NovelToon NovelToon
Anak Kembar Sang Penguasa

Anak Kembar Sang Penguasa

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Cintamanis / Anak Genius
Popularitas:19.6M
Nilai: 4.8
Nama Author: Rosma Sri Dewi

Amanda Daniella, gadis manis berusia 23 tahun, karena pengaruh obat yang dimasukkan ke dalam gelas minumnya, dia salah masuk kamar. Dia masuk ke dalam kamar yang diisi seorang pemuda berusia 28 tahun, yang merupakan CEO dari perusahaan besar dan sangat berpengaruh. Karena sudah tidak bisa menahan kabut gairah yang sudah menguasainya, akhirnya malam itu dia menyerahkan pada pemuda yang tidak dia kenal sama sekali itu.

Akibat dari kejadian itu, Amanda akhirnya hamil anak kembar. Tapi, dia tidak tahu pada siapa dia mau menuntut tanggung jawab, karena dia sama sekali tidak mengenal laki-laki itu, bahkan wajahnya saja dia tidak ingat sama sekali.

Bagaimana nasib Amanda setelah itu? apakah dia akan bertemu dengan laki-laki ayah dari anak-anaknya yang kebetulan terlahir genius itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Sri Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Karena kamu memang papaku!

Kalau biasanya hari lahir disambut dengan bahagia oleh orang yang bersangkutan, tapi beda halnya dengan Ardan. Adanya gurat kebahagiaan sama sekali tidak nampak di wajah pria tampan yang hari ini genap berusi 35 tahun itu.

Ardan bangun dari tidurnya dengan lesu, dan beranjak menuju kamar mandi, untuk membersihkan tubuhnya. Sudah dua bulan ini, Ardan merasa malas untuk melakukan peregangan otot di balkon kamarnya, karena pemandangan indah yang selalu dia lihat dari arah paviliun yang ditempati Amanda dan anaknya, tidak ada.

Setelah 30 menit berselang, Ardan keluar dari dalam kamar mandi, dan langsung berganti pakaian dengan atasan kaos oblong berwarna hitam dan bawahan celana jeans, karena hari ini kebetulan weekend dan dia berencana akan berkunjung ke rumah sakit saja hari ini.

"Selamat ulang tahun, putra mama yang gak laku-laku!" seru Amara, wanita yang sudah melahirkan Ardan dengan wajah yang berbinar, ketika Ardan baru saja membuka pintu kamarnya.

"Haish,Mama! aku bukan anak kecil lagi, ngapain sih pakai kasih-kasih kejutan segala," respon Ardan, bukannya membuat mama Amara cemberut, justru semakin mengembangkan senyumnya.

"Selagi, kamu belum menikah, kamu masih anak kecil buat, Mama." Amara mencubit pipi Ardan dengan gemas. Sedangkan Ardan hanya mendengkus, dengan wajah yang ditekuk. Kemudian Ardan mengayunkan kakinya, berjalan menuruni anak tangga, disusul oleh Amara dari belakang.

"Kebetulan hari ini, mama juga lagi sangat bahagia, karena sesuai perjanjian, anak mama akan mengakhiri masa lajangnya di usia 35 tahun. Wih, mama gak sabar lagi punya menantu, membayangkannya saja sudah buat mama bahagia, apalagi kalau sudah benar terjadi, kebahagiaan mama pasti berlipat ganda!" Amara masih tetap berceloteh dengan gembira, tidak perduli dengan wajah masam yang ditunjukkan putranya.

"Aku pamit dulu ya, Ma. Aku mau ke rumah sakit dulu, mau jenguk Anin. Nanti Ardan akan sarapan di luar saja." Ardan mengayunkan langkahnya, berjalan untuk keluar dari rumah.

"Mau jenguk Anin, atau mau lihat Amanda?" celetuk suara seorang laki-laki dari balik sofa yang membuat langkah Ardan sontak terhenti.

Ardan memutar tubuhnya kembali, menatap laki-laki yang merupakan pahlawan baginya dan keluarga, siapa lagi kalau bukan Rudi, papanya

"Apaan sih, Pah? aku memang mau lihat Anin kok!" bantah Ardan.

"Lihat Anin, sekalian lihat Amanda kan?" Rudi tetap bersikukuh, meyakini dugaannya.

"Terserah papa deh mau bilang apa, sekarang Ardan mau pergi dulu. Ardan pamit ya,Pa."

"Kami jangan pergi dulu! kamu duduk dulu, ada yang papa dan mama mau bicarakan." titah Rudi sambil menunjuk sofa yang ada di depannya.

Ardan yang hendak melanjutkan langkahnya pun terhenti seketika. Ardan menghela napasnya, ingin menolak tapi sama seperti dirinya, papanya juga tidak suka dengan yang namanya penolakan. Akhirnya, dengan langkah gontai Ardan melangkah kembali ke arah sofa dan mendaratkan tubuhnya, di tempat yang ditunjuk oleh Rudi.

"Papa dan mama hanya mau menuntut janji kamu. Kalau kamu akan menerima siapapun Yang akan kami jodohkan denganmu, kalau kamu belum menemukan wanita yang bisa membuatmu jatuh cinta. Jadi, apa sekarang kamu sudah siap memenuhi janjimu?" Rudi yang tidak suka basa-basi langsung berbicara ke inti, dan Ardan sudah menduga sebelumnya, kalau papa dan mamanya pasti akan membicarakan ini.

Ardan diam sejenak, mengatur napas dan berpikir untuk menjawab apa atas pertanyaan papanya. Ardan memejamkan matanya sekilas, setelah itu diapun menghembuskan napasnya ke udara dengan hembusan yang cukup panjang.

"Hmm, Ma, Pa, Ardan ingin berterus terang sekarang. Aku harap Papa dan Mama, bisa menerima dengan baik apa yang akan aku bicarakan. Sebenarnya ... sebenarnya aku sudah menemukan wanita yang bisa membuatku jatuh cinta. Awalnya aku tidak yakin kalau aku sudah jatuh cinta padanya. Tapi sekarang aku sudah benar-benar yakin dengan perasaan yang aku miliki. Aku___"

"Apa wanita itu Amanda?" Rudi langsung menyela ucapan Ardan, dengan mata yang menatap tajam ke arah Ardan.

"Bagaimana,Papa bisa tahu?" ekor mata Ardan naik ke atas, menatap curiga ke arah papanya.

"Kamu itu putra kami, jadi segala gerak-gerikmu , dengan caramu memperlakukan Amanda, kami bisa tahu, kalau kamu memiliki perasaan lebih dan tak bisa padanya." Amara buka suara menanggapi Ardan.

"Jadi apa papa dan mama setuju jika Amanda yang jadi menantu di rumah ini?" tanya Ardan dengan tatapan penuh harap.

"Tidak!" sahut Rudi, lugas dan tegas.

"Tapi kenapa, Pa? apa karena dia seorang janda dan sudah punya anak?" suara Ardan mulai meninggi.

"Iya! Papa dan mama tidak keberatan kalau kamu menikah dengan wanita dari kalangan manapun, tapi bukan dengan janda. Kamu baru akan menikah di usia lebih dari matang, dan ternyata yang kamu nikahi juga seorang janda, apa menurutmu itu baik buat reputasi perusahaan? Kamu akan jadi bahan gunjingan orang. Bukan kamu saja, mama dan papa juga akan terkena imbas gunjingan orang." jelas Amara panjang lebar tanpa jeda.

"Tapi kenapa mama dan papa tiba-tiba harus perduli dengan kata-kata orang? apa bedanya, aku menikah dengan kalangan biasa dengan seorang janda? toh hasil akhirnya juga akan jadi bahan gunjingan orang kan?" suara Ardan terdengar memprotes alasan yang diutarakan oleh mamanya.

"Bagi mama dan papa tetap beda." kali ini Rudi yang bersuara.

"Bagiku tidak ada bedanya sama sekali, tapi ada persamaannya. 'Sama-sama akan hilang seiring waktu'. Kita hanya perlu menebalkan telinga saja. Kan gak mungkin, orang-orang akan membicarakannya sepanjang waktu?" ucap Ardan lugas.

"Jadi, kamu mau tetap menjadikan Amanda istrimu?" tanya Amara, memastikan dan dijawab dengan anggukan pasti tanpa keragu-raguan dari Ardan.

"Baiklah!

Ardan sontak berdiri dengan senyum yang mengembang sempurna, mendengar ucapan Amara.

"Jadi, Papa dan mama menyetujuinya?" desak Ardan, memastikan.

"Kami memang mengatakan baiklah, tapi ada konsekuensi yang haru kamu terima. Kamu boleh saja menjadikan Amanda istrimu, tapi kamu harus rela kehilangan hak waris kamu sebagai pewaris dari Bagaskara company."

Ucapan yang baru saja keluar dari mulut Rudi papanya, sangat mengejutkan, seperti adanya petir di panas terik, tanpa adanya hujan dan angin.

"Kalau itu maunya Papa dan Mama, ok, Ardan terima! Ardan tidak perduli, kalau Ardan akan kehilangan kemewahan ini."

Rudi dan Amara saling silang pandang dan hanya mereka berdualah yang mengerti makna tatapan yang terlihat di manik mata mereka berdua.

"Kamu tidak perduli, apa menurutmu, Amanda juga tidak perduli? Papa yakin kalau Amanda pasti akan lebih memilih tidak mau menikah denganmu, daripada harus kehilangan donatur untuk pengobatan putrinya." sudut bibir Rudi, tertarik ke atas, membentuk senyuman yang sinis.

Ardan berdiri dengan tangan yang terkepal kencang. Jangkunnya terlihat sudah turun naik berusaha menahan amarah yang sudah sampai ke ubun-ubunnya.

"Jangan bilang, Papa dan Mama juga akan menghentikan biaya pengobatan Anin, jika tetap nekad menikahi Amanda?"

"Cerdas! kamu akhirnya mengerti dengan maksud mama dan papa. Jadi sekarang semua keputusan ada di tanganmu. Bagaimana? apa kamu masih mau menjadikan Amanda istrimu?" nada ucapan Rudi terdengar lembut, tapi terdengar mengintimidasi.

Ardan terdiam untuk beberapa saat, dengan mata yang menerawang, berpikir apa tindakan dia selanjutnya.

"Baiklah! aku tidak akan menikahi Amanda. Tapi bukan karena aku takut kehilangan hak waris, aku hanya tidak mau papa dan mama menghentikan biaya pengobatan Anin. Karena aku tahu, kalau aku sudah tidak punya apa-apa, aku sudah tidak bisa membantu biaya pengobatan Anin, dan itu artinya, Amanda juga tidak akan bahagia." ucap Ardan, mantap tapi terdengar lirih.

Brak ....

Rudi berdiri sambil menggebrak meja. Sedangkan bibir Amara terulas senyuman yang sukar untuk dibaca, makna senyumannya.

"Selamat! kamu lolos tantangan!dan anggaplah ini, olah raga jantung di hari ulang tahunmu."

Ucapan Rudi terasa ambigu di telinga Ardan, sehinga menimbulkan kerutan di kening pria tampan itu.

"Apa maksud , Mama dan Papa?"

"Kami hanya menguji kamu, Sayang! Ternyata kamu benar-benar mencintai Amanda, dan rela berkorban demi kebahagiaan Amanda. Seandainya kamu belum menemukan wanita yang kamu cintai di usia kamu yang 35 tahun ini, papa dan mama justru ingin menjodohkan mu dengan Amanda."

Jawaban yang diberikan Amara, mamanya membuat Ardan 'speechless'. Tapi, binar di wajahnya, tidak bisa menutupi rasa bahagianya.

"Terima kasih, Ma, Pa! " Ardan berdiri dan beranjak untuk memeluk kedua orangtuanya.

"Sekarang kamu baiknya segera ke rumah sakit! temui dua bidadarimu. Sekalian ajak Aby ke sana!" ucap Rudi sembari menepuk pundak Ardan dengan lembut

"Tapi, kata bibi, Aby dari tadi sudah keluar dari rumah, pah." ucap Amara, menyuhuti suaminya.

"Keluar? kemana? bukannya ini hari Sabtu? dan sekolahnya libur kan?" Ardan mengrenyitkan keningnya.

"Entah! kata bibi, tadi dia terburu- buru, dan dia minta Pak Joko yang mengantarnya. Aby belakangan ini memang bertingkah aneh."

"Papa Ardannn!" terdengar teriakan dari arah pintu masuk. Dan suara itu, adalah suara yang baru saja mereka bicarakan. Yang membuat Ardan dan kedua orangtuanya bingung, kenapa bocah itu, berteriak memanggilnya 'papa'. Karena selama ini, Aby sama sekali tidak pernah memanggilnya papa.

"Papa? kenapa kamu memanggil aku papa?" bingung, Ardan.

"Karena kamu memang papaku!" tegas Aby

Tbc

Jangan lupa dukungannya ya gais. Like, vote dan komen. Thank you🙏

1
Mazree Gati
masa bocah di suruh nungguin orang sakit biasanya jengguk aja ga boleh,,,pingin ngakak takut keselek
Anonymous
ok
Ahsin
suka iri kebahagian orang dasar ulat bulu
Ahsin
dasar 😅😅😅🤣
IndraAsya
👣👣👣
Ahsin
🤣🤣🤣🤣
Ahsin
🤣🤣🤣
Ahsin
mampus sahabat bangke... Krn sft irimu yg akan menjatuhknmu
Indah Setyorini
Luar biasa
nnk pw
pernah kyk cantika. bangun2 langsung mukul 🤣
Jasmine Dwielfiza
asem lagi makan smbil baca ini biat ngakak smpe keselel tulang ceker ayam 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤭🤭
Kecombrang
🤦‍♂️😂
Jasmine Dwielfiza
aku jg suka pusing Thor .anakku klo liat fto mama nya nikah ,bilang kenapa aku gak ada di fto kenapa aku gak diajak nikahan mama ,
dan satu lagi dia suka bilang kok mama selalu pergi sama aa aku nya mana gak diajak ,aku jawab aja Msih di perut,🤣🤣kan ikut jg..pusing makin panjang klo gak di jawab makin pusing
Mia Amilia
seru dech lanjut Thor /Shhh/
Kecombrang
😱
Khoerun Nisa
lagian kmn aja situ yg tau duluan tp ngasih kbr nya belakangan hah syg bgt kmu tor pake visual Rio dgn idola ku GK cocok bgt oon
Khoerun Nisa
kurang greget cara menyampaikan nya JD kedengaran nya biasa aja GK deg degan klu mereka ayah anak
Khoerun Nisa
novel nya trlalu santai..trbukti udh tau kbnrannya bknnya lngsung kasih tau eh malah leha2 GK tau klu nyawa anak itu kritis itulah aku kurang suka novel mu intinya kurang tegas dlm setiap masalah JD kesan nya TDK serius
Agustin Br
Kecewa
Agustin Br
Buruk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!