Asila Angelica, merutuki kebodohannya setelah berurusan dengan pemuda asing yang ditemuinya malam itu. Siapa sangka, niatnya ingin menolong malah membuatnya terjebak dalam cinta satu malam hingga membuatnya mengandung bayi kembar.
Akankah Asila mencari pemuda itu dan meminta pertanggungjawabannya? Atau sebaliknya, dia putuskan untuk merawat bayinya secara diam-diam tanpa status?
Penasaran dengan kisahnya? Yuk, simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Siapa Daddy ku
"Dylan! Mommy tadi bilang apa? Apa mommy harus mengulanginya lagi?"
Berkali-kali Asila mengingatkan anak laki-lakinya agar lebih nurut. Ia heran, kenapa anak laki-lakinya itu memiliki jiwa pendendam. Padahal sejak kecil ia selalu mengajarkan untuk saling memaafkan. Mungkin niatnya baik ingin membela adiknya, tapi caranya juga tak dibenarkan. Sangat berbeda dengan anak perempuannya Sheila, dia bisa dibilang lebih nurut dan selalu mengalah.
"Mom, aku hanya ingin memberinya sedikit pelajaran saja kok! Itu anak kalau nggak dikasih pelajaran bakalan ngelunjak. Memangnya mommy mau kejadian seperti kemarin itu terulang kembali?"
Dia menyesal saat kejadian tak ada bersama adiknya. Dia pikir Sheila aman bermain dengan teman-temannya, tak pernah disangka-sangka, kejadian buruk telah menimpa kembarnya.
"Mommy tidak menginginkan hal itu nak, tapi mommy juga tidak ingin kamu mendapatkan masalah di sekolah. Kalau kamu dihukum oleh Bu guru siapa juga yang repot? Mana mommy masih mengurus adikmu yang masih sakit, belum lagi masih harus ngurus kamu yang dihukum di sekolah. Mommy tahu niat kamu ingin membalas kenakalannya, tapi itu tidak dibenarkan, biarkan pihak sekolah yang akan menghukumnya!"
Diah terharu melihat cara Asila mendidik anak-anaknya. Ia sempat berpikir buruk mengenai wanita itu yang memiliki anak di luar nikah, setelah tahu kebenarannya ia menyesal. Ia tak pernah menyangka anak laki-lakinya pernah menjalin hubungan dengan wanita itu hingga memiliki dua anak sekaligus, sungguh orang tua yang tak berguna, bahkan ia tak bisa mengenali cucunya dengan baik.
"Sayang, nenek rasa apa yang dikatakan oleh mommy kamu itu memang benar, tidak baik membalas dendam pada orang yang jahat. Masih banyak cara untuk membuatnya efek jera. Kalau kita membahas kejahatan seseorang, lalu apa bedanya kita dengan orang tersebut? Serahkan saja pada ibu guru agar beliau yang memberinya hukuman."
Bocah kecil itu pun mendengus. Menurutnya perempuan tua itu terlalu ikut campur urusan pribadinya. Padahal dia belum mengenalinya lebih dekat, dan ia juga tak tahu siapa mereka dan ada hubungan apa dengannya. Meskipun Diah sudah memberinya penjelasan tapi tak mudah baginya untuk bisa mempercayainya.
"Nenek, anda terlalu ikut campur! Oma aja nggak pernah ikut campur urusanku! Nenek itu kan bukan nenekku! Kenapa harus ikut campur urusan pribadiku?"
"Dylan! Jaga ucapanmu! Beliau ini nenek kamu! Bisa-bisanya kamu berani melawan nenek! Perlu kamu ketahui saja ya! Nenek ini orang tuanya Daddy, berarti nenek kalian! Jaga sikap kamu! Ayo cepat minta maaf!"
Asila mendelik dan langsung membentaknya. Dia sangat malu dengan sikap anak laki-lakinya yang tidak memiliki sopan santun sama sekali. Dia memang belum sempat menjelaskan siapa wanita itu, tapi Diah sendiri sudah menjelaskan siapa dirinya bagi mereka.
"Asila! Jangan terlalu kasar kepadanya. Dia memang tidak tahu siapa aku baginya. Wajar saja kalau dia marah, aku tidak masalah kok. Niatnya baik, ingin melindungi adiknya dari teman-temannya yang jahat, hanya saja caranya kurang dibenarkan. Sudah nggak papa! Nanti juga bakalan paham dengan sendirinya."
"Tapi Tante..., sikapnya itu sangat keterlaluan. Tidak seharusnya dia bersikap kurang sopan terhadap Tante. Memalukan sekali, kayak anak nggak dididik dengan baik aja!"
Natan yang tak lain adik kandung Edgar terkekeh dan merangkul pundak Dylan. "Kak ipar nggak usah malu dengan sikapnya, wajar aja kalau dia marah menganggap Mama sok ikut campur, kan dia emang belum mengenali kami, kalau aku bangga punya anak kayak dia, kecil-kecil sudah memiliki sikap yang tegas. Seharusnya yang malu itu bang Edgar, jadi Bapak nggak becus. Aku kasihan sekali padamu. Selama ini kamu berjuang dan membesarkan mereka sendirian, sedangkan abangku sibuk ngumpulin uang. Ayah macam apa dia? Kalaupun anaknya benci itu juga bukan kesalahan mereka, tapi karena kebodohannya sendiri."
Dylan menoleh pada Natan dengan mengerutkan keningnya. "Apa om mengenali Daddy ku?"
"Ya, tentu saja om sangat mengenali Daddy mu. Om saudara terdekatnya. Dia memang payah. Di saat anaknya sakit saja masih memikirkan pekerjaannya. Dengar bocah! Kamu tidak boleh meniru Daddy mu itu. Pria itu sangat bodoh dan menjengkelkan. Jadilah anak yang baik dan patuh pada orang tua, terutama Mama kamu yang sudah membesarkan dan menjagamu dengan baik."
Dylan mengerjabkan matanya. Pria itu mengatakan bahwa dirinya memiliki kedekatan dengan ayahnya, tapi kenapa baru muncul? Ibunya bahkan bilang ayahnya sudah mati, tapi di sisi lain pria yang dianggapnya sombong dan bodoh itu juga mengaku sebagai ayah kandungnya. Sebenarnya mana yang benar? Penjelasan ibunya atau penjelasan dari pria itu?
"Om..., memangnya Daddy ku masih hidup?"
"Loh! Kau itu gimana sih! Ya jelas Daddy kamu masih hidup, bukannya dia sudah menemui kalian di sini?"
Natan tercengang dan beralih menoleh pada Asila. Meminta penjelasan padanya mengenai Edgar. Mungkinkah mereka masih tidak mau memberikan penjelasan kepada anak-anaknya?
"Kak, kenapa Dylan menganggap ayahnya mati? Apa kamu nggak ngenalin mereka pada bang Edgar? Bukannya bang Edgar sudah datang ke sini? Kok dia masih juga tak mengenali ayahnya? Bisa dijelaskan?"
"Iya Asila! Memangnya Edgar belum menemui anak-anaknya? Tapi dia bilang ke mama habis mendonorkan darahnya untuk anak perempuannya. Tapi kenapa cucuku ini tidak mengenali ayahnya? Atau jangan-jangan ~~
Asila kebingungan untuk menjawabnya. Dia memang tidak memberikan penjelasan pada anak laki-lakinya mengenai Edgar, tapi Edgar sendiri sudah memberikan penjelasan dan ia rasa Dylan sudah memahaminya.
"Em... Sebenarnya mereka sudah beberapa kali bertemu. Hanya saja mereka tidak saling mengenal. Tadi Tuan Edgar juga sudah memberinya penjelasan tapi kayaknya Dylan kurang mempercayai penjelasannya. Awal pertama kalinya mereka bertemu suasananya lagi nggak baik, mereka saling beradu mulut dan saling menyalahkan. Tuan Edgar sendiri juga nggak mau mengalah, dia mengatai mereka dengan sebutan anak anaknya maling, seketika itu mereka marah dan tak mau mengakuinya sebagai ayahnya, mungkin mereka sudah terbiasa hidup tanpa didampingi ayahnya, jadi membuatnya tak begitu respect. Bahkan Dylan sampai saat ini masih membencinya."
"Hah? Dia dibenci oleh anaknya sendiri? Mampus saja kau Dugong ! Bahkan anakmu tak mau mengakuimu," gerutu Natan. Pria itu tak menyalahkan keponakannya yang begitu benci kepada ayahnya sendiri, Edgar memang pantas untuk dibenci karena sebagai laki-laki telah melupakan tanggung jawabnya.
"Aku jadi penasaran ketika melihat si kembar bertemu dengan ayahnya, pasti seru! Kok bisa-bisanya mereka berantem? Udah nggak ikut ngerawat masih juga berulah. Dasar rubah!"
Natan menggerutu, ia sama sekali tak memihak kakaknya yang memang sudah salah, justru ia penasaran dengan reaksi keponakannya saat bertemu dengan ayahnya.
"Mom, memangnya kapan aku berantem sama Daddy. Aku loh nggak pernah ketemu sama dia," bantah Dylan yang diam-diam mendengarkan obrolannya. Dia masih tak yakin dengan penjelasan pria itu, dia yakin pria itu mengaku sebagai ayahnya karena ada niatan terselubung yang tidak diketahuinya.
"Sayang, sebenarnya kamu sudah tahu siapa Daddy kamu, hanya saja kamu nggak mau baikan sama dia."
"Nggak mau baikan gimana! Orang ketemu aja belum pernah! Bukannya waktu itu mommy bilang Daddy ku udah mati, dan sekarang mommy bilang aku nggak mau baikan sama dia. Kalau memang dia masih hidup kenapa tidak pernah datang menemui kami? Seberapa sibuknya dia? Atau dia memang tidak pernah menginginkan kehadiran kami?"