menceritakan kisah seorang pemuda yang menjadi renkarnasi seorang lima dewa element.
pemuda itu di asuh oleh seorang tabib tua serta di latih cara bertarung yang hebat. bukan hanya sekedar jurus biasa. melainkan jurus yang di ajarkan adalah jurus dari ninja.
penasaran dengan kisahnya?, ayo kita ikuti perjalanan pemuda tersebut.!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Igun 51p17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 25
Kepulan asap membumbung di depan sebuah goa yang ada di dalam hutan, membakar seekor mahluk yang dipanggang perlahan di atas api unggun.
Aroma tajam daging bakar menusuk hidung, membuat perut Bayu Wirata berdegup kencang, seolah meronta minta diisi.
Di sisi api, seorang kakek tua dengan sigap membolak balik daging tersebut sambil sesekali menguap harum yang keluar. Wajahnya berseri penuh antusiasme, seolah setiap potongan daging adalah harta karun.
Saat daging dirasa sudah matang, kakek itu mengangkatnya dan membagi menjadi dua bagian Sama rata.
“Ini bagianmu, anak muda,” katanya sambil menyerahkan setengah potong daging itu kepada Bayu Wirata yang duduk di dekatnya.
Bayu Wirata menerima dengan tangan yang sedikit bergetar karena memang pada saat itu, kebetulan ia juga sedang lapar.
Tanpa pikir panjang, ia menggigit daging itu. Lembutnya tekstur dan rasa yang kaya seketika membuat Bayu Wijaya memejamkan mata, larut dalam kenikmatan sederhana itu.
“Daging ini benar benar enak,” bisiknya pelan, suara hampir tak terdengar.
Saat setengah potong daging masih tersisa di tanganya, matanya melirik ke arah sosok kakek yang juga duduk menikmati makannya, tatapan penuh penasaran mengundang sebuah pertanyaan yang sudah ia tanyakan sebelumnya namun tanpa ads jawaban.
"Kau belum menjawa pertanyaanku, kek. Siapa nama kakek?, dan mengapa kakek mengawasiu dan membawaku kesini?" Tanya Bayu Wirata dengan nada sedikit tenang dari sebelumnya.
Kakek tua yang tadinya juga sedang menikmati makannya. Akhirnya menjawab pertanyaan pemuda di depannnya.
"Namaku Ki Sundala" jawab kakek tua itu menyebutkan namanya.
"Kemarin, aku berjalan di dalam hutan. Tanpa sengaja aku melihatmu sedang bermeditasi. Aku melihat hal yang istimewa pada dirimu yang tidak memiliki oleh pemuda lain" lanjut Ki Sundala yang masih dengan jawabannya.
Bayu Wirata menatap tenang ke arah Ki Sundala, tanpa sepatah kata pun mengeluarkan suaranya. Ia mendengarkan jawaban dari sosok di depannya itu mengalir, meresap satu per satu ke dalam pikirannya. lalu menunggu jawaban selanjutnya yang ia rassa masih kurang.
“Aku mengikutimu sampai ke dalam kota,” suara Ki Sundala dalam, bergetar pelan tapi tegas.
“Aku juga menyaksikan pertarunganmu yang luar biasa. Bahkan, kau mampu membunuh orang dengan kependekaran yang berada di atasmu.” Pujian itu tak hanya sebuah kalimat; ada rasa kagum dan kekagetan yang tersirat jelas di nada bicaranya.
Bayu Wirata mengerutkan sedikit dahinya, mencoba meraba maksud di balik perkataan itu.
“akan tetapi, kau tahu keberadaanku. hal Itu membuat aku semakin penasaran padamu,” lanjut Ki Sundala sambil mengubah posisi duduknya, mencari kenyamanan untuk menyampaikan kalimat berikutnya.
“Aku sengaja memancingmu mengejarku, sampai akhirnya aku bisa membawamu ke sini.” Ki sundala mengakhiri jawabannya.
Bayu Wirata mendengar semua penjelasan jawaban dari orang di depannya. Lalu iamenarik napas dalam dalam, setelah itu, menghembuskannya dengan pelan.
Huhhh..
“Lalu, apa yang kau inginkan?” Matanya menatap lurus ke arah Ki Sundala, menginginkan jawaban yang tak sekadar basa basi.
"Aku tahu jika kau memiliki kemampuan yang jauh lebih tinggi, jika di bandingkan dengan pemudai seusia dirimu, karena kau memiliki tanda lima element, kau adalah sosok pemuda yang ada dalam ramalan" jawab Ki Sundala yang mengatakan apa yang ia ketahui.
Degg..
Bayu Wirata terkejut mendengar jawaban Ki Sundala yang ada di depannya. Kembali ia memasang sikap yang waspada. Pada saat itu, ia teringat dengan pesan sang kakek. Agar tidak memperlihatkan tanda lima element kepada siapun.
"Kau melihat tanda pada tubuhku, apa yang akan kau lakukan padaku?" Tanya Bayu Wirata dengan nada yang sedikit di tekan penuh ketegangan. Matanya menatap tajam sosok tua di depannya.
Hehehehe..
Ki Sundala tertawa terkekeh kekeh.
"Kau tidak perlu tegang seperti itu, aku tidak berniat membunuhmu" sahut Ki Sundala santai.
"Jangan berbohon, kau sudah melihat lima tanda element yang ada tubuhku. Kakekku berpesan untuk tidak memperlihatkan tanda ini kepada siapapun. Karena hal itu akan membuatku di buru" kata Bayu Wirata.
"Kau sudah mengetahuinya. Apakah kau juga ingin memburu dan membunuhku?" Tanya Bayu Wirata dengan nada semakin naik. Hingga membuat ketegangan. Sorot matanya semakin tajam menusuk ke arah lawan bicaranya.
KI sundala yang mendengar nada bicara Bayu Wirata meninggi, serta tuduhan dari pemuda tersebut kepadanya. Hal itu sedikit membuatnya tidak terima. Dengan tatapan yang tidak kalah tajam, ia lemparkan kepada pemuda itu sebagai balasannya.
"Dasar bodoh, kau memang kuat, namun cara berpikirmu masih sama dengan pemuda biasa. Jika aku ingn membunuhmu, maka sudah aku lakukan sejak semalam, di saat kau sedang tidak sadarkan diri. Dan hari ini, kau tidak akan bisa memakan daging yang aku berikan padamu" sahut Ki Sundala dengan nada yang meninggi penuh tekanan.
Bayu Wirata mendengar perkataan Ki Sundala. Ia langsung di buat terdiam seribu bahasa. Apa yang di katakan oleh orang di depannya memang benar adanya. Ia bisa saja sudah tewas sejak semalam.
Kini mata tajamnya berubah menjadi sayu. Nada bicaranya juga sudh turun. Dengan menghilangkan rasa malu ia segera bertanggung jawab atas apa yang sudah ia katakan tadi yang sudah membuat sosok Ki Sundala marah.
Bayu Wirata menundukkan kepalanya sejenak, napasnya berat mengalahkan keraguan di hatinya.
"Maafkan aku, Ki... aku sudah salah menilaimu," ucapnya pelan, suaranya nyaris bergetar.
Di depan Bayu Wirata, Ki Sundala hanya menganggukkan kepala pelan, seolah meyakinkan bahwa semua sudah termaafkan tanpa perlu kata kata panjang.
Namun, tatapan Bayu Wirata tak bisa sembunyi dari rasa penasaran yang membakar. Matanya mengunci pada sosok itu, yang sudah mengetahui adanya tanda lima elemen pada tubuhnya.
"Dapatkah aku bertanya sesuatu?" Bayu Wirata akhirnya mengumpulkan keberaniannya.
Ki Sundala menatap balik, alisnya mengerut tipis. "Apa itu?"
"Mengapa kau tidak memburuku, setelah mengetahui tanda di tubuhku?" suara Bayu melunak, berharap jawaban yang bisa menghapus segala keraguan.
Ki Sundala tersenyum tipis, matanya teduh seperti mengandung rahasia.
"Jadi kau ingin aku memburumu?" katanya pelan sedikit nada bercanda.
Bayu Wirata langsung menggeleng cepat, sedikit menundukan kepala. "Tidak."
Ki Sundala menghela napas pelan sembari menggeleng pelan, lalu duduk lebih rileks.
"Aku bukan pendekar dari golongan hitam. Aku hanya ingin turut andil membantu pemuda yang disebut dalam ramalan itu. Jika kau mau, aku ingin menjadi gurumu." Suara Ki Sundala rendah tapi tegas, seolah meletakkan sebuah harapan baru di hadapan Bayu.
Bayu Wirata mendengar apa yang di katakan oleh Ki Sundala. Sebenarnya pada saat ini, Bayu Wirata juga sedang mencari guru sesuai yang di anjurkan Ki Laksmana, kakek yang sudah membersarkan dan mendidiknya.
"Apakah kau bersedia menjadi guruku?, kebetulan aku memang sedang mencari guru. Kakekku bilang, jika aku harus mencari guru yang dapat mengajariku element yang ku miliki" kata Bayu Wirata
"Saat ini, baru satu element yang aku kuasai, yaitu element petir" lanjut Bayu Wirata meminta.
Ki Sundala yang mendengar apa yang di katakan oleh pemuda tersebut langsung tersenyum.
"Kebetulan sekali. Aku memiliki element api, aku bisa menjadi gurumu, serta mengajarimu jurus jurus dari element api" kata ki Sundala penuh semangat.
Pada saat ini, Ki Sundala sangat senang karena bisa ikut andil dalam membantu perkembangan sosok dalam ramalan.
Hari itu juga, Bayu Wirata menjadi murid dari Ki Sundala. Sosok yang sebenarnya adalah seorang pendekar dengan tingkat langit yang menjadi sesepuh dan juga sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan.
Akan tetapi, pada hari ini, ia menjadi seorang guru dari seorang pemuda yang menarik perhatiannya. Yaitu seorang pemuda dengan lima element berbeda di dalam tubuhnya.
Hari pertama melatih Bayu Wirata tidak sulit, ia hanya mengajari gerakaan dalam bertarung yang di kuasainya.
KI sundala sama sekali tidak perlu mengajari pemuda tersebut menggunakan tenaga dalam, hal itu terjadi karena pemuda itu sudah memiliki tenaga dalam yang sudah tinggi jika di bandingkan dengan pemuda seusianya.
Bayu wirata berdiri di depan Ki Sundala. Sosok yang menjadi gurunya di hari itu.
"Perhatikan ini baik baik, dan ikuti gerakanku" kata Ki Sundala memberi perintah agar Bayu Wirata mengikuti gerakannya.
Ki sundala memulai gerakan tubuhnya secara perlahan. Sudah pasti jika itu adalah gerakan dalam sebuah jurus bertarung yang ia kuasai.
Bayu Wirata menganggukkan kepalanya, dengan mata yang tajam ia memperhatikan gerakan demi gerakan yang di tunjukkan oleh sang guru.
"Aku akan mencobanya" gumam Bayu Wirata mantap.
Dengan rasa keyakinan dihati, Bayu Wirata mulai menggerakkan tubuhnya secara perlahan mengikuti gerakan dari gurunya.
Ki Sundala melihat pemuda di depannya sudah melakukan gerakan demi gerakan secara pelan. Terlihat senyuman yang terletak di bibir sosok sesepuh itu.
"Dia memang memiliki bakat yang hebat, jika hanya seorang pemuda biasa, maka gerakan itu akan terlihat kaku " gumam Ki Sundala yang memuji gerakan muridnya itu sudah sangat bagus.
Waktu berjalan pelan, tapi mata Ki Sundala tetap tertuju pada setiap gerakan Bayu Wirata. Lambat laun, Ki Sundala mulai mempercepat tempo gerakannya, langkahnya pun jadi lebih lincah dan gesit, seolah menantang pemuda itu untuk mengikuti iramanya.
Bayu Wirata menatap gerakan Ki Sundala yang semakin cepat dengan dahi berkerut, lalu ia berusaha menyesuaikan langkah dan gerakannya mengikuti kecepatan sang guru. Tangannya bergerak cepat, mengejar ritme yang berubah ubah.
Ki Sundala menggeleng pelan, tapi senyumnya melebar, penuh rasa kagum yang tumbuh dari dalam dada. “Bagus...,” gumamnya dalam hati, melihat bakat hebat dari sosok murid yang ada di hadapannya.
Hari berganti hari, pelatihan mereka terus berlanjut. Bayu Wirata terfokus pada gerakan bertarung dan bertahan di bawah bimbingan Ki Sundala. selain itu, ia juga di latih menggunakan jurus jurus yang hanya mengandalkan tenaga dalam biasa tanpa elemen, seperti jurus tinju pengemar gunung. Meski sederhana, tiap pukulan dan kerusakan yang di hasilkan cukup serius.
Tinju penggemar gunung adalah jurus yang sangat kuat, dengan memusatkan serta membuat keras tenaga dalam pada kepalan tinju. Hingga bisa membunuh lawan hanya dengan satu pukulan, jika lawan tidak memberikan perlindungan apa apa. Akan tetapi, jurus tinju tersebut juga kadang bisa menembus pelindung lawan, jika perlindungan lawan masih kurang kuat.
Bayu Wirata sudah selesai mempelajari jurus jurus dari Ki Sundala hanya dalam beberapa hari saja tanpa ada kesulitan sama sekali yang di alami oleh pemuda tersebut.
Kini, Bayu Wirata dan Ki Sundala duduk berhadapan di depan mulut goa yang menjadi tempat tinggal mereka
Mata Bayu Wirata terpaku pada pria tua di depannya, penuh harap, seolah ingin segera menagih janji.
“Kakek, bukankah kakek bilang ingin mengajariku mengendalikan elemen api dan jurus jurus yang mengandung elemen? Lalu, kapan itu akan di lakukan?” suaranya mengandung sedikit gelisah dan rasa ingin tahu yang dalam.
Ki Sundala mengusap janggutnya yang putih, lalu tertawa ringan, menggetarkan udara dingin di sekitar.
Hahahaha..
“Aku pasti akan mengajarimu. Apakah aku salah jika juga mengajarkan jurus jurus lain yang kumiliki?” Tanya Ki Sundala.
Bayu Wirata mengangguk pelan, pikirannya berputar.
“Tidak salah, Kek. Hanya saja, ada yang perlu kau tahu. Beberapa elemen dalam tubuhku masih tersegel separuh, dan segel itu hanya bisa dilepas oleh guru yang punya elemen serupa,” jelasnya sambil menunduk sedikit, menimbang apa yang harus dihadapi.
Ki Sundala menatap dalam dalam ke mata Bayu Wirata, keheningan sejenak menyelimuti mereka, penuh janji dan tantangan yang menanti.
"Jadi aku harus membuka segel element api yang ada pada tubuhku?, lalu siapa yang menyegel semua element itu, dan apa alasannya?" Tanya Ki Sundala dengan rasa penasaran.
Bayu Wirata membutuhkan posisi duduknya agar terasa lebih nyaman dalam berbicara.
"Ya, kakek harus membuka segel element api pada tubuhku" jawab Bayu Wirata singkat. Lalu melanjutkannya kembali.
"Orang yang menyegel semua element pada tubuhku adalah, kakekku sendiri. Tujuannya agar aku tidak mudah di kendalikan oleh element itu sampai aku bertemu dengan sosok guru yang mau mengajariku mengendalikan element tersebut. Pada saat ini, aku baru bisa mengendalikan element petir yang sudah di ajarkan oleh kakekku" kata Bayu Wirata yang melanjutkan jawabannya sembari menjelaskan semuanya.
Ki Wirata mengangguk pelan, matanya tajam menatap Bayu. Dengan langkah mantap, Ki Sundala maju mendekat.
"Baiklah, aku akan memeriksamu terlebih dahulu," ucapnya sambil meletakkan tapak tangan di dada Bayu Wirata, tepat di tanda lima elemen.
Tenaga dalam mengalir deras dari telapak tangannya, merayap ke seluruh tubuh Bayu. Ki Sundala menyipitkan mata, merasakan ada empat elemen yang masih tersegel setengah setengah.
“Kau benar, segel empat elemen ini belum terbuka sepenuhnya. Untung hanya separuh, jika segel itu utuh sepenuhnya, mungkin aku takkan mampu membukanya,” katanya dengan nada serius.
Ki Sundala mengangguk pelan, nada takjub muncul dari suaranya.
“Kalau kakekmu bisa menyegel semua element yang ada pada tubuhmu, berarti dia lebih dari sekadar pendekar biasa. Kemampuannya mungkin jauh melampaui aku.” kata Ki Sundala lagi.
Bayu Wirata menatap ke depan, wajahnya datar dengan suaranya yang menyahuti ucapan Ki Sundala.
“Mungkin saja, tapi aku tidak pernah melihatnya bertarung dengan siapapun. Dia hanya seorang tabib yang kemudian juga di ajarkan kepadaku.” kata Bayu Wirata.
Ki Wirata mendelikkan matanya sedikit heran. Ia tidak menyangka jika kakek Bayu Wirata adalah seorang tabib yang mampu menyegel lima element dalam tubuh Bayu Wirata.
"Aku rasa kakekmu bukan tabib biasa. Dan aku yakin jika dia juga seorang pendekar yang sudah mengundurkan diri dari dunia persilatan lalu menjadi seorang tabib" kata Ki Sundala berpendapat.
Bayu Wirata hanya menganggukkan kepalanya pelan. Dan memang benar jika kakeknya dulu adalah sosok yang cukup di takuti namun dengan identitas yang tersembunyi.