Tulisan ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Kaluna Seretha Ardianto atau yang akrab disapa Luna, seorang wanita berstatus dokter spesialis bedah syaraf di usianya yang sudah menginjak angka 34 tahun. Memiliki masa lalu dengan seorang laki-laki bernama Rajendra Prabu Wicaksono atau yang akrab disapa Rendra, putra sulung dari pemiliki sekaligus ketua dari Future Corporation. Wanita yang semula merasa tidak akan bisa dekat dengan laki-laki seperti Rendra suatu ketika pemikirannya berubah yang menjadikan hubungan mereka semakin berkembang hingga pada di tahap Kaluna meminta berpisah tanpa alasan yang jelas. Apa sebenarnya alasan Kaluna meminta pisah dari Rendra setelah hubungan yang sudah mereka jalani cukup lama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penulis_Baru15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Halo sayang..." Rendra membuka lebar kedua tangannya saat melihat Kaluna keluar dari rumah dua lantai miliknya.
Kaluna tidak merespon Rendra yang membuka tangannya untuk memeluk Kaluna, wanita itu justru melenggang masuk ke dalam mobil yang akan membawa Rendra ke bandara.
"Malah ditinggal..." gerutu Rendra saat Kaluna hanya melewatinya dan bergegas masuk ke mobil.
"Mas, ayo! Nanti kamu terlambat." Ucap Kaluna dari dalam mobil saat melihat Rendra yang masih belum bergerak dari tempatnya.
Rendra akhirnya mengalah dan memilih masuk ke dalam mobil dengan ekspresi kecewa.
"Kamu gak mau ikut?"
Kaluna menaikkan alis kanannya saat Rendra tiba-tiba berubah sedikit rebel.
"Nggak usah rebel deh mas. Kamu kesana itu kerja, bukan liburan." Ucapnya dengan ekspresi malas saat tahu kekasihnya tiba-tiba berubah menjadi manja.
"Kalau aku kangen gimana?"
Nada manja Rendra hanya diabaikan oleh Kaluna, sedangkan di bagian depan ada Ajeng dan juga Arya, dua manusia yang ada di sisi Kaluna dan Rendra selama 24 jam dalam 7 hari yang sedang menahan tawa melihat ulah sepasang sejoli yang ada di kursi penumpang.
"Ow iya, Antasena gimana?" Tanya Rendra tiba-tiba saat menyadari kalau dirinya belum menerim kabar tentang Antasena.
Kaluna mengangguk pelan. "Dia setuju mas." Ucap Kaluna kemudian. Rendra tersenyum tipis, tangannya meraih tangan Kaluna yang sedari tadi di biarkan bebas di atas pangkuan Kaluna.
"Sukses ya buat acaranya nanti. Jangan lupa makan! Mas gak mau kamu sakit."
"Iya mas iya, aku kan bukan anak kecil." Elak Kaluna dengan ekspresi kesal.
"Ajeng, Arya, selama saya pergi, saya mau kalian 24/7 di sampingnya Kaluna ya.."
"Nggak gitu juga dong mas." Protesnya tidak terima yang membuat Rendra menghentikan kalimatnya. Ekspresi bingung tergambar jelas di wajah Rendra saat Kaluna memotong kalimatnya.
"Aku bisa jaga diri sendiri, jadi kalau mas ada perlu sama aku ya bisa langsung telfon aja. Jangan ganggu mereka di luar jam kerja." Lanjut Kaluna menjelaskan.
"Tunggu, memangnya selama ini Ajeng gak pernah gitu malam-malam kamu mintain tolong atau apa gitu?"
Kaluna menggeleng. "Dia juga punya kehidupan pribadi mas, gak bisa dong 24 jam aku ganggu dia."
"Hmm.. Pantes Ajeng betah banget kerja sama kamu." Ucap Rendra dengan ekspresi sinis yang mendapat respon tawa kecil dari Ajeng.
"Terimakasih sudah memindahkan saya menjadi tangan kanan bu Kaluna." Ucap Ajeng dengan ekspresi bangga yang direspon oleh Rendra ekspresi sinis yang dibuat-buat.
"Udah ah kamu jangan julid mas." Ujar Kaluna yang juga diselingi tawa.
Rendra hanya tersenyum, tatapan matanya benar-benar tidak bisa lepas dari sosok Kaluna yang duduk di sisi kirinya.
Setelah perjalanan yang cukup padat, mobil yang mengantar Rendra akhirnya sampai di bandara. Lelaki itu turun dari mobil ditemani oleh Kaluna dan juga Ajeng beserta Arya.
Rendra menghela napas lalu merentangkan kedua tangannya.
"Peluk dulu.." pintanya manja kepada Kaluna yang berdiri di depannya.
Kaluna melirik sekilas ke arah Arya dan Ajeng yang sedang pura-pura tidak melihat Kaluna dan Rendra.
"Yank.." panggil Rendra manja saat Kaluna tidak mengindahkan permintaannya.
Kaluna membuang napasnya pelan lalu memeluk Rendra yang sedari tadi merentangkan kedua tangannya.
Kaluna melonggarkan pelukannya, kepalanya menengadah membuat matanya dan mata Rendra bisa saling bertemu.
"Baik-baik disana, jangan bertingkah!" Kaluna memberi peringatan dengan tatapan tajam yang justru membuat Rendra terkekeh pelan.
"Nggak akan. Kamu ya kamu, gak ada lainnya." Ucap Rendra membela diri sembari mengusap kepala Kaluna lembut.
Kaluna menghela napas lalu melepaskan pelukannya. Sebuah kecupan lembut dia dapatkan dari Rendra di keningnya. Kaluna tidak pernah suka saat harus berjauhan dengan Rendra, tetapi terkadang ada hal-hal di luar kendali mereka yang mengharuskan mereka menjalani hubungan jarak jauh.
Lambain tangan Rendra menjadi tanda awal perpisahan mereka untuk 30 hari kedepan. Kaluna yang mulai terbiasa melihat Rendra setiap hari ada di ruangannya, untuk 30, hari kedepan dia harus terbiasa hanya menemui kekasihnya melalui video call atau mungkin hanya sebuah pesan. Belum lagi perbedaan waktu yang sepertinya akan menjadi tantangan hubungan mereka sampai 30 hari kedepan.
...****************...
Hari berganti, Kaluna yang sedang sibuk dengan persiapan acara dan juga Rendra yang sedang sibuk dengan pekerjaannya membuat mereka berdua hanya berkabar sesekali disaat benar-benar senggang.
"Presdir, untuk pemenang naskah yang dari luar kota akan tiba besok. Apakah besok kita akan langsung briefing?" Tanya Ajeng tiba-tiba yang sedari tadi tidak ada di dalam radius pandang Kaluna.
"Kamu ini darimana sih Jeng? Saya udah pusing dari tadi, kamunya malah baru muncul." Tanyanya dengan nada kesal yang hanya dijawab dengan senyum canggung oleh Ajeng.
"Semua sudah beres Presdir." Ucapnya lembut coba menenangkan Kaluna. Ajeng memberikan tab miliknya, ditunjukkannyalah video yang dia ambil di ruangan yang akan menjadi tempat acara besok lusa.
"Untuk pendaftaran peserta, hari ini sudah kita tutup karena sudah sesuai kuota. Tapi, ada masalah lain Presdir."
Kaluna mengarahkan pandangannya ke arah Ajeng yang menatapnya dengan ekspresi ragu.
"Masalah apa?"
Ajeng menatap Kaluna dengan tatapan ragu yang membuat Kaluna menatapnya dengan sorot mata penuh intimidasi.
"Masalah apa Jeng?" Lagi Kaluna mempertegas pertanyaannya.
Dengan sorot mata ragu, Ajeng berusaha menyampaikan keraguannya.
"Jadi, masih ada sekitar 350an orang yang berminat untuk ikut acara kita besok lusa. Tapi masalahnya, slot kita sudah penuh Presdir. Apa kita perlu mencari venue yang lebih besar? Atau bagaimana?"
Kaluna diam, seketika otaknya berpikir dengan cepat untuk mencari jalan keluar dari masalah yang ada.
"Telepon Antasena sekarang! Bujuk supaya dia mau menjadi pembicara selama 2 hari berturut-turut."
Ajeng menghela napas frustasi. "Presdir, Antasena tidak akan mau menjadi bintang tamu selama 2 hari berturut-turut dengan harga yang menjadi kesepakatan sekarang." jelasnya dengan ekspresi khawatir karena Ajeng yakin benar Antasena akan menolak.
"Coba saja dulu. Kalau dia menolak, katakan padaku, biar aku sendiri yang bicara padanya."
Kali ini Ajeng kalah, tidak ada lagi pembelaan yang bisa dia katakan untuk mendebat permintaan bosnya.
"Kalau Antasena setuju Presdir?"
Kaluna melirik Ajeng yang berdiri di sisi kanannya. "Kalau dia setuju, hari ini juga kita buka untuk hari kedua." Jelasnya tegas yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Ajeng.
"Saya permisi dulu Presdir, mau menghubungi Antasena."
Kaluna meresponnya dengan anggukan. Dalam hatinya dia juga tidak yakin kalau Antasena akan menerima permintaannya. Tetapi bagi Kaluna, mencoba lalu gagal itu jauh lebih baik daripada tidak mencoba dan penasaran dengan hasilnya.
makasih thor, tetap semangat
Btw Masrenndd lama amattt dluarny😫