Seorang wanita mendatangi klinik bersalin di tengah malam buta. Wanita itu meringis menahan rasa sakit. Sepertinya dia ingin melahirkan.
Setelah mendapatkan pertolongan dari Bidan, kini wanita itu menunggu jalan lahir terbuka sempurna. Namun, siapa sangka ia akan di pertemukan oleh lelaki yang sengaja ia hindari selama ini.
"Lepas, Dok! Aku tidak butuh rasa kasihan darimu, tolong jangan pernah menyakiti hatiku lagi. Sekarang aku tak butuh pria pengecut sepertimu!" sentak wanita itu dengan mata memerah menahan agar air mata tak jatuh dihadapannya.
"Alia, aku mohon tolong maafkan aku," lirih lelaki yang berprofesi sebagai seorang Dokter di sebuah klinik bersalin tempat Alia melahirkan. Lelaki itu menatap dengan penuh harap. Namun, sepertinya hati wanita itu telah mati rasa sehingga tak terusik sedikitpun oleh kata-kata menghibanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menemani Hendra
"Kamu mau apa?" tanya Resha yang sudah berdiri dibelakang Nova.
"Ah ng-nggak, aku cuma mau ajak Alia duduk di pinggir kolam sembari bermain air," jawab Nova dengan gugup.
"Resha, dia tarik-tarik aku. Aku tidak mau ikut denganmu!" bentak Alia menatap kesal pada Nova.
"Ah baiklah baiklah, Alia, kalau begitu aku masuk dulu ya." Nova segera beranjak meninggalkan mereka.
"Alia, kamu tidak apa-apa 'kan?" tanya Resha memastikan bahwa wanita itu tidak menyakiti Alia.
Alia hanya menggelengkan kepala sembari duduk kembali. "Jahat!" ucapnya dengan wajah tertunduk.
"Siapa yang jahat Alia?" tanya Resha ikut duduk di sampingnya.
"Mereka," jawab Alia tak menyebutkan namanya.
Resha semakin menaruh curiga dengan mereka. Namun, ia belum punya bukti untuk membongkar kejahatan mereka.
"Yasudah, sekarang kita mulai kembali cerita ya. Kamu mau cerita apalagi?" tanya Resha yang sudah bersiap untuk kembali mencatat kata-kata yang keluar dari bibir Alia.
Banyak yang dikeluhkan oleh wanita cantik itu, yang utama tentang seputaran bayinya yang meninggal, tetapi ia masih berhalusinasi bahwa bayinya masih hidup.
Resha dengan sabar memberi pengertian dan berusaha untuk untuk mengeluarkan Alia dari keterpurukannya. Resha merasa senang karena Alia pelan-pelan dapat merespon ucapannya.
Sementara itu Hanan dan Hendra baru saja menyelesaikan jam praktek, duo dokter itu sudah bersiap untuk pulang.
"Jadi nebeng?" tanya Hanan saat mereka menyusuri lorong RS.
"Ya jadilah. Eh, Han. Kira-kira yang disukai oleh cewek itu apa ya?" tanya Hendra meminta pendapat sahabatnya.
Hanan menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa emangnya?" tanya Hanan balik bertanya.
"Ah payah kamu, aku nanya malah balik nanya," rutu Hendra mempercepat langkahnya.
"Aih, itu saja marah. Aku tahu apa yang disukai oleh cewek," ucap Hanan yang membuat langkah Hendra berhenti dan menoleh padanya.
"Apa?" tanya Hendra tak sabar.
"Perhiasan."
"Perhiasan?" tanya Hendra kurang yakin. Memang selama menikah dia belum pernah memberi Resha hadiah apapun. Maka dari itu rencananya hari ini ia ingin membelikan hadiah spesial untuk sang istri, dan bertepatan hari ini adalah genap pernikahan mereka yang ke tiga tahun.
"Iya, karena biasanya cewek paling suka diberi hadiah Perhiasan. Tapi masih banyak pilihan sih. Seperti, bunga, coklat, perhiasan, dan apalagi bunga Bank," kelakar Hanan.
"Yaudah aku beli semua yang kamu sebutkan," jawab Hendra kembali mengayunkan langkahnya.
"Wih paten kali ah," goda Hanan sembari mengejar langkah sahabatnya.
Hanan dan Hendra segera menunju sebuah toko perhiasan, maklum saja Hendra yang benar-benar mono ton dalam hubungan asmara maka ia butuh bantuan Hanan yang sebenarnya juga tak terlalu mahir dalam mengambil hati wanita.
Saat Hendra sedang memilih perhiasan yang cocok untuk Resha, Hanan tak mau kalah untuk mengamati benda-benda yang paling di gemari oleh kamu hawa. Hanan menangkap sepasang cincin kawin dengan permata yang menampilkan indah dipandang mata.
"Mas, saya ingin lihat cincin kawin itu," ucap Hanan sembari menunjuknya.
"Baik. Ini bagus banget, Mas. Permatanya terbuat dari diamond asli," jelas pemilik toko itu.
"Berapa ini?" tanya Hanan setelah memeriksa kondisi cincin kawin itu.
Pemilik toko perhiasan itu menyebutkan nominalnya. Tanpa berpikir lama Hanan segera membayarnya. Memang semenjak hubungannya membaik dengan kedua orangtuanya, Hanan kembali menerima barang-barang miliknya yang pernah diambil waktu dulu oleh sang Papa.
Ya meskipun sekarang Papa masih belum bisa menerima kehadiran Alia, tetapi ia yakin suatu saat Papa pasti akan luluh, yang terpenting Mama sudah bisa menerima Alia dan terlihat begitu baik.
Selesai dari toko perhiasan, kedua lelaki itu menuju toko kue. Hendra juga membeli sebuah kue tart untuk merayakan hari Annyversary mereka.
"Udah nih? Ada lagi yang ingin kamu beli?" tanya Hanan pada lelaki kaku itu.
"Ada," jawab Hendra yang membuat Hanan menggelengkan kepala.
"Apalagi?"
"Rose Flower," jawab Hendra sembari menaik turunkan halisnya.
"Sok romantis banget sih kamu," ejek Hanan.
"Mulai sekarang aku akan mengubah sikap dan caraku memperlakukan wanita," jawab Hendra dengan yakin.
"Awas, jangan terlalu menjadi lelaki romantis dan manis, bisa-bisa jatuhnya ke golongan buaya darat," sahut Hanan yang mendapat tatapan tajam dan pukulan di bahunya.
"Jahat banget ucapan kamu," ucap Hendra menatap kesal.
"Hahaha... Aku hanya mengingatkan agar kamu jangan terlalu manis."
Setelah selesai membeli segala yang di inginkan Hendra, kini Hanan kembali mengantarkan sahabatnya itu yang mendadak merepotkan dirinya. Karena mobil Hendra di bawa oleh Resha, maka Hendra harus nebeng dengan Hanan.
Saat sampai di kediaman Hendra, terlihat rumah itu masih sepi. Sepertinya Resha belum pulang.
"Sepertinya istriku belum pulang," ucap Hendra saat masuk kedalam rumahnya.
"Mungkin dia masih disana sedang asyik ngobrol dengan Alia," jawab Hanan.
"Yaudah, kamu tunggu aku dulu. Aku akan menjemputnya."
Hendra segera menaruh segala hadiah yang ia beli kedalam kamar, sepertinya ini kesempatan bagus untuk memberi kejutan pada istrinya.
Setelah selesai menaruh semua barang-barangnya, Hendra kembali ikut Hanan menuju kediamannya untuk menjemput sang istri.
Setibanya dirumah keluarga Bimo, kedua lelaki itu segera masuk, namun, mereka berpapasan dengan Nova yang hendak meninggalkan kediaman itu.
"Hai, Mas Hanan," sapa Nova dengan senyum manis.
"Hmm," jawab Hanan hanya gumaman. Ia meneruskan langkahnya tanpa minat untuk bicara apapun.
"Mas Hanan, tunggu!" ucap Nova meraih tangan Hanan.
"Ada apalagi, Nov?" tanya Hanan menatap malas.
"Mas, kamu kenapa bersikap seperti ini sama aku? Begitu bencikah padaku?" tanya Nova memasang wajah sedih.
"Nov, kamu tahu sendiri aku sudah menikah, dan sepertinya tidak ada lagi hal yang harus kita bicarakan. Aku harus menjaga perasaan istriku," jawab Hanan tegas.
"Oh begitu? Jadi kamu lebih mementingkan perasaan wanita gila itu daripada aku? Apa yang kurang dariku, sehingga kamu lebih memilih wanita gila..."
"Cukup, Nova! Berhenti mengatakan istriku gila. Inilah yang membedakan kamu dan Alia. Kamu tak mampu menjaga lisanmu dan bahkan tak mempunyai sedikit saja simpati sebagai sesama wanita saat melihat kondisi Alia!" bentak Hanan dengan suara tinggi.
"Ada apa Hanan?" tanya Bimo menghampiri mereka.
"Bilang pada wanita ini agar tak lagi mengganggu kehidupanku," jawab Hanan dengan tatapan amarah.
"Hanan, sudah. Ayo kita temui Alia." Hendra merangkul Hanan untuk meninggalkan Nova dan Bimo yang masih berdiri disana.
"Seharusnya kamu sebagai seorang lelaki juga harus bisa menjaga perasaan wanita. Apa salahnya kamu menjawab dengan baik pertanyaan Nova," sarkas Bimo yang membuat langkah Hanan kembali berhenti.
"Maaf, aku bukan sombong atau mengabaikan, tetapi aku hanya tidak ingin memberi harapan apapun pada wanita lain. Karena saat ini prioritasku hanya Alia," jawab Hanan yang membuat Bimo terdiam.
Bersambung....
Happy reading 🥰