NovelToon NovelToon
Benang Merah Yang Berdarah

Benang Merah Yang Berdarah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Selingkuh / Penyesalan Suami / Psikopat itu cintaku / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Phida Lee

Blurb:

Mia meyakini bahwa pernikahan mereka dilandasi karena cinta, bukan sekadar perjodohan. Christopher mencintainya, dan ia pun menyerahkan segalanya demi pria itu.

Namun setelah mereka menikah, sikap Chris telah berubah. Kata-katanya begitu menyakitkan, tangannya meninggalkan luka, dan hatinya... bukan lagi milik Mia.

Christopher membawa orang ketiga ke dalam pernikahan mereka.

Meski terasa hancur, Mia tetap terus bertahan di sisinya. Ia percaya cinta mereka masih bisa diselamatkan.

Tapi, sampai kapan ia harus memperjuangkan seseorang yang terus memilih untuk menghancurkanmu?


Note: Remake dari salah satu karya milik @thatstalkergurl

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phida Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

Musik klasik mengalun lembut dari balik pilar-pilar tinggi yang berjajar di sepanjang aula utama. Dan juga lampu gantung kristal berkilauan di langit-langit, menciptakan cahaya keemasan yang menari di atas kepala para tamu. Malam itu, pesta ulang tahun Lee Christopher digelar dengan segala kemewahan yang bisa dibeli dengan uang.

Satu per satu tamu telah berdatangan dan memenuhi aula dengan tawa dan percakapan yang begitu hangat. Dan juga kilatan kamera dari para wartawan hiburan mewarnai suasana pesta itu, merekam setiap langkah para selebritas dan pemilik nama besar yang memasuki ruangan.

Di ujung tangga besar, Mia berdiri dengan ragu. Gaun biru muda yang menjuntai anggun hingga menyentuh lantai membuatnya tampak seperti lukisan hidup. Namun, ia merasa asing di dalamnya.

“Nona Mia, Anda terlihat luar biasa malam ini!” seru Bibi Im dengan senyuman lebar dan menghampirinya. “Warna biru muda itu benar-benar cocok dengan kulit Anda.”

Mia tersenyum kecil dan sedikit canggung. “Terima kasih, Bibi. Ini adalah pilihan dari Ibu Mertua.”

Bibi Im menepuk lengannya dengan lembut. “Itu pilihan yang sangat tepat. Anda akan menjadi pusat perhatian malam ini.”

Namun, saat Mia melangkah menuruni tangga, kenyataan tidak seindah kata-kata Bibi Im tadi. Wajah-wajah di sekelilingnya hanya meliriknya sekilas, lalu kembali tenggelam dalam percakapan dan gelak tawa masing-masing. Tidak ada satu pun yang menyambut atau menghampirinya.

Ia berhenti di tengah ruangan, kemudian matanya menyapu kerumunan. Terlihat banyak tokoh terkenal, aktor, pebisnis, hingga sosialita. Tetapi kehadirannya seperti udara, tampak terasa, namun tidak pernah terlihat.

"Aku bahkan tidak dianggap ada di sini,” batinnya, menahan perih di dadanya.

Beberapa orang disana mulai berbisik, cukup pelan tetapi tidak cukup jauh dari telinganya.

“Itu Mia, bukan? Dia menikah dengan Christopher hanya demi status...”

“Jelas sekali. Lihat saja, Christopher bahkan tidak pernah menggandengnya di depan umum.”

Mia menunduk. Jemarinya menggenggam erat sisi gaun sutranya. Matanya mulai memanas, ia mulai menangis dan napasnya pendek. Kemudian ia memutar tubuhnya, ingin segera meninggalkan keramaian itu.

Namun…

BRUK!

Tubuhnya menabrak seseorang.

“Maaf! Aku tidak sengaja—”

Ucapan itu terhenti saat ia mendongak dan mengenali wajah yang ada di depannya.

“Kak Jaeha? Kapan kau kembali?” tanyanya dengan suara yang tergetar antara lega dan terkejut.

Pria itu tersenyum dengan hangat, lalu mengulurkan tangannya untuk membantunya menyeimbangkan diri. “Beberapa hari yang lalu. Aku kembali untuk ulang taun Chris dan beberapa urusan lain.”

Kemudian tatapannya jatuh pada wajah Mia yang tampak pucat. “Kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat tidak segar.”

Mia memaksakan senyumannya. “Aku hanya merasa sedikit tidak enak badan. Aku akan naik ke atas sebentar untuk beristirahat.”

Jaeha mengangguk pelan. “Baiklah. Istirahatlah. Jangan terlalu memikirkan pesta ini. Aku bisa mengurus sisanya.”

Mia mengangguk dan perlahan berjalan menjauh, satu tangannya memegang perutnya yang terasa nyeri.

Jaeha menatap kepergiannya sejenak, sebelum akhirnya membalikkan badan. Ia mengambil segelas anggur merah dari nampan seorang pelayan, lalu berdiri tegak di pinggiran ruangan, dan mengamati kerumunan.

Aula semakin ramai. Setiap orang datang membawa tujuan: kekuasaan, reputasi, atau hanya ingin terlihat berada di antara mereka yang penting. Tetapi bagi Jaeha, dunia sosial semacam ini hanya dipenuhi oleh topeng.

Di seberang ruangan, seorang pria berdiri sendirian. Ia mengenakan setelan abu-abu tua, kacamatanya tipis bulat, dan ekspresinya terlihat tenang. Sorot matanya tajam, seperti sedang mengamati setiap detail di sekitarnya.

Kemudian tatapan mereka bertemu.

Tidak ada kata apapun yang terucap diantara mereka. Tetapi dalam saling anggukan dan gelas yang terangkat, sudah tersirat kesepahaman yang sunyi.

Keriuhan di aula utama mendadak mereda. Kemudian tatapan para tamu serempak beralih ke arah tangga besar yang menjulang megah di tengah ruangan. Langkah sepatu kulit terdengar mantap, disusul dengan sosok pria berjas hitam yang tampak elegan yang menuruni anak tangga satu per satu.

Sorot mata pria itu tajam, ia tersenyum tipis. Namun karisma dalam setiap gerak tubuhnya cukup membuat suasana pesta terasa berubah seketika.

“Itu dia... Tuan Muda Lee Christopher,” bisik seorang tamu dengan nada terpukau.

“Daya tariknya memang luar biasa. Lihatlah, semua mata tertuju padanya,” sahut yang lain dengan nada penuh kekaguman.

Christopher akhirnya tiba. Dan, seperti telah ditakdirkan, pesta benar-benar dimulai.

Kerumunan kian memadat. Dan musik beralih menjadi alunan jazz lembut, menciptakan suasana eksklusif dan hangat. Christopher kini dikelilingi oleh para tamu penting, sebagian besar tokoh politik, pengusaha, dan selebritas papan atas. Gelas-gelas anggur terangkat, dan senyum basa-basi tersungging di bibir mereka.

“Selamat ulang tahun, Tuan Muda Chris. Semoga tahun ini membawa kesuksesan yang lebih besar lagi,” ucap seorang wanita paruh baya sembari menyodorkan gelas.

“Bersulang untuk kesehatan dan kejayaanmu!” sahut seorang pria tua yang berdiri tak jauh darinya.

Christopher hanya menanggapinya sekilas. Senyumnya tidak bertambah lebar, dan tatapannya tetap datar. Ia menerima gelas hanya dari mereka yang dikenalnya secara pribadi. Sisanya? Diabaikannya tanpa rasa bersalah sedikit pun.

“Dia sungguh orang yang pemilih, ya...” bisik seorang tamu wanita yang setengah kecewa.

“Memangnya kita ini tidak cukup layak untuk mendapat sapaan darinya?” timpal yang lain dengan nada sinis.

Di tengah keramaian itu, seorang pria muda dengan jas biru gelap mendekat sambil membawa dua gelas anggur. Langkahnya tenang, dan wajahnya menunjukkan ketenangan. Ia berdiri tepat di hadapan Christopher, lalu menyodorkan salah satu gelas itu.

“Selamat ulang tahun, Chris,” ucapnya datar namun mengandung makna. “Satu tahun lebih tua, satu tahun lebih keras kepala.”

Christopher mengambil gelas itu dan meneguknya habis tanpa berpikir panjang. Tatapannya segera menyapu ke ruangan.

“Kau sedang mencari Mia?” tanya Jaeha tiba-tiba, dengan mengangkat sebelah alisnya.

Christopher menoleh cepat, dan sedikit terkejut. “Apa?”

“Aku bertanya,” ulang Jaeha, kali ini menatap lurus ke mata Christopher, “apa kau sedang mencari istri kecilmu?”

Nada suara Jaeha tenang, namun menyisipkan sengatan tak kasat mata.

Christopher mendengus kesal. “Tentu saja. Berani sekali dia tidak hadir menyambut para tamuku. Ini pesta ulang tahunku!”

Ia mendesah, dan frustrasi. “Dia benar-benar semakin sombong sekarang.”

Jaeha memutar gelas anggurnya perlahan. Suaranya tetap tenang, tapi mengandung tekanan yang tajam. “Dia sedang tidak enak badan. Tadi dia naik ke kamarnya untuk beristirahat.”

Christopher tertawa kecil, namun penuh dengan nada mengejek. “Oh, dia sakit lagi? Sejak kapan dia tidak sakit?”

Matanya menyipit. “Apa dia itu penyakit yang hidup? Yang bisa dia lakukan hanyalah... terus sakit sepanjang hari.”

Kalimat itu begitu menusuk. Dan sekeliling mereka mulai terdiam karena menyadari nada tinggi Christopher.

Jaeha menatap pria itu dengan dingin. Namun sebelum ia sempat membuka suara, langkah kaki lembut terdengar dari tangga utama. Semua kepala secara naluriah berbalik.

Dan di sanalah Mia.

Perempuan itu menuruni tangga dengan perlahan. Gaun biru muda yang membungkus tubuhnya tampak selaras dengan kulit pucatnya. Senyumnya samar, namun cukup untuk menyamarkan rasa sakit yang masih tertinggal di sudut matanya.

Jaeha menyikut lengan Christopher pelan. “Orang yang kau cari sudah ada di sini.” Ia tersenyum miring. “Jika kau memang suaminya, pergilah kesana dan bersulang dengannya.”

Tanpa menunggu jawaban, Jaeha berbalik dan berjalan menjauh, meninggalkan Christopher yang kini terpaku di tempat.

Sorot lampu mengguyur wajah Mia dari atas, mempertegas rona pucatnya yang tidak tersamarkan oleh riasan.

Dan di tengah semua keramaian itu, hanya mata Christopher yang tidak bisa berpaling. Matanya membelalak tanpa sadar, seolah waktu melambat untuk sesaat.

Sosok itu berjalan mendekatinya, begitu terlihat anggun dalam balutan gaun biru muda yang jatuh lembut mengikuti lekuk tubuhnya. Rambutnya sedikit dikeriting, membingkai wajahnya yang terlihat pucat namun tetap cantik dalam kesederhanaannya itu. Cahaya lampu menggantung di atas tangga memantulkan kilau halus dari gaunnya, membuatnya tampak seperti sosok dari mimpi yang terlalu rapuh untuk disentuh.

Mia.

Christopher terpaku ditempat.

Mia terlihat sangat indah. Elegan. Dan... berbeda dari biasanya.

Suasana di ruangan menjadi senyap tanpa aba-aba. Bisik-bisik kecil dari para tamu mengiringi langkah Mia yang perlahan mendekati suaminya.

Mia menghentikan langkahnya di hadapan Christopher. Tangan kirinya sedikit bergetar saat mengangkat gelas anggur.

"Selamat ulang tahun..." suaranya pelan dan terdengar gugup.

Dalam hati Mia, tatapan tajam Christopher itu seakan ingin menelannya hidup-hidup. Mia menunduk sedikit, dan menyembunyikan kecanggungan yang mendesak dari balik senyuman kecil yang ia paksakan.

Christopher tidak menjawabnya, dia hanya diam dan matanya tetap tertuju padanya bahkan tidak berkedip.

Dadanya terasa sesak, namun ia menelannya bulat-bulat. Wajahnya tetap kaku dan dingin seperti biasanya, namun sorot matanya penuh dengan pergolakan yang tidak terucapkan.

"Hm," gumamnya akhirnya dengan singkat dan acuh, sebelum mengambil gelas anggur dari tangan Mia.

Tanpa berkata sepatah kata pun, ia meneguk anggur itu dalam sekali minum. Sebuah tindakan simbolis yang seolah memperlihatkan bahwa ia menerima kehadiran istrinya di pesta itu, meskipun tanpa sambutan yang hangat.

Mia menunduk pelan. Tangannya mengepal diam-diam di sisi tubuhnya. Tahun ini sangat berbeda. Tidak seperti di tahun lalu, ketika Christopher menghilang dari pesta sebelum jam menunjukkan pukul sepuluh malam. Dan kini, ia tetap di sini. Meskipun ia tetap seperti tembok dingin yang tidak bisa ditembus.

"Aku... aku menyiapkan hadiah untukmu. Apakah... apakah kau bersedia menerimanya?" ucapnya pelan, hampir tidak terdengar di tengah gemuruh musik jazz yang lembut.

Christopher menoleh dengan cepat, dahinya mengernyit. "Apa?"

Tanpa menjawab, Mia menyodorkan sebuah kotak kecil yang ia ambil dari balik punggungnya. Kotaknya dibungkus rapi dengan kertas biru tua dan pita perak.

"Ini... jam tangan," katanya perlahan. "Dari merek yang kamu sukai."

Christopher menatap kotak itu. Ada keraguan dalam ekspresinya, jelas terlihat bahwa ia hampir menolaknya. Namun ia menyadari mata para tamu sedang menatap mereka.

Dengan helaan napas pelan, Christopher akhirnya mengulurkan tangannya dan mengambil kotak itu.

"Baiklah," ucapnya datar.

Mia mengembuskan napas lega, tidak mampu menyembunyikan degup jantungnya yang berdetak terlalu kencang.

Ia tahu, di balik sikap acuh itu, Christopher tidak benar-benar menolak. Ia tahu betul, pria itu selalu menunjukkan penolakannya secara terang-terangan bila memang tidak menginginkan sesuatu.

Dan hadiah itu... bukan sekadar hadiah biasa.

Di dalam kotak mungil tersebut, terbaring jam tangan yang ia pesan di jauh-jauh hari. Bukan untuk pesta ini, sebenarnya. Tapi untuk ulang tahun pernikahan mereka saat itu.

Dan bagian belakang jam itu diukir dengan hati-hati. Dan hanya satu kalimat kecil, nama sang suami: Christopher Lee, yang diukir dengan tangannya sendiri.

Diam-diam... masih ada harapan kecil yang Mia simpan di lubuk hatinya. Meski ia tahu, cinta yang ia berikan padanya mungkin tidak akan pernah kembali.

Mia baru saja hendak membuka mulut, ingin mengatakan sesuatu pada Christopher. Namun, sebelum sempat satu kata pun keluar, sebuah alunan piano mengalun dari arah panggung.

Nada-nada itu begitu jernih dan lembut. Menyapu ruangan dengan keheningan yang magis, dan menarik perhatian semua tamu tanpa peringatan.

“Ah! Musiknya telah dimulai!” seru salah satu tamu yang terdengar antusias.

“Wah, pianonya dimainkan secara langsung?” ujar tamu lain sambil menoleh ke arah panggung. “Sepertinya ada penampilan yang spesial.”

Riuh kecil mulai memenuhi aula pesta. Para tamu perlahan bergerak dan menuju suara yang mengundang rasa penasaran.

Christopher juga menoleh cepat. Kemudian matanya berbinar yang menyiratkan rasa ketertarikan. “Sudah dimulai…” gumamnya pendek.

Tanpa menunggu siapa pun, ia melangkah cepat, dan meninggalkan Mia yang masih berdiri di tempat. Ia bahkan tidak menoleh sekali pun.

Mia menatap punggungnya yang menjauh. Untuk sesaat, ia tidak tahu apakah harus menyusul atau tetap berdiri di tempat. Namun langkah kakinya mulai bergerak perlahan, dan mengikuti arah melodi yang mengalun semakin kuat.

Dan ketika ia tiba di aula utama, jantungnya seperti dihantam keras oleh kenyataan yang tidak pernah ia bayangkan.

Sebuah grand piano hitam berdiri megah di tengah ruangan. Dan di depannya, duduk seorang wanita dengan gaun satin yang mencolok, rambutnya tersanggul dengan rapi. Dari sudut pandang Mia, hanya punggung wanita itu yang terlihat.

Namun, nada demi nada dari piano itu menusuk seperti pisau yang dingin.

“Tidak mungkin…” bisik Mia pelan, matanya menyipit, dan mencoba menangkap detail gerakan tangan si pianis.

Melodi itu bukan melodi biasa. Itu adalah lagu ciptaannya. Musik yang ia simpan rapat-rapat. Lagu yang selama ini hanya dimainkan di dalam ruang pribadinya. Lagu yang ia persiapkan khusus sebagai hadiah ulang tahun Christopher.

“Kenapa… kenapa lagu ini bisa dimainkan di sini?” gumam Mia, suaranya tercekat.

Tangan pianis itu menari lembut di atas tuts, memainkan aransemen dengan presisi yang sempurna. Terlalu sempurna. Bahkan perubahan not kecil pun tidak ada.

Dan ketika lampu sorot perlahan menyinari wajah wanita itu…

Tubuh Mia seketika menegang.

Jantungnya seperti diremas.

Ahn Lusy.

Wanita yang seharusnya tidak ada di sini.

Wanita yang tanpa malu telah mencuri lebih dari sekadar suami Mia. Dan ia juga telah mencuri karya hatinya.

“Tidak...” desis Mia, matanya membelalak. “Itu musikku.”

Tangannya mengepal, tubuhnya bergeming. Di tengah keramaian tepuk tangan pelan dan tatapan para tamu yang terkesima, Mia merasa seolah dunia menertawakannya secara diam-diam.

Musik itu, yang seharusnya menjadi persembahan untuk Christopher, kini dimainkan oleh perempuan yang merusak rumah tangganya. Di hadapan Christopher, dan hadapan semua orang.

Seolah-olah Lusy lah penciptanya.

Mia merasa terasa sangat dikhianati, itu musik miliknya, dan yang paling menyakitkan adalah Christopher menatap Ahn Lusy dan tersenyum dengan tulus.

.

.

.

.

.

.

.

- 𝐓𝐁𝐂 -

1
partini
semoga hati kamu benar benar mati rasa untuk suami mu Mia,
partini
semoga kau cepat mati Mia
partini: mati rasa Thor sama cris bukan mati raga atau nyawa hilang ,,dia tuh terlalu cinta bahkan cinta buta
dan bikin cinta itu hilang tanpa bekas
Phida Lee: jangan dong, kasihan Mia :(
total 2 replies
partini
drama masih lanjut lah mungkin Sampai bab 80an so cris nikmati aja
Sammai
Mia bodooh
partini
oh may ,ini satu satunya karakter wanita yg menyeknya lunar binasa yg aku baca ,,dah crIs kasih racun aja Mia biar mati kan selesai
Phida Lee: nah bener tuh kak 😒
total 1 replies
partini
crIs suatu saat kamu tau yg sebenarnya pasti menyesal laki laki tergoblok buta ga bisa lihat
Mia Mia cinta butamu membuat dirimu terluka kamu jg sangat goblok ,, wanita kaya kamu tuh ga bisa move on ga bisa sukses terlalu myek2 kamu ,,so enjoy lah
Sammai
Mia terlalu bodoh kalau kau terus bertahan untuk tinggal di rumah itu lebih baik pergi sejauh jauhnya coba bangkit cari kebahagiaanmu sendiri
partini
dari sinopsis bikin nyesek ini cerita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!