin menampar saya untuk membalas tamparan saya?” tanya Juliet.
“Hah!?” Owen tidak habis pikir dengan jalan pikiran wanita yang ada di hadapannya ini, bagaimana bisa dia menyuruh Owen yang laki-laki ini menampar pipi seorang wanita sepertinya.