London, sebuah tempat yang menyisakan kenangan termanis dalam hidup Orion Brox. Dalam satu hari di musim panas, ia menghabiskan waktu bersama gadis cantik yang tak ia ketahui namanya. Namun, rupa dan tutur sapanya melekat kuat dalam ingatan Orion, menjelma rindu yang tak luntur dalam beberapa tahun berlalu.
Akan tetapi, dunia seakan mengajak bercanda. Jalan dan langkah yang digariskan takdir mempertemukan mereka dalam titik yang berseberangan. Taraliza Morvion, gadis musim panas yang menjadi tambatan hati Orion, hadir kembali sebagai sosok yang nyaris tak bisa dimiliki.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gresya Salsabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
One Day In London 26
Sejak saat itu, Orion menjadi pribadi yang lebih gila bekerja. Hari-harinya dihabiskan di kantor, bahkan tak jarang pulang sampai larut malam.
Riu tak bisa menegur. Ia paham kalau saat ini Orion memang butuh pelarian untuk melupakan Tara, dan mungkin pelarian terbaik baginya adalah bekerja.
Bagi Riu memang serba salah. Orion dan Olliver sama-sama putranya, tak mungkin membela salah satu dan menyakiti yang lain. Jadi, dia hanya bisa mengikuti alur yang sudah ada. Dari awal Tara sudah menjadi kekasih Olliver, sampai akhir pun biarkan seperti itu.
Namun, dalam satu minggu yang telah berlalu ini, bukan hanya Orion yang sibuk dengan pekerjaan, melainkan juga Olliver. Sama seperti Orion, Olliver juga kerap pulang larut, bahkan sudah beberapa kali melewatkan makan malam bersama. Katanya, akhir-akhir ini restoran sangat sibuk. Terlebih lagi ada satu karyawan yang tiba-tiba resign. Jadi mau tidak mau Olliver sendiri ikut turun tangan.
Seperti pagi ini, belum genap jam tujuh, Olliver sudah tiba di restoran. Bahkan, karyawannya saja belum ada yang tiba. Di dalam bangunan yang masih sunyi itu, Olliver langsung masuk ke ruangan pribadinya. Dalam beberapa detik dia hanya diam sambil mengisap rokok. Tatapannya terarah ke mana-mana, tetapi tidak ada satu objek pun yang masuk dalam otak. Lewat begitu saja, tanpa meninggalkan jejak.
"Ahh." Olliver menarik napas panjang, lantas mengembuskannya dengan kasar. Ia ulangi berulang kali, seolah-olah ingin mengembuskan serta sebuah beban yang begitu berat dan membuat penat.
Setelah puas berdiam diri, Olliver mengambil ponsel di saku celananya. Gerakan tangannya kali ini pun agak malas, seperti enggan tetapi terpaksa melakukannya.
Sejenak, pandangan Olliver tertuju intens pada satu nama yang menempati riwayat panggilan teratas. 'Tara Sayang', begitulah ia menamai kontak tersebut. Dari pertama kenal, nama itulah yang dia pakai, sampai akhirnya Tara benar-benar menjadi sayang-nya.
Dengan perasaan yang masih sulit dijabarkan, Olliver mulai menelepon Tara. Tak membutuhkan waktu lama, panggilannya langsung dijawab oleh sang kekasih.
Suara Tara tetap merdu, seperti biasa. Namun, kehangatan yang dibawa serta yang kini sedikit berbeda.
"Aku baru make up-an di kamar, hari ini agak senggang di kantor. Kamu sendiri, udah siap-siap ke restoran belum?" tanya Tara.
"Aku udah di restoran, Sayang."
"Sepagi ini?"
Olliver tersenyum masam seorang diri. "Iya, restoran lagi sibuk. Hari ini ada yang reservasi untuk acara, jadi udah siap-siap dari pagi."
"Mmm gitu."
"Iya." Olliver menarik napas panjang. "Oh ya, Sayang, aku ... boleh ngomong sesuatu?" sambungnya.
"Ya ngomong aja lah, kenapa sungkan gitu. Mau ngomong apa sih memangnya?"
Mendengar Tara menjawab sambil tertawa kecil, Olliver ikut tersenyum meski agak kaku.
"Soal fitting baju dan prewedding yang kita agendakan tiga hari lagi," ucap Olliver sesaat kemudian.
Dari rencana awal, pesta akan dilangsungkan di dua tempat. Yang pertama di tempat Olliver, dan yang kedua di tempat Tara. Setelah itu bulan madu ke luar negeri, kemudian pulangnya langsung ikut ke tempat Olliver. Bukan ke rumah utama keluarga Brox, melainkan ke rumah pribadi Olliver—yang mulai minggu lalu sudah dipersiapkan.
Karena pesta pertama dilangsungkan di tempat Olliver, maka foto prewedding pun akan dipersiapkan di sana. Begitu halnya dengan baju dan cincin pengantinnya, Olliver yang bertanggung jawab untuk itu, bahkan dia juga yang menanggung biaya perjalanan Tara lusa nanti.
Namun, itu baru rencana, realitanya ... entah.
"Kenapa dengan fitting baju dan prewed kita? Apa ada masalah?" Tara bertanya dari seberang sana.
"Sebenarnya bukan masalah sih. Tapi ... mmm gini loh, besok dan beberapa hari ke depan, aku masih sibuk. Misalkan fitting baju dan prewed-nya kita undur minggu depan gimana? Kamu keberatan, nggak?"
"Ya nggak apa-apa. Kalau kamu memang masih sibuk, ya kita agendakan minggu depan aja. Masih ada cukup waktu kan sebelum hari H."
Mendengar jawaban Tara yang tanpa ada jeda terlebih dahulu, Olliver memejam sesaat. Lantas, setelah beberapa detik berlalu, dia kembali bicara.
"Ya udah, kalau gitu kamu ke sini minggu depan aja, Sayang. Nanti ... di sela-sela kesibukan mudah-mudahan bisa meluangkan waktu untuk mengurus berkas-berkasnya. Soalnya, dari kemarin aku masih sibuk, jadi belum sempat mengurus itu."
"Iya. Masih ada satu bulan penuh kok."
"Iya, Sayang. Ya udah kalau gitu aku kerja dulu ya, kamu nanti hati-hati kalau ke kantor. I love you, Sayang," kata Olliver, hendak mengakhiri teleponnya.
"I love you too."
Usai mendengar sahutan dari Tara, Olliver mematikan sambungan telepon dan kembali meletakkan ponselnya. Lantas, ia kembali diam dalam kesendirian dan kesunyian di ruangan itu.
Bersambung...
Apa ya yng di minta Orion
lanjut thor 🙏
Dan Tara prilaku mu mencerminkan hati yng sdng galau , kenapa juga harus mengingkari hati yng sebenarnya Tara
Orion kalau kamu benar cinta ke Tara terus lah perjuangkan.