NovelToon NovelToon
Cinta Terakhir Setelah Kamu

Cinta Terakhir Setelah Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Melisa satya

Tristan Bagaskara kisah cintanya tidak terukir di masa kini, melainkan terperangkap beku di masa lalu, tepatnya pada sosok cinta pertamanya yang gagal dia dapatkan.

Bagi Tristan, cinta bukanlah janji-janji baru, melainkan sebuah arsip sempurna yang hanya dimiliki oleh satu nama. Kegagalannya mendapatkan gadis itu 13 tahun silam tidak memicu dirinya untuk 'pindah ke lain hati. Tristan justru memilih untuk tidak memiliki hati lain sama sekali.

Hingga sosok bernama Dinda Kanya Putri datang ke kehidupannya.

Dia membawa hawa baru, keceriaan yang berbeda dan senyum yang menawan.
Mungkinkah pondasi cinta yang di kukung lama terburai karena kehadirannya?

Apakah Dinda mampu menggoyahkan hati Tristan?

#fiksiremaja #fiksiwanita

Halo Guys.

Ini karya pertama saya di Noveltoon.
Salam kenal semuanya, mohon dukungannya dengan memberi komentar dan ulasannya ya. Ini kisah cinta yang manis. Terimakasih ❤️❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa satya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Belanja bersama

Pada malam harinya.

Tristan menepati ucapannya, dia telah bersiap di ruang tengah dan menunggu Dinda segera keluar.

Tepat pukul jam 7 malam.

Dinda akhirnya datang dengan penampilan yang paling santai.

"Kau yakin hanya makai ini? Aku akan mengajakmu makan malam di restoran."

"Ya, hanya pakai ini saja."

Tristan mengerti lalu berjalan keluar. Dinda mengikutinya dari belakang dan menuju lift. Mereka tak saling bicara hingga tiba di lantai dasar dan menuju ke parkiran.

"Cuaca sangat dingin di luar, aku punya jaket di kursi belakang jika kamu butuh."

Dinda mengangguk.

Tristan mengendarakan mobilnya lalu menjemput Pak Jay, orang yang menjemput mereka di bandara saat pertama kali tiba di paris.

"Turun dan pindah ke belakang," ucapnya pada Dinda. Melihat Pak Jay datang, gadis itupun mengerti dan pindah posisi.

"Hay Nona, selamat malam."

"Malam, Pak Jay."

"Anda masih mengingat nama saya?" Lelaki tua itu tampak sumringah.

"Tentu saja, mana mungkin saya lupa."

Tristan tersenyum melihat keakraban mereka.

"Pak Jay, menyetirlah. Antarkan kami ke restoran tempat biasa."

"Baik, tumben Tuan minta di antar?"

"Iya, soalnya besok kami rencanakan pulang ke Indo, mobil bapak aja yang bawa. Jangan lupa jemput kami besok jam 9 pagi."

"Oke, saya mengerti."

Tristan masuk ke kursi belakang di ikuti oleh Dinda. Mereka duduk berdampingan namun tidak saling berdekatan.

"Dinda ingin membeli beberapa oleh-oleh untuk sovenir, Pak Jay."

"Saya mengerti, tapi sekarang salju sedang turun. Sebaiknya saya antar kalian ke toko sovenir saja."

"Boleh juga."

Dinda hanya menyimak, dan beberapa menit kemudian mereka benar-benar tiba di sebuah toko sovenir.

"Restoran di bagian depan, saya akan menunggu di sini," ucap Pak Jay.

"Tidak perlu, tidak tentu juga apa Dinda cepat belanjanya atau lama. Bapak pulang saja nanti saya telepon lagi."

"Baik, Tuan."

Mereka keluar dan Tristan mengambil jaket di kursi belakang. Dinda hanya mengikuti keinginan bosnya dan tak berminat untuk membuang waktu.

"Pakai ini, udara sangat dingin." Perhatian Tristan membuat Dinda kembali merenungi semuanya.

"Ini toko sovenir yang lumayan terkenal di kalangan pelancong. Kamu cari apa saja, pasti ketemu di sini."

"Tapi, Tristan." Dinda spontan meraih tangannya membuat Tristan tertunduk memandangi tangan yang saling terpaut.

"Aku tidak punya mata uang euro."

"Aku punya, aku yang traktir."

Dinda melepaskan genggamannya namun Tristan kembali menangkap tangan gadis itu.

"Ayo."

Saat tiba di dalam toko, mereka di sambut dengan banyak sovenir yang lucu-lucu. Dinda sampai terkejut melihat banyaknya aneka gantungan kunci, tas, bando, kipas, mainan semuanya memakai logo menara Eiffel.

Tristan pun melepaskan genggamannya dan membiarkan Dinda memilih.

"Harganya pasti mahal, kan?"

"Kamu serius nanya seperti itu?"

Dinda malu-malu dan memilih dua gantungan kunci untuk Siska. Dia memang tak punya banyak teman, selebihnya Dinda hanya ingin beli untuk dirinya sendiri.

"Aku mau kaos, sepertinya kaos ini akan menjadi kenang-kenangan yang paling aku suka."

"Ambilah beberapa. Buat temanmu juga yang menjaga nenekmu di rumah sakit."

Dinda terkesan mengetahui Tristan mengingat soal itu.

"Kamu ngga milih?"

"Sebagian hidupku mondar mandir ke tempat ini, aku tidak perlu membeli sovenir untuk itu."

"Bagaimana kalau gelang? Pasti terlihat lucu."

"Kita bukan anak remaja lagi bukan?"

Dinda mengangguk. Meksi begitu dia membeli sepasang gelang couple. Saat Dinda mencobanya dia melihat cincin mahal yang diberikan Tristan waktu itu.

Dinda menyentuh cincinnya dan melihat Tristan juga masih memakai cincin yang sama.

"Kamu beli gelang?" Pertanyaan Tristan membuat Dinda terhenyak.

"Ya."

"Tapi itu, gelang couple tidak di beli terpisah."

"Tidak apa-apa, akan aku simpan pasangannya untuk seseorang yang special."

Tristan menyipitkan mata.

Dinda memakai gelangnya dan tersenyum.

Dia juga mengambil satu bantal lucu masih bermotif menara Eiffel.

"Ada lagi?"

"Semuanya bagus-bagus, aku jadi bingung harus milih yang mana."

"Pilih saja sesukamu." Meski tanpa di jelaskan, Dinda tahu bahwa Tristan sedang memanjakannya.

"Aku rasa sudah cukup, tolong nanti totalkan saja, aku akan membayarnya saat gaji pertamaku masuk."

Tristan mengangguki ucapannya.

"Baiklah, akan aku tagih saat gajimu sudah masuk."

Dengan begitu, Dinda merasa lebih lega. Tristan ke kasir dan barang bawaan Dinda di letakan di atas meja.

"Kamu mau beli topi?" tawar pemuda itu.

"Nggak ah, ini udah banyak."

"Beli saja, siapa yang tahu kamu bisa kesini lagi atau nggak. Kadang penyesalan itu ada saat kita tak lagi di tempat yang kita rindukan."

Dinda mematuhinya, dia mengambil satu topi Untuknya dan satu lagi untuk Tristan.

"Satu untukmu, aku yang belanja."

Pemuda itu tersenyum mendengarnya.

"Baiklah."

Setelah dari toko souvernir mereka menuju ke restoran, Dinda dan Tristan harus berjalan beberapa meter untuk tiba di tempat kedua.

"Rupanya benar-benar dingin."

"Kau tidak percaya padaku, kan?"

Dinda menggeleng pelan.

"Percaya, jika tidak percaya, Bos tidak akan melihatku berada di sini sekarang." Tristan mengambil alih barang belanjaannya dan meminta Dinda memakai jaketnya dengan benar.

"Masukan kedua tanganmu ke dalam jaket."

Dinda patuh dan Tristan memberikan tangannya untuk di gandeng. Dinda melingkarkan tangannya di lengan pemuda itu seolah sedang memeluknya.

"Asli dingin banget."

Tristan hanya bisa tertawa mendengarnya.

Saat tiba di restoran. Tristan langsung mengajaknya duduk di tempat favoritnya. Bahkan pelayan telah mengenal baik pemuda itu.

"Bonjour, silahkan duduk. Mau pesan apa Tuan dan Nyonya?"

Dinda yang tidak tahu bahasa Prancis hanya bisa tertegun.

"Berikan kami minuman hangat, cokelat hangat dan pasta, juga ratatouille, satu lagi Cuisses de poulet grillées aux champignons." Dinda tersenyum mendengar apa yang dikatakan bosnya.

Tristan memesan Grilled Chicken Thighs with Mushrooms.

"Berikan kopi hangat satu."

Mendengar pesanan terakhir Tuannya, pelukan Dinda terlepas, senyuman gadis itu sirna.

Tristan menunjuk ke arah dinding kaca.

"Kau tahu mengapa aku suka duduk di sini?"

Dinda menggelengkan kepala.

"Karena dari sini aku bisa melihat keadaan di luar. Di musim dingin ini tidak terlalu bagus tapi di sore hari di musim semi, percayalah tempat ini sangat menakjubkan."

Dinda mengangguk.

Tristan menarikan kursi untuknya dan gadis itu duduk dengan manis.

Tak lama pesanan datang dan Dinda terus melihat kopi hangat yang di letakan di hadapan Tristan.

"Kamu pasti lapar, ayo makan." Tristan membantu Dinda mendekatkan makanannya namun gadis itu memilih menyesap cokelatnya.

"Ini makanan yang paling sering di pesan restoran ini, sebenarnya aku ingin memesan banyak makanan lainnya tapi takut kamu tidak bisa menghabiskannya. Ayo makan."

Sekilas tidak ada yang salah dengan sikap pemuda itu. Dia ramah, baik dan tak memiliki kekurangan.

Tristan bahkan menyendokan ayam jamur untuk Dinda dan mengambil satu untuknya.

"Emm, ini kesukaan ku."

Dinda tersenyum canggung menikmati makanannya. Dia yang tadinya ceria merasa tak enak kala Tristan memesan kopi, ini artinya suasana hati bosnya sedang kalut, bisa jadi Tristan pusing dengan masalah mereka.

"Terimakasih Bos."

Tristan yang makan dengan lahap tiba-tiba menatapnya.

"Terimakasih untuk apa?"

"Terimakasih karena telah mengajak saya ke sini, telah membuat saya seperti seorang nona cantik dan di ajak makan seolah kita sedang dinner romantis."

"Ini luar biasa, mungkin seumur hidup nanti saya tidak akan pernah bisa makan di restoran Paris dan menikmati makanan seperti di film kartun."

"Ayolah, kau bicara seolah akan mati besok."

Dinda tersenyum. Tristan makan dalam diam, Dinda terus mencuri pandang ke arahnya.

"Cobalah pastanya, aku jamin kamu akan suka." Dinda mencobanya dan terpejam.

"Gimana rasanya?" tanya Tristan.

"Enak banget, ini makanan terenak setelah lobster yang pernah aku makan."

Tristan menyentuh kopinya dan tersenyum.

Dinda menghabiskan makanan itu, dia begitu menghargai kebaikan bosnya yang selalu memikirkan kenyamanannya. Saat-saat seperti ini, Dinda jadi memikirkan bagaimana jika Bosnya nanti menetap di Singapura. Mungkinkah mereka dapat bertemu lagi? Ataukah ini akhir dari kebersamaan mereka?

"Kamu laper banget ya? Makannya sampai habis begitu?"

"Iya, aku laper banget. Takutnya ini adalah makan malam terakhir kita bareng-bareng."

Tristan hanya diam.

"Bos,"

"Apa?"

"Cincin ini sangat mahal, maaf aku kembalikan." Dinda melepaskan cincinnya.

Tristan menatapnya lekat.

"Kau tahu, kau adalah orang pertama yang aku pasangkan dan aku belikan cincin."

Dinda terlihat sedih, sebenarnya dia tak rela melepaskan cincin itu dari jemarinya.

"Aku sudah bilang sebelumnya jika kamu bisa menyimpannya, tapi kalau kamu merasa keberatan, baiklah akan aku ambil lagi."

Tristan meraih benda itu dan memasukannya ke saku jas.

Dinda kehilangan kata dan Tristan tak memaksakan kehendaknya.

"Jika sudah selesai, mari kita pulang."

"Ya, aku sudah selesai."

Ada jarak yang terbentang di antara mereka.

Dinda tampak kecewa namun Tristan tak memahami itu. Dia membayar bill dan menghubungi Pak Jay.

[Pak Jay, tolong jemput kami di restoran.]

1
Wina Yuliani
tristan lg dlm mode pms nih, galau kan din
Firdaicha Icha
lanjut 👍💪💪
Isma Isma
ohh si Dinda lucuu 🤣🤣
ma az ran
cerita ny keren
lnjut thor
Melisa Satya: terimakasih kak🥰❤️❤️
total 1 replies
Wina Yuliani
mantap dinda👍👍👍👍
kalau bos mu tak bisa melindungi ya sudah kamu pasang pagar sendiri aja ya
ma az ran
ternyata sambngan letisya toh autor
Melisa Satya: kok tahu kak? ini kisah Tristan Bagaskara, Letisya dan Nana hanya jadi cameo nya
total 1 replies
Wina Yuliani
hayoloh bos, anak orang marah tuh,
kejar dia, atau justru anda yg akan d tinggalkan lagi
Wina Yuliani
makin seru ceritanya👍👍👍,
bikin ketawa sendiri, makin rajin upnya ya thor,
Melisa Satya: sip terimakasih kak
total 1 replies
Wina Yuliani
tanpa bos cerita pun pasti bakal ketahuan bos, anda sendiri yg membiat org lain mengetahuinya
ma az ran
ketemu lg kk
Wina Yuliani
ceritanya seru,ringan, gk neko neko tp bikin ketawa ketiwi sendiri nih, keren 👍👍👍
Wina Yuliani
awal yg manis dan seru👍👍👍
🌸ALNA SELVIATA🌸
Di tunggu updatenya thor😍
Melisa Satya: Terimakasih 🥰🥰🥰
total 1 replies
kusnadi farah
Aku butuh lebih banyak kisah seru darimu, cepat update ya thor 🙏
Melisa Satya: terimakasih akan saya usahakan 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!