NovelToon NovelToon
Pernikahan Kilat Zevanya

Pernikahan Kilat Zevanya

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Pernikahan Kilat
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Naaila Qaireen

Zevanya memiliki paras yang cantik turunan dari ibunya. Namun, hal tersebut membuat sang kekasih begitu terobsesi padanya hingga ingin memilikinya seutuhnya tanpa ikatan sakral. Terlebih status ibunya yang seorang wanita kupu-kupu malam, membuat pria itu tanpa sungkan pada Zevanya. Tidak ingin mengikuti jejak ibunya, Zevanya melarikan diri dari sang kekasih. Namun, naasnya malah membawa gadis itu ke dalam pernikahan kilat bersama pria yang tidak dikenalnya.

Bagaimana kisah pernikahan Zevanya? Lalu, bagaimana dengan kekasih yang terobsesi padanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naaila Qaireen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26

SELAMAT MEMBACA

Steven benar-benar terkesan dengan cara kerja Wira, tuan muda kedua keluarga Sanjaya. Pria itu tidak hanya cepat dalam mengambil keputusan, tetapi juga selalu punya strategi matang untuk setiap langkahnya. Salah satu kebiasaannya yang paling mencolok adalah bagaimana ia menangani akuisisi perusahaan yang hampir bangkrut.

Saat mendapat target akuisisi, Wira tidak langsung mengambil tindakan. Sebaliknya, ia meminta ia dan timnya untuk mengumpulkan informasi sedetail mungkin—bukan hanya soal keuangan dan operasional perusahaan, tetapi juga masalah internal, skandal tersembunyi, bahkan rekam jejak pribadi pemiliknya.

Awalnya, Steven mengira ini hanya akan membuang waktu. Toh, kalau perusahaan itu memang hampir bangkrut, negosiasi harga rendah pun seharusnya bisa dilakukan tanpa perlu menyelidiki hal-hal di luar bisnisnya. Tapi ternyata ia salah. Dengan mengetahui setiap kelemahan target, Wira punya kendali penuh dalam negosiasinya.

Seperti saat ini, ruang rapat lantai 15 Sanjaya Group terlihat mencekam bagi seorang pria paruh baya pemilik perusahaan yang hendak diakuisisi. Sedangkan Wira, duduk tenang dengan punggung bersandar santai pada kursinya. Tatapannya tajam, penuh perhitungan, namun ekspresinya tetap datar membuat pria paru baya itu gelisah.

“Jadi, Tuan Arman,” Wira membuka suara, suaranya tenang tetapi penuh tekanan halus. “Anda ingin menaikkan harga akuisisi hingga 40% dari penawaran awal?”

Tuan Arman menelan ludah, tetapi tetap mencoba mempertahankan ekspresi percaya diri. “Perusahaan saya masih memiliki banyak aset berharga, Tuan Wira. Saya rasa harga yang saya ajukan cukup masuk akal.”

Wira tersenyum tipis, lalu mengambil sebuah berkas dari meja. Ia membukanya dengan santai, seperti sedang membaca sesuatu yang sepele.

“Hmm… menarik sekali,” gumamnya. “Menurut laporan keuangan terakhir, ada sejumlah transaksi yang cukup… mencurigakan.”

Tuan Arman langsung menegang. Tangannya mengepal di atas meja, bingung kenapa rahasia yang ia sembunyikan dengan begitu rapinya bisa terendus dengan mudah. Jika pihak yang bersangkutan mengetahui, tentu akan menuntut.

“Dan, oh…” Wira mendekat lalu berbisik lirih, “Bagaimana jika istri Anda tahu sebagian besar dana tersebut masuk dalam rekening simpanan Anda. Coba tebak, bagaimana reaksi—“ Ia sengaja menggantungkan kalimatnya, membiarkan Tuan Arman menyimpulkan sendiri.

Tuan Arman mengusap wajahnya dengan tangan yang berkeringat, jika sampai hal tersebut terjadi dapat dipastikan dirinya akan menjadi gelandangan. Karena sejatinya semuanya adalah milik istrinya, belum lagi kesalahannya yang membuat perusahaan istrinya bangkrut. Tuan Arman semakin frustasi, tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Ia mengira tuan muda keduanya keluarga Sanjaya adalah sasaran empuk yang dapat ia kelabui karena baru saja terlibat urusan berbisnis. Namun ternyata, dirinya yang menjadi sasaran empuknya.

Suasana ruangan semakin tegang. Steven, yang duduk di sebelah Wira, hanya memperhatikan dengan penuh rasa kagum. Ia tahu sejak awal bahwa Wira tidak akan melakukan negosiasi biasa, tetapi cara pria itu memegang kendali atas situasi benar-benar luar biasa. Asisten itu meralat, ini bukan bekerja cerdas melainkan licik. Menggunakan kelemahan lawan untuk menekannya.

Tuan Arman menarik napas panjang, lalu menghela pelan. “Baiklah,” katanya akhirnya, suaranya terdengar lebih lemah dari sebelumnya. “Kita bisa kembali ke harga awal yang Anda tawarkan.”

Wira tersenyum tipis, lalu mengulurkan tangan. “Kesepakatan yang bagus.”

Dengan enggan, Tuan Arman menjabat tangan itu. Ia tahu, mulai hari ini, perusahaannya resmi menjadi bagian dari Sanjaya Group—dan ia tidak punya pilihan lain selain menerima kenyataan itu.

Selepas rapat dan Tuan Arman pergi, Steven berdecak kagum. “Anda sangat licik,” ujarnya.

Wira menyeringai, lalu berdiri seraya merapikan jasnya yang sedikit kusut. “Aku anggap itu sebagai pujian.”

Steven mengikutinya keluar dari ruangan rapat, ia akan sesekali melihat agenda Wira selanjutnya. Yang jam pulangnya telah ditetapkan oleh pria itu sendiri, tidak boleh lebih dari jam 5 sore. Makan Steven mengatur demikian, tidak lagi memaksanya pulang malam.

“Aku tidak ada agenda pertemuan makan siang kan?” tanya Wira sedikit menoleh ke belakang, langkahnya tegap menuju lift khusus petinggi.

“Untuk jam makan siang tidak ada, tetapi jam satu nanti ada pertemuan dengan beberapa klien dilanjutkan dengan rapat jam tiga nanti.” Jelas Steven memaparkan, Wira mengangguk mengerti.

“Kalau begitu aku akan makan siang di luar.” Setelah mengatakan itu, Wira memasuki lift dan Steven tidak lagi mengikutinya.

***

Wira mengedarkan pandangannya di dalam sebuah kafe yang terletak tepat di depan rumah sakit. Matanya segera menangkap sosok yang tengah melambaikan tangan ke arahnya. Ia pun melangkah mendekat ke meja tersebut.

“Woaah, sekarang udah kayak CEO muda, ya,” ujar pria yang melambaikan tangan sambil terkekeh, memperhatikan penampilan Wira yang rapi dengan setelan jas. Jauh berbeda dari biasanya, yang lebih sering tampil santai dengan kaos dan jeans.

Wira hanya mengangkat bahu, lalu duduk dan melepaskan satu kancing jas bagian bawah agar lebih leluasa. Tanpa basa-basi, tangannya langsung menyambar gelas minuman di atas meja dan meneguknya tanpa izin.

“Weh, bro! Itu minuman gue!” protes pria itu dengan ekspresi tak percaya, melihat minumannya yang belum tersentuh sama sekali kini perlahan habis tak bersisa. “Hais, kebiasaan lu.” Gerutunya kembali memanggil pelayan untuk memesan minuman baru.

Tanpa tersinggung sama sekali, Wira malah kembali mencomot kue kering yang ada di atas meja. “Saya juga pesan nasi goreng sama es teh, ya,” tambahnya pada pelayan yang bersiap pergi setelah mencatat pesanan teman sebangkunya.

“Jadi, ada urusan apa lu ngajak ketemuan?” tanya pria itu sambil melipat tangan di atas meja.

“Bentar Nat, gue nguyah dulu.” Wira menunjuk mulutnya yang penuh dengan kue.

Mata Nathan membulat, menarik makanannya yang semuanya di kuasai oleh Wira. “Habis makanan gue sama lu,” ia berdecak tidak habis pikir. Teman satu kosnya ini saat masa kuliah sama sekali tidak berubah.

“Tingkah lu memang nggak ada berubahnya, ya. Cari istri sana biar nggak slengean kaya gini.” Ujar Nathan menggelengkan kepalanya.

“Sudah punya,” jawab Wira kembali mencomot kue kering sebelum makanannya tiba.

“Hah!” mulut Nathan sampai ternganga akibat terkejut. Dan keterkejutannya berakhir ketika pelayan mengantarkan makanan.

Ketika pelayan pergi, pria itu memberondong temannya dengan pertanyaan. “Kapan? Kok nggak undang gue? Wahhh, lu keterlaluan!”

“Gimana mau undang, orang nikahnya aja kilat.” Keterkejutan Nathan ternyata tidak berakhir.

“Maksudnya gimana, nih?” tanyanya dengan raut wajah penasaran tingkat tinggi. “Cepet jelasin,” lanjutnya siap mendengarkan.

Wira berdecak, geli melihat reaksi berlebihan Nathan. “Ada ya, dokter psikolog yang kepo banget kayak lo,” sindirnya.

Nathan mendengus. “Namanya juga psikolog, bro. Rasa penasaran itu modal utama gue buat bisa memahami dan ngasih solusi ke pasien,” Nathan membela diri, walaupun memang jujur ia sangat penasaran dengan kisah hidup temannya ini yang sejak bertemu memang memiliki banyak drama.

Saat kos bersama, tiada hari tanpa keributan karena orang di depannya ini yang ternyata adalah anak orang kaya yang selalu di jemput bodyguard agar pulang ke istananya. Beh, kalau dirinya tanpa disuruh pun akan pulang dan menikmati kekayaan, ketimbang hidup sederhana di kos-kosan sempit.

“Nah, iya. Yang mau gue bicarakan sama lo, gimana jika seseorang secara tidak langsung trauma akan ciuman?”

1
Eliermswati
wah keren wira emng bnr klo dah d buang buat ap d pungut lg bkn rmh tangga jd berantakan
Karina Mustika
langsung nikah aja nih..
Naaila Qaireen: Hehehhe, iya kak😅
total 1 replies
Nazra Rufqa
Nunggu dari lama kak, akhirnya ada karya baru... moga sampe tamat ya.
Nazra Rufqa
Mampir kak thor/Smile/
Naaila Qaireen: Siap kak, moga suka🤗
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!