Untuk membalaskan dendam keluarganya, Swan Xin menanggalkan pedangnya dan mengenakan jubah sutra. Menjadi selir di Istana Naga yang mematikan, misinya jelas: hancurkan mereka yang telah membantai klannya. Namun, di antara tiga pangeran yang berebut takhta, Pangeran Bungsu yang dingin, San Long, terus menghalangi jalannya. Ketika konspirasi kuno meledak menjadi kudeta berdarah, Swan Xin, putri Jendral Xin, yang tewas karena fitnah keji, harus memilih antara amarah masa lalu atau masa depan kekaisaran. Ia menyadari musuh terbesarnya mungkin adalah satu-satunya sekutu yang bisa menyelamatkan mereka semua.
Langkah mana yang akan Swan Xin pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Petaka di Arsip Timur.
San Long mencengkeram lengan Swan begitu erat, menariknya lebih jauh ke dalam ceruk gelap di balik lemari berukir. Udara di sana pengap dan berbau debu, tubuh Swan sepenuhnya tersandar pada dada bidang Pangeran itu. Ia nyaris tidak punya ruang untuk bernapas. Punggungnya yang menghadap lemari menegang karena antisipasi, setiap otot San Long yang menekannya terasa keras dan dingin.
“Kau siapa?” raung Kapten Penjaga dari ambang pintu yang rusak, suaranya dipenuhi ancaman dan amarah. Pedangnya diacungkan tinggi-tinggi. Cahaya obor yang bergoyang menciptakan bayangan San Long yang panjang dan menakutkan di seluruh ruangan.
San Long tidak panik. Ketenangan yang aneh menjalari suaranya. “Aku? Aku adalah Pangeran Bungsu San Long. Siapa yang mengizinkan kalian masuk ke paviliun ini tanpa izin?”
Kapten Penjaga itu tampak sedikit tersentak. “Y-Yang Mulia Pangeran? Hamba mohon ampun! Tapi hamba datang atas perintah Yang Mulia Pangeran Kedua, Zheng Long! Ada laporan bahwa Selir Xin…”
“Laporan omong kosong!” potong San Long tajam. Dia melangkah maju selangkah, menanggapi amarah sang kapten dengan otoritas yang lebih mencekik. Swan meringkuk di balik lemari, mendengar bunyi sepatu bot berlapis baja Pangeran itu berderak di atas lantai. “Selir Xin sudah tertidur pulas! Gak ada siapa pun di sini selain pelayan setia yang baru saja kau bangunkan paksa.”
Kapten Penjaga itu mencoba membela diri. “Tapi kami mendengar teriakan dan ribut-ribut. Dan pintu depan… hancur begini, Yang Mulia!”
“Kecelakaan kecil. Pelayan itu terjatuh dan merusak kunci pintunya,” kata San Long dingin. “Pikirkan baik-baik. Kalau memang ada pria lain di sini, apa aku akan berdiri dengan santai seperti ini?” Ia melipat tangannya di dada, posturnya mengintimidasi. “Kalian ini, disuruh cari kebenaran tapi hanya dengar gosip selir yang cemburu. Apakah Kapten berani melaporkan ini pada Ayahanda Kaisar? Bahwa kalian melanggar privasi Selir hanya karena mendengar bisik-bisik yang tidak berdasar?”
Kapten Penjaga itu membungkuk, wajahnya pucat pasi. Kekuasaan San Long mungkin rendah di istana, tapi dia tetap seorang Pangeran, dan tuduhan pelanggaran privasi selir bisa membuatnya dipecat.
“Tentu saja tidak, Yang Mulia,” jawabnya cepat. “Hamba minta maaf atas gangguan ini.”
“Minta maaf pada Selir Xin, bukan padaku.” San Long berjalan menuju pintu. “Kalian masuk. Dan sekarang kalian pergi. Bersihkan keributan yang sudah kalian buat dan jangan pernah ulangi lagi. Kalau tidak… aku pastikan laporan pengaduan ini langsung sampai di meja Kaisar.”
Ancaman itu berhasil. Dalam beberapa menit berikutnya, Swan mendengar suara gesekan dan gemerutuk, diikuti oleh Kapten Penjaga yang meneriaki anak buahnya. Kemudian, derap langkah kaki yang tergesa-gesa menghilang dari paviliun itu.
Swan tetap mematung di balik lemari, seluruh tubuhnya kaku karena adrenalin yang memudar. Bau jelaga, kayu cendana, dan bau maskulin yang dingin dari jubah San Long masih begitu dekat dengannya. Jeda singkat itu terasa seolah berjam-jam.
Akhirnya, kegelapan dan keheningan kembali total. Terdengar bunyi decitan kayu saat San Long kembali. Ia merogoh ke belakang lemari, menemukan Swan dalam gelap. Jari-jarinya yang kuat mencengkeram pergelangan tangan Swan, menariknya keluar.
Swan terhuyung, berhadapan langsung dengannya di dalam remang-remang ruangan. Matanya mencari matanya.
“Anda melatih dramanya dengan baik, Yang Mulia,” bisik Swan, nadanya penuh ketidakpercayaan yang rumit. “Kapten Penjaga itu tidak pernah menduga Anda akan membelanya.”
“Itu namanya mengalihkan fokus,” jawab San Long, suaranya kembali dingin dan tidak simpatik. Ia tidak menyembunyikan kelelahannya. “Mereka datang mencari pria penyusup yang datang diam-diam. Tidak akan pernah terpikir oleh mereka kalau penyusup itu justru salah satu dari kami. Taktik lama.” Ia menunjuk ke pintu yang hancur. “Dan lihat apa yang sudah kau timbulkan dengan rasa penasaranmu, Selir Xin.”
“Aku yang dituduh melahirkan kekacauan di istana!” bentak Swan pelan, amarah yang ditahan dari tadi meledak. “Pangeran Kedua yang menghancurkan pintuku!”
“Justru karena itulah,” desis San Long, wajahnya mendekat, matanya berkilat di bawah cahaya lentera redup, “Zheng Long tidak hanya datang atas laporan Xiao Ju. Dia datang untuk mencariku. Untuk mencari konfirmasi soal kegiatanku di luar istana, setelah aku katakan padamu untuk tidak mengikutiku. Dia melihatmu malam itu.”
Napas Swan tercekat. Dia benar. Taktik Selir Agung hanyalah permukaan, intrik Zheng Long jauh lebih tajam.
“Mereka menguji batasmu,” lanjut San Long, tangannya mencengkeram bahu Swan, genggaman yang terasa kuat dan menuntut. “Dan batas itu harus ditetapkan segera. Sebelum salah satu dari kita benar-benar mati konyol.”
“Lalu bagaimana?” tantang Swan. “Mereka sudah mengintai kita. Zheng Long akan menunggu kesempatan berikutnya.”
San Long melepaskan genggamannya. Dia membuang muka, berjalan menuju jendelanya yang tertutup, tampak sedang berpikir. “Kita tidak bisa menunggu. Kelemahanmu barusan adalah jembatan yang menghubungkan Selir Agung ke diriku, dan sekarang ke Zheng Long.” Ia menoleh ke belakang, menatap Swan dengan dingin. “Mereka hanya mencari kebenaran apa yang kita tahu.”
“Maka kita berikan kebenaran itu dengan pukulan keras,” putus Swan, nada suaranya berubah menjadi ketenangan yang tajam dan menakutkan. Matanya berkilat dalam kegelapan, matanya sama dinginnya dengan milik Pangeran di hadapannya.
“Bagaimana caranya?” tanya San Long, nada suaranya kini mengandung nada ketertarikan strategis.
“Menteri Su Yang,” kata Swan. “Penyokong Zen dan orang Raja Zhao. Aku udah tau jadwal dia menyendiri di Paviliun Arsip Timur sebelum matahari terbenam. Kau bilang dia rubah licik yang pakai kantor pribadi di tempat terpencil?”
San Long mengangguk, menyandar di jendela. “Dia. Ahli dokumen. Kalau ada yang tau cetak biru yang hilang atau surat beracun, itu pasti dia.”
“Aku akan mencuri buku besar yang lebih kecil itu,” tegas Swan. “Aku melihatnya saat di perpustakaan. Itu tidak terdaftar di arsip resmi. Buku catatan kecil. Su Yang pasti menyimpan ringkasan rekening rahasianya sendiri.”
“Gila,” kata San Long pelan. “Gedung itu dikelilingi pasukan yang disewa Su Yang sendiri. Lebih banyak penjaga daripada di kediamanku.”
“Semakin berbahaya, semakin dia yakin tidak akan ada yang berani coba,” balas Swan. Ia berjalan ke laci riasnya, mengeluarkan pakaian katun hitam yang sudah usang dan sebuah belati kecil yang diasah setajam silet. “Aku butuh dua malam. Malam ini untuk mengamati. Besok malam untuk mengambil. Dan aku butuh kau memimpin semua mata Zheng Long menjauh dari gedung itu.”
“Aku jadi umpan?” cibir San Long.
“Kita aliansi, Yang Mulia,” koreksi Swan. “Artinya kita berbagi risiko.”
“Kalau kita bersekutu, aku yang atur,” katanya cepat, kembali ke dekatnya. Ia menatap perlengkapannya. “Jangan pakai belati. Terlalu mudah dilihat. Aku akan memberimu sesuatu yang lebih sunyi.” Dia berjalan ke peti sudut, meraih palu tempa yang ia tinggalkan di sana setelah kejadian obat tidur, dan dengan cepat ia bongkar salah satu kayu palu itu, menyingkap tempat pisau tipis disembunyikan.
“Ambil ini,” ujarnya. Pisau lemparnya begitu tipis hingga terasa seperti pisau kertas, namun tepiannya tajam. “Malam ini kau akan menemukan jadwal kerjanya yang sebenarnya. Tidak mungkin rubah tua itu pakai kantor yang diumbar Jiang Long.”
Ia menarik napas dalam-dalam. “Dua malam, ya. Baik.” Matanya yang beku bertemu tatapan Swan, dan ada kepercayaan yang tak terucapkan dan mengejutkan di dalamnya. “Kalau kita ketemu lagi, kita bicara soal peta Ayahmu. Kalau tidak… anggap aku cuma pernah jadi pedagang minyak rendahan.”
Dengan anggukan singkat, ia berbalik, meluncur keluar melalui jendela dengan keheningan hantu, meninggalkan Swan sendirian dalam keheningan yang menakutkan, dipenuhi tekad yang dingin dan amarah yang murni.
...****************...
Malam pertama adalah tentang pengamatan. Swan tidak pergi ke paviliun arsip yang disebutkan Jiang Long. Ia berjalan menuju gedung administrasi kecil di kompleks kantor luar, sebuah bangunan yang tampak polos namun dijaga ketat oleh unit tentara yang mengenakan zirah berat dari Perbatasan Timur—anak buah Raja Zhao. Su Yang jelas tahu kelemahan utamanya adalah surat dan bukti.
Menteri Su Yang adalah seorang administrator sejati, yang selalu bekerja. Setiap malam, setelah para menteri junior dan staf pembantunya pergi, dia tetap tinggal sendirian di kantor utamanya. Di bawah kegelapan malam, jendela kacanya yang besar bersinar kuning.
Swan mengamati penjagaan itu selama berjam-jam dari atap kuil di seberang jalan. Penjagaan itu brutal dan teratur. Setiap jam, empat penjaga berpatroli dengan pola yang kompleks. Mereka tidak pernah berdiam lama di satu titik. Menyelinap masuk hampir mustahil tanpa mengganggu alarm atau melewati celah tembak yang fatal.
Pikirannya berpacu. Strategi lama: ketika kekuatan menghadapi kecepatan, kecepatanlah yang menang. Tapi bagaimana jika ia menghadapi kekejaman?
Pagi berikutnya, ia menghabiskan waktu mempelajari tata letak administrasi kota. Kebutuhannya hanya satu: mendapatkan cetak biru dari gedung Su Yang.
Malam kedua. Hari pencurian.
Swan menunggu hingga istana telah diselimuti keheningan yang dalam. Dia mengenakan baju zirah rantai tipisnya di bawah pakaian katun gelap, kulitnya dingin dan kencang. Belati tipis yang diberikan San Long terselip di sepatu botnya, seolah menyatu dengan tulang betisnya. Ia bergerak seperti asap, meluncur keluar dari Paviliun Bunga Peoni.
Dia tidak mencoba mengalihkan perhatian penjaga utara yang waspada itu. Dia menggunakan taktik Jenderal Xin—mencari kelemahan yang sengaja ditinggalkan.
Di belakang Gedung Administrasi, ada dapur kuno yang digunakan para kasim senior saat bekerja larut malam. Swan berhasil mencapai celah yang ia temukan malam sebelumnya. Pintu gudang di sana sangat tua. Kuncinya tampak rumit. Tapi dengan menggunakan kawat San Long, ia berhasil membukanya dalam waktu kurang dari satu menit.
Ia menyelinap masuk. Gudang itu gelap dan berbau tepung dan lemak babi yang sudah basi. Melalui ventilasi kecil, ia bisa mendengar dengkuran kasar salah satu penjaga yang beristirahat di koridor luar.
Dari gudang, ia menemukan rute yang aman ke jaringan servis gedung: terowongan ventilasi yang kecil dan sempit. Ia merangkak maju, lututnya mengikis debu tebal, bau logam dan udara kotor memenuhi paru-parunya. Keheningan dan kegelapan menjadi satu-satunya pendamping.
Setelah perjuangan yang terasa berlangsung selamanya, ia mencapai sebuah lubang yang tertutup teralis kayu di langit-langit, tepat di atas kantor Menteri Su Yang. Ia mengintip ke bawah. Lampu lentera minyak di bawah masih menyala terang, menerangi meja besar yang dipenuhi tumpukan gulungan. Menteri Su Yang sedang tidak ada di sana. Ruangan itu kosong.
Bagus. Rencananya sukses.
Ia dengan hati-hati melepaskan teralis itu. Itu membuat bunyi gesekan logam yang nyaring. Swan membeku, menahan napas. Penjaga di luar pasti mendengarnya.
Tapi suara keras dan aneh itu ditelan oleh suara lain. Musik yang nyaring dari sayap utama istana, yang datang dari aula tempat para Pangeran biasa berkumpul untuk hiburan larut malam. Bunyi gendering dan seruling, tawa keras dan benturan cawan anggur. Pengalihan sempurna.
San Long. Pangeran Bungsu itu menepati janjinya, memastikan musik dari aula utama menelan kebisingan kecil Swan di gedung terpencil.
Dengan ucapan terima kasih diam-diam, Swan melempar tali tipis ke bawah, dan meluncur turun dari lubang ventilasi, mendarat dengan lentur di atas tumpukan dokumen yang terlupakan di sudut ruangan.
Ia memindai ruangan. Tumpukan dokumen yang kacau di atas meja membuktikan sifat Su Yang—rapi di permukaan, tetapi kacau dan panik di bawah tekanan. Meja-meja kecil, peti-peti tertutup, rak buku biasa. Tak ada apa pun yang terlihat seperti "buku besar kecil."
Di balik lukisan pemandangan besar di dinding, ia menemukan sebuah kotak aman baja kecil, tersembunyi dengan sempurna. Ini dia.
Swan menggunakan set kait kawatnya, yang sekarang ia gunakan dengan efisiensi mematikan. Jemarinya yang ramping dan kuat bekerja dalam gelap, fokus total pada putaran mekanisme kunci. Butuh waktu tiga menit, waktu terlama yang terasa baginya sejak ia memasuki paviliun itu. Akhirnya, bunyi *klik* yang memuaskan terdengar.
Kotak itu terbuka. Di dalamnya, terlipat rapi, terbungkus sutra ungu kusam, ada buku catatan kecil. Jilidnya terbuat dari kulit ular piton yang sudah mengering. Hanya itu. Dan sekantung koin emas murni.
Swan mengambil buku catatan itu, jari-jarinya yang gemetar membelainya. Ini adalah otaknya. Jurnal keuangan rahasia Sang Menteri.
Ia membolak-balik halamannya di bawah cahaya lentera. Buku itu bukan hanya daftar korupsi biasa. Setiap pembayaran terperinci mencantumkan kode nama dan jumlah emas batangan yang ditransfer. Nama-nama Zen, Zhao, dan Selir Agung tercantum dengan frekuensi yang mengkhawatirkan. Bukti keterlibatan semua orang yang paling dicurigainya.
Ia memotretnya di benaknya, menyerap setiap nama dan angka. Ia tiba di halaman terakhir. Halaman itu ditulis dengan tangan Su Yang sendiri. Ringkasan rahasia rencana jangka panjang.
Tulisan itu berbunyi:
*Pembersihan internal: Jenderal Zen sukses menangani Jenderal Xin (X).*
*Sisa-sisa: Pembersihan Pangeran Bintang Tiga (terlalu banyak) berlanjut melalui Pangeran Kedua (Zheng Long) di bawah dukungan...*
Sebuah nama sandi, lalu instruksi tentang pengalihan dana yang harus disiapkan untuk masa depan, segera setelah Kaisar Tulus jatuh. Nama sandi itu terulang lagi dan lagi: *Dewan Kekaisaran Selatan*.
Swan merasakan hawa dingin menjalari tulang punggungnya. Ini bukan kudeta yang didukung Raja Zhao di perbatasan timur. Kudeta ini bersifat kekaisaran, dipimpin oleh Jenderal Zen/Selir Agung dan melibatkan faksi misterius bernama Dewan Kekaisaran Selatan yang lebih tua dari Istana. Jaringan konspirator mereka jauh lebih besar, menyebar ke seluruh kekaisaran.
"Siapa yang sedang menggerakkan pion itu?" bisik Swan pada dirinya sendiri.
*BRAAK!*
Bunyi keras di belakangnya membuat seluruh tubuh Swan melompat kaget. Tumpukan gulungan perkamen di dekat pintu masuk kantor tiba-tiba jatuh, menghantam lantai. Di balik pintu itu, terdengar suara gerutuan yang serak.
“Astaga. Apa lagi ini? Siapa yang meninggalkan dokumen sembarangan?”
Suara itu. Menteri Su Yang. Dia ada di luar.
Swan bergerak secepat kilat. Ia tidak punya waktu untuk mengembalikan buku kecil itu atau menutup kembali kotak baja itu. Ia menjejalkan buku itu ke dalam jubahnya dan melesat.
Di luar ruangan itu, Swan mendengar langkah kaki Su Yang. Terdengar suara pintu dibanting saat Menteri itu masuk.
Swan bersembunyi di balik sebuah gorden tebal, jantungnya berdebar seperti genderang perang, nafasnya ia tahan kuat-kuat. Bau tebal kain gorden menusuk hidungnya. Ia menekan buku kecil itu erat-erat ke dadanya, merasakan tepian kulit ular yang keras.
“Pelayan tidak berguna!” Suara Su Yang menggeram. Ia tidak sendiri. “Sana! Pergi! Dan katakan ke Kapten Penjaga kalau aku mau kantor ini diperiksa! Aku yakin dengar suara mencurigakan di luar!”
“Ba-baik, Yang Mulia Menteri!” sahut seorang pelayan kecil.
Langkah kaki Su Yang yang berat semakin dekat. Suara derit pelannya berhenti. Tepat di tempat Swan berdiri.
“Di sini gelap sekali, kenapa kalian tidak ganti lampunya!” gerutu Su Yang.
Swan tahu. Dia mendekati gorden. Mencari buku itu hanya masalah waktu. Ia harus pergi, sekarang juga!
San Long sudah berhasil mengalihkan perhatian patroli luar, tetapi tidak perhatian Menteri yang ada di dalam. Hanya ada satu jalan. Lurus ke atas. Kembali ke terowongan ventilasi.
Swan mengangkat satu tangan, melempar kait baja miliknya ke lubang teralis di langit-langit di seberang ruangan. Kait itu tertancap kuat.
“Suara apa itu?” bentak Su Yang.
Kait itu menarik dirinya sendiri. Dengan loncatan lincah dan tiba-tiba, Swan meloncat dari balik gorden, menggunakan tali yang tersangkut di lubang ventilasi untuk melompat sejauh enam kaki ke dinding berlawanan, mencapai jalur melarikan dirinya. Ia harus sangat cepat. Su Yang adalah seekor rubah. Jika ia berbalik…
"Hei! Berhenti di sana! Siapa—"
Teriakan Su Yang terpotong saat mata pria tua itu membelalak melihat Swan yang tiba-tiba melayang melintasi ruangan kantornya. Menteri itu pasti menyadari ada seorang penyusup dan tas yang berisi bukti itu terbuka. Ia harus menghalanginya melarikan diri!
Swan nyaris mencapai ventilasi ketika tiba-tiba, sebilah kapak besar mengayun secara brutal di depan wajahnya, nyaris memotong talinya.
Seorang prajurit zirah besar berbalut zirah dari Perbatasan Timur muncul dari pintu tersembunyi, matanya menatap tajam ke arah Swan. Kapaknya terangkat lagi, siap memenggal gadis itu saat ia mencoba memanjat.
Menteri Su Yang kini berdiri di bawah Swan, wajahnya dipenuhi histeria yang tenang. "Ambil tas itu! Dan tangkap dia! Cepat!"
Swan melompat ke atas teralis, pisaunya sudah terhunus di tangan. Prajurit itu menghalangi jalannya, kapaknya mengayun brutal dari bawah. Jika dia tergelincir sekarang, ia akan jatuh ke dalam lubang ventilasi, di atas prajurit zirah itu. Ia tidak bisa melawan mereka berdua di ruang sempit. Ia harus menusuknya, sekarang!
“Tidak akan lolos, kau pelayan bodoh!” teriak Menteri Su Yang dari bawah.
Pisau kecil Swan terhunus, bilah tipisnya bersiap menembus celah zirah yang mematikan. Prajurit zirah itu menyadari bahaya, matanya menyipit ngeri. Mereka terperangkap dalam kebuntuan mematikan di mulut terowongan gelap itu.
...****************...
Swan tersentak saat telinganya menangkap sebuah gerakan samar dari bayang-bayang di balik punggung si prajurit lapis baja. Bukan San Long, bukan pasukan lain.
Tepat saat Kapak prajurit zirah itu hampir memutus talinya, pintu itu, pintu rahasia yang tersembunyi di dalam dinding, pintu yang tidak ia ketahui itu ada, terbuka sedikit. Di celah kegelapan itu, muncul sebuah lengan panjang yang bergerak cepat.
Sebuah tangan putih, yang memegang busur kecil, terlihat sebentar. Lengan itu menarik busurnya dengan presisi yang brutal, menembakkan anak panah mini yang ujungnya berwarna perak berkilau.
Anak panah itu melesat cepat, bukan menuju prajurit atau Su Yang.
Anak panah itu melesat lurus menuju tali di tangannya. Anak panah itu menusuk dengan tepat talinya sendiri, yang tersambung pada kait baja. Anak panah itu menarik talinya ke bawah, secara vertikal.
Alhasil, alih-alih melayang horizontal, tubuh Swan yang tertancap pada tali, kini terayun kuat ke bawah, tepat ke lantai kantor yang dipenuhi dokumen. Terdengar bunyi gemuruh, dan tumpukan kertas itu berhamburan.
Su Yang berteriak marah melihat kekacauan di mejanya.
Swan tersentak saat jatuh. Untungnya tidak melukai dirinya. Tapi buku kecil yang berisi bukti konspirasi besar yang ia curi itu terpental lepas dari lipatan jubahnya, melayang di udara yang penuh debu. Buku kecil itu mendarat tepat di antara kedua kaki Menteri Su Yang.
Pria itu mendongak kaget, ekspresi liar dan gila memenuhi wajahnya, kemudian dia melihat buku kecil itu. Dia tahu persis apa isinya.
Su Yang membungkuk, berusaha meraih bukti yang jatuh itu. Tangan Swan pun terjulur, berjarak hanya sejengkal darinya, mencoba menyelamatkan buku yang sangat berharga.
Tiba-tiba, lengan kuat prajurit zirah itu menyambar dan mencekik leher Swan. Suara batuk dan desakan darah ke telinganya mendominasi kesadarannya, ia mulai kekurangan oksigen.
Pandangannya kabur. Matanya membelalak ketakutan saat melihat Pangeran Zheng Long, yang ia yakini tidak ada di sana, kini melangkah keluar dari balik bayang-bayang di dekat tumpukan dokumen yang jatuh, menyambutnya dengan senyum dingin.
"Tidak usah susah-susah," kata Pangeran Kedua dengan suara tenang, lalu menunduk.
Dia mengambil buku catatan kecil itu, tatapannya menyindir, seolah Swan baru saja menyajikan hidangan pembuka yang lezat untuknya.
“Kau main catur, Selir Xin.” Zheng Long memegang buku itu, tangannya yang terawat mengusap kulit ular pada jilidnya, matanya menatap langsung pada Swan. "Tapi kau harus sadar, bidak paling penting harus diselamatkan oleh raja sejati."
trmkash thor good job👍❤