Ganesha percaya Tenggara adalah takdir hidupnya. Meski teman-temannya kerap kali mengatakan kepada dirinya untuk sebaiknya menyerah saja, si gadis bersurai legam itu masih tetap teguh dengan pendiriannya untuk mempertahankan cintanya kepada Tenggara. Meski sebetulnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa dia hanya jatuh cinta sendirian.
"Sembilan tahun mah belum apa-apa, gue bisa menunggu dia bahkan seribu tahun lagi." Sebuah statement yang pada akhirnya membuat Ganesha diberikan nama panjang 'Ganesha Tolol Mirella' oleh sang sahabat tercinta.
Kemudian di penghujung hari ketika lelah perlahan singgah di hati, Ganesha mulai ikut bertanya-tanya. Benarkah Tenggara adalah takdir hidupnya? Atau dia hanya sedang menyia-nyiakan masa muda untuk seseorang yang bahkan tidak akan pernah menjadi miliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nowitsrain, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 26
Di luar dinamika hubungan pertemanan mereka yang naik turun, Tenggara dan Ganesha menepati janji untuk tetap menjaga profesionalisme di semua aktivitas Zaloria. Pada kesempatan kali ini, mereka sepakat bertemu di studio rekaman kecil milik Tenggara, hendak mendiskusikan beberapa hal--termasuk lagu-lagu baru yang sedang dikerjakan.
Pencahayaan di sana remang-remang, berasal dari lampu gantung industrial dan cahaya kebiruan dari layar laptop Tenggara yang ditinggalkan terbuka di meja rendah di depannya. Aroma kopi sisa tadi siang masih berputar samar di udara, bercampur wangi kayu dari lantai parquet yang mulai aus di sudut-sudutnya. Kabel-kabel audio berserakan di lantai, bersilang dengan colokan adaptor dan sepasang headphone yang sudah tidak lagi dipakai. Gitar akustik bersandar di dinding, sementara selembar kertas lirik dengan coretan tinta hitam tersebar di atas meja, sebagian terlipat karena tekanan gelas kaca setengah kosong yang ditinggalkan begitu saja.
Tenggara duduk menyamping di sofa abu tua yang empuk. Kakinya dilipat ke atas, lututnya menopang lengan yang menyangga dagu. Ia menatap notasi musik digital yang belum tersentuh di layar laptop, tetapi pikirannya melayang jauh tak terkejar. Di sebelahnya, Ganesha baru saja meregangkan otot-otot yang tegang. Ia lalu bangkit membawa tumblr hitam yang tergeletak di meja, hendak mengisi ulang.
Namun, entah bagaimana, kakinya tersangkut kabel efek pedal dan tubuhnya seketika kehilangan keseimbangan.
Brukkk
Tumblr terlepas dari tangan, menggelinding mengarungi ruangan. Sementara tubuhnya mendarat tepat di pangkuan Tenggara, dengan kedua tangan lelaki itu sigap menangkap pinggangnya.
Aroma musk samar menguar dari hoodie Tenggara yang dipakai sekenanya, membuat Ganesha makin-makin bersikeras menahan napas. Tatapan Tenggara yang tertuju lurus padanya juga semakin memperkeruh keadaan, membuatnya mati-matian harus mempertahankan kewarasan.
Waktu seakan berhenti berputar sesaat. Hanya diisi oleh suara desis samar angin dari air conditioner yang disetel pada suhu paling rendah. Kemudian gerakan lambat Tenggara yang perlahan membawa wajahnya semakin mendekat, mau tak mau mengharuskan Ganesha menarik pandangannya cepat. Dia membuang muka, melarikan tatapannya ke sembarang arah.
Hanya untuk dibuat menelan ludah susah payah ketika satu tangan Tenggara terangkat, menjemput sehelai bulu mata yang rontok dan menempel di pipinya yang memerah.
"Katanya kalau ada bulu mata yang rontok, itu pertanda keinginan kita bakal terwujud," ucap Tenggara pelan. Ia menyodorkan bulu mata di telunjuknya tepat ke hadapan wajah Ganesha.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala hal di dunia, berkat ucapan itu, Ganesha berhasil mendapatkan kesadarannya kembali. Buru-buru dia mendorong dirinya bangkit dari pangkuan Tenggara. Berdeham salah tingkah sambil mengusap-usap tengkuknya yang mendadak terasa dingin dan merinding.
"Sorry," cicitnya. Pandangannya jatuh pada kabel-kabel semrawut di lantai, diam-diam mengutuk keberadaan mereka yang hampir membuatnya terkena serangan jantung.
Tenggara tidak mengatakan apa pun. Tatapannya hanya terus tertuju pada Ganesha yang menunduk malu-malu dan masih terus mengusap tengkuknya dengan gerakan kasar. Lalu dia menghela napas rendah, meniup bulu mata di ujung telunjuknya, dan bangkit perlahan dari sofa.
Dia berjalan menuju pojok ruangan, mencomot tumblr hitam milik Ganesha yang teronggok tak berdaya, lalu membawanya ke tempat dispenser air berada. Masih tanpa kata, dia sukarela mengisi tumblr itu hingga penuh, sambil sesekali mencuri pandang pada Ganesha yang masih berdiri di posisi terakhirnya berada.
Setelah penuh, Tenggara membawa tumblr itu dan mengulurkannya pada Ganesha. "Naik gih, biar gue beresin kabel-kabelnya," katanya, setelah tumblr hitam itu kembali pada pemiliknya.
Ganesha patuh, langsung naik ke sofa dan duduk bersila. Membiarkan Tenggara membereskan kesemrawutan di bawah sana.
Dan ketika ingatan tentang malam ketika ciuman pertamanya dicuri--hanya untuk dicampakkan pagi harinya--Ganesha hanya bisa mengembuskan napas rendah.
......................
Matahari sudah sepenuhnya tenggelam ketika mereka keluar dari studio. Tenggara mengedarkan pandangan, lalu menyadari tak ada mobil Ganesha terparkir di halaman.
"Lo ke sini naik apa tadi?" tanyanya.
Sang gadis tampak sibuk dengan ponselnya ketika Tenggara menoleh ke arahnya. Dari layar, tampak antarmuka aplikasi taksi online ternama.
"Dianterin sama Kafka," jawab Ganesha. Jemarinya masih sibuk menggulir, fokus menentukan pinpoint agar tidak ada problem penjemputan.
Tepat sedetik sebelum tombol pesan ditekan, tangan Tenggara lebih dulu bergerak mencegah. Ganesha menaikkan pandangan, menatap bingung.
"Kalau gitu baliknya sama gue aja."
Seakan enggan memberikan kesempatan bagi Ganesha untuk menolak, dia sekonyong-konyong menarik pergelangan tangan gadis itu, memaksanya ikut ke mobil.
Otak Ganesha memberi perintah untuk segera berontak, menepis tangan Tenggara, lalu bersikeras memesan taksi online dan pulang dengan selamat. Namun, tubuhnya berkhianat. Bibirnya tak berhasil mengucap sepatah kata apa pun sampai ketika bokongnya mendarat di kursi penumpang depan.
Bahkan, ketika Tenggara membantunya memasang seatbelt dan menutup pintu lalu berlari memutar ke sisi kemudi, Ganesha masih tidak bisa memberikan reaksi. Yang bisa dia lakukan hanya diam membisu, sambil memandang penuh tanya sosok laki-laki di sampingnya yang selalu tampak tenang. Hampir tak pernah dia temukan riak dalam raut wajahnya.
Satu kesulitan lain yang harus dia hadapi, terlepas dari cintanya yang bertepuk sebelah tangan.
Selagi mendung kembali merayapi hati, mobil mulai melaju menembus jalanan yang padat. Bising suara knalpot racing, klakson yang ditekan berkali-kali, genjrengan gitar pengamen ketika mobil berhenti di lampu merah, hingga alunan musik pop yang mengalun dari tape mobil sepenuhnya luput dari tangkapannya. Pikirannya melayang terlalu jauh, tak bisa dicegah, tak bisa dikendalikan.
Kemudian, saat roda-roda mobil akhirnya berhenti, Ganesha menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan begitu dramatis. Tangannya bergerak pelan melepaskan seatbelt dan hendak meraih handle, tapi lagi-lagi Tenggara membuat gebrakan yang nyaris membuat detak jantungnya berhenti.
Kepadanya, lelaki itu menyodorkan sebuah paper bag kecil, yang ketika diintip, berisi satu kotak berwarna putih dengan logo keemasan yang familiar.
Ganesha hendak bertanya, tetapi lidahnya terasa kelu dan pikirannya terlampau kacau. Sehingga yang bisa dia lakukan hanya menatap Tenggara penuh tanya hingga lelaki itu tersadar dan dengan sendirinya menjelaskan.
"Hadiah buat lo," katanya. "Gue inget Lo dulu pernah mau beli kalung dari brand itu, tapi modelnya belum ada yang lo suka. Terus kemarin pas di Tunjungan Plaza, gue sempat mampir dan ketemu satu model terbaru yang menurut gue cocok buat lo."
Penjelasan dari Tenggara tak serta-merta membuat Ganesha menjadi lega. Sebaliknya, dia malah merasa dadanya seperti ditekan kuat-kuat. Sesak dan berat, dia sampai kesulitan bernapas.
Ganesha hanya berpikir, mengapa segalanya berjalan seperti ini. Mengapa di saat dirinya sudah mantap untuk melangkah pergi, Tenggara justru melakukan hal-hal yang membuatnya memiliki harapan untuk bertahan sedikit lagi? Mengapa lelaki itu seakan tidak rela melepaskannya, membiarkannya move on dan menata hidup kembali?
Bersambung.....
Weh, Kafka jengkel setengah mampus inu😅