Duda Dingin Jatuh Cinta Lagi

Gista pun memberikan alat alat menggambar pada Ziza dan Ruby yang sangat antusias menerimanya.

"Ziza dan Ruby bisa lihat lukisan lukisan tante kalo lagi ngga ada ide. Bisa juga lihat langit. Tante juga begitu, sih," senyum.Gista saat membimbing keduanya

"Sama, dong, tante. Aku juga suka lihat langit kalo lagi bingung mau gambar apa," tawa Ziza sangat ceria.

"Kita bisa cocok, dong, Ziza. Aku juga sama kayak kamu," sambung Ruby ngga mau kalah. Setelahnya Ruby pun tertawa. Begitu juga Gista.

"Kita, kan, udah berteman. Pasti cocoklah."

Sedangkan Kaysar yang sedang mengamati lukisan lukisan Gista jadi tersenyum.mendengar obrolan mereka.

Dia mengamati Gista.yang begitu sabar menghadapi kecerewetan kedua bocah kecil ini. Padahal biasanya Ziza sangat irit bicara dan minim ekspresi. Tapi saat ini ocehan dari bibirnya tumpah ruah tanpa henti. Gista pun melayaninya tanpa lelah.

Ziza dan Ruby pun ngga henti hentinya bertanya, cara Gista membuat lukisannya yang sangat bagus. Dengan sabar Gista mengajarinya.

Ngga lama kemudian Gista mendekati Kaysar setelah kedua bocil itu sudah menemukan ide menggambarnya dan sedang sangat serius membuatnya

"Mau minum apa? Ada es buah di kulkas," tawar Gista merasa ngga enak hati melihat Kaysar yang masih berdiri mengamati lukisan lukisannya. Dia merasa sudah agak lama mencuekin kehadiran Kaysar.

"Nanti saja."

Gista hanya mengangguk. Suasana terasa canggung. Gista menyesali kenapa harus berada dalam situasi seperti ini bersama Kaysar.

"Kalo kamu mau buat pameran, aku akan membantu," ucap Kaysar setelah melihat keterdiaman Gista

"Nggak usah. Aku hanya pelukis amatir."

"Tapi lukisan lukisan ini punya nilai jual tinggi," keukeuh Kaysar ngga mau dibantah.

Gista terdiam.

Apa iya?

Tapi saat Gista akan menyahut, laki laki itu sudah mengangkat telpon dan berjalan begitu saja meninggalkan Gista menuju balkon.

Mungkin telpon dari kekasihnya yang bernana Zara itu?

Gista hanya mengangkat bahu sambil duduk di tempat yang agak jauh dari kedua bocil itu yang sudah tenggelam dalam imajinasinya.

Lagi pula bukan urusannya.

Dia meraih ponselnya. Dan menatap foto yang tadi dikirimkan Ziza. Foto yang sempat membuatnya sport jantung.

Wajah keduanya akan diabadikannya di kertas gambarnya sementara ini berupa sketsa dulu agar lebih cepat selesai. Gista akan menghadiahkannya pada Ziza saat dia pulang nanti.

Sementara Kaysar terpaksa menjauh karena yang menelponnya si biang kerok, Eriel.

Begitu sudah sampai di balkon, Kaysar menggeser tombol accept, dan tawa yang menyebalkanlah yang terdengar.

Bukan hanya ada satu, tapi dua orang. Eriel dan Zayn.

"Yang otw ke mami baru Ziza," sela Eriel dalam gelaknya.

"Ngomong yang benar," ketus Kaysar..Dia yakin putrinya pasti sudah cerita dengan sahabat dan sepupu sepupu kecilnya. Dan para bocil laki laki itu pasti sudah memberitau daddy daddy mereka.

Balasan yang diterima Kaysar hanya gelak tawa yang makin keras, mengejeknya.

Hampir saja Kaysar memutuskan sambungan telponnya kalo tidak mendengar suara Zayn yang bicara.

"Besok.diajak aja Gista sama Ruby. Ziza pasti senang. Para istri pasti akan menyambutnya dengan senang juga. Calon ipar mereka."

"Enggaklah," tolak Kaysar.

Masih terlalu cepat, batinnya. Kemudian sepasang matanya melirik Gista yang tampak serius dengan alat lukisnya.

Aura gadis itu seolah memancar terang. Mungkin memang ini dunianya. Sama seperti putrinya.

Gadis ini ngga seperti gadis gadis lainnya yang sangat agresif mendekatinya.

Kesan yang Kaysar tangkap, Gista malah seperti ingin mengabaikan kehadirannya. Mungkin saat ini dia terpaksa mengundangnya karena Ziza.

Tapi terhadap Ziza, Gista sangat lembut dan sabar. Putrinya seperti nyaman saat bersamanya.

DEG

Netra keduanya saling bersinggungan.

Tapi gadis itu melengos membuat senyum miring tercetak di bibir Kaysar.

"Jangan sok jual mahal, Kay." Suara Eriel terdengar mengejeknya.

"Heh, sapi. Biar duda banyak yang antri," ketus Kaysar sombong. Dia berbicara fakta.

Kali ini terdengar dengusan Eriel dan Zayn meremehkan.

"Mana? Ngga ada yang pernah nyantol," balas Eriel lagi mencemooh

"Itu karena aku sangat selektif," pungkas Kaysar kesal.

Kali ini tawa keduanya semakin keras, memekakkan gendang telinga Kaysar. Saking kesalnya Kaysar pun memutusnya secara sepihak.

Dasar sahabat dan sepupu kurang ajar, makinya dalam hati.

Kemudian dia berjalan mendekati kedua anak kecil perempuan itu. Melihat gambar yang mereka buat.

Bibir Kaysar berkedut.

Kemudian dia pun berjalan pelan ke arah Gista. Ingin tau apa yang sedang dia lukis.

Tapi gadis itu menyadari kehadirannya. Dia menutup lukisannya dengan wajah merona.

"Kenapa ngga boleh dilihat?" protes Kaysar.

"Nanti aja kalo udah selesai," tolak Gista kikuk. Dia jadi canggung karena posisi berdiri Kaysar sangat dekat dengannya. Harum tubuh laki laki ini mengganggu konsentrasinya.

"Oke." Kaysar ngga memaksa. Dia pun duduk di dekat Gista hingga gadis itu jadi mengurungkan niatnya untuk melanjutkan melukisnya.

"Aku mengganggu?" tanya Kaysar ketika melihat Gista belum menggerakkan pensil lukisnya.

"Enggak." Selagi Gista ragu, Kaysar melihat foto yang ada di layar ponsel di tangan gadis itu.

"Kamu mau gambar foto yang Ziza jepret tadi, ya?"

Wajah Gista merona. Untuk menyembunyikan rasa malunya, dia pun membuka lukisan yang dia kerjakan.

Kaysar menatap takjub. Baru sebentar dia tinggalkaan, tapi lukisan di.foto itu hampir selesai dikerjakan. Gadis ini memang berbakat.

"Bisa tambahkan satu orang lagi sana?" cetus Kaysar sambil menatap.Gista tajam.

"Siapa.yang mau ditambahkan?"

Ooh, mungkin mendiang mama Ziza, ya? Pikir Gista. Ngga ada masalah kalo ada fotonya

"Kamu," senyum Kaysar samar.

"Aku?" Gista bingung sekaligus tambah deg degan.

"Becanda," kekeh Kaysar.

"Oooh....." Wajah Gista datar

Dasar, padahal.tadi sempat melayang, umpat Gista membatin kesal.

Kini tanpa sungkan lagi Gista meneruskan lukisannya.

Kaysar masih tersenyum menatap wajah acuh Gista.

Hampir tiga jam Ziza dan Ruby melukis di studio Gista.