Elzhar Magika Wiratama adalah seorang dokter bedah kecantikan yang sempurna di mata banyak orang—tampan, disiplin, mapan, dan hidup dengan tenang tanpa drama. Ia terbiasa dengan kehidupan yang rapi dan terkendali.
Hingga suatu hari, ketenangannya porak-poranda oleh hadirnya Azela Kiara Putri—gadis sederhana yang ceria, tangguh, namun selalu saja membawa masalah ke mana pun ia pergi. Jauh dari tipe wanita idaman Elzhar, tapi entah kenapa pesonanya perlahan mengusik hati sang dokter.
Ketika sebuah konflik tak terduga memaksa mereka untuk terjerat dalam pernikahan kontrak, kehidupan Elzhar yang tadinya tenang berubah jadi penuh warna, tawa, sekaligus kekacauan.
Mampukah Elzhar mempertahankan prinsip dan dunianya yang rapi? Atau justru Azela, dengan segala kecerobohan dan ketulusannya, yang akan mengubah pandangan Elzhar tentang cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biqy fitri S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ciuman Rahasia
Hari ini Azel libur dari pekerjaannya di butik, namun ia tetap tidak lupa dengan kewajibannya sebagai istri baru.
Sejak pagi, ia sudah menyiapkan sarapan di meja makan: sepiring roti panggang hangat, telur dadar, dan segelas kopi untuk suaminya. Tak lupa, ia juga menyiapkan baju kerja Elzhar yang rapi di ruang wardrobe.
“Pagi, istri,” sapa Elzhar saat masuk ke dapur, wajahnya sudah mengenakan kemeja dan celana rapi.
“Pagi, L,” jawab Azel sambil tersenyum malu-malu.
Mereka pun duduk dan menikmati sarapan bersama, suasana pagi terasa hangat dan damai.
“L… kamu baik-baik aja?” tanya Azel, menatap wajah Elzhar yang sedikit pucat.
“Iya, agak sedikit nggak enak badan, tapi masih aman kok,” jawab Elzhar santai, mencoba menutupi rasa kurang enaknya.
Azel menatapnya khawatir. “Kalau kamu nggak tahan, istirahat aja, L.”
Elzhar menggeleng. “Gak bisa, Zel. Hari ini ada beberapa pasien yang sudah terjadwal. Tapi tenang aja, gue bakal jaga diri.”
Azel mengangguk pelan. “Yaudah… jangan lupa makan siang ya. Kalau ada apa-apa, kabarin gue langsung. Jangan dipaksain.”
Elzhar tersenyum tipis, lalu menggenggam tangan Azel sebentar. “Gak bakal lupa. Makasih ya, Zel… udah perhatian sama gue.”
Azel tersenyum malu, menunduk sebentar. “Ya… itu udah kewajiban gue sebagai istri lo.”
Suasana pagi itu terasa hangat, penuh perhatian, dan canggung manis khas pasangan baru. Sarapan selesai dengan tawa ringan saat Elzhar pura-pura kesulitan membuka botol selai, membuat Azel tak kuasa menahan senyum.
Setelah Elzhar berangkat kerja, Azel membereskan seluruh rumah dengan teliti. Siang ini, ia berencana membuatkan sup kaldu ayam untuk suaminya—mengingat Elzhar sedang tidak enak badan—dan mengantarkan makan siang langsung ke kliniknya.
Setelah memasak dan menyiapkan semuanya, Azel bersiap pergi. Tak lama kemudian, ia sampai di klinik milik Elzhar.
“Halo, selamat siang, Ucap Azel,” sapa salah satu perawat yang mengenal Azel.
“Eh… silahkan masuk, Bu. Dokter L sedang ada di ruangannya, silahkan langsung masuk,” ucap perawat itu sambil tersenyum.
Azel menyalami perawat dan melangkah ke ruang kerja Elzhar.
“L… L…” panggilnya sambil menyusuri ruangan, namun tak ada jawaban dan Elzhar tak terlihat.
Tanpa sengaja, Azel menekan sebuah kaca yang ternyata tombol rahasia. Sebuah ruangan tersembunyi terbuka di balik kaca, dan begitu ia masuk, kaca itu menutup kembali.
Ruang itu cukup luas, sebuah kamar rahasia tempat Elzhar biasanya beristirahat. Di sana, ia melihat Elzhar sedang tidur dengan tubuh menggigil.
“L… kamu nggak papa?” Azel segera menghampirinya, memeriksa suhu tubuh suaminya.
“Ya ampun… L, badan kamu panas banget,” gumam Azel khawatir.
Elzhar mengigau pelan. “Zel… Azelll… Azelll…”
“Iya, L… gue di sini,” bisik Azel, mencoba menyadarkan Elzhar.
Elzhar tersadar, langsung menarik Azel ke pelukannya.
“Apa ini mimpi?” tanya Elzhar setengah bingung.
“Kalo mimpi… biarin gue meluk lo,” jawab Azel sambil membalas pelukan.
Elzhar membuka matanya, menatap wajah Azel yang hanya beberapa senti darinya.
“Istriku… cantik,” gumamnya pelan. “Mumpung ini mimpi, gue pengen… menciummu.”
Azel hanya mematung, jantungnya berdegup kencang.
“L… ayo ke rumah sakit, kamu demam,” tegur Azel dengan nada cemas.
“Biarin gue melakukan apa yang gue mau. Di mimpi aja, lo tetap cerewet,” ucap Elzhar sambil tersenyum nakal, menganggap ia masih berada dalam mimpi.
Elzhar menarik napas panjang. “Zel… gue udah nggak bisa nahan…”
Elzhar pun menunduk dan menciumnya lembut, membuat Azel tersentak sekaligus tersipu. Suasana hening, hangat, dan canggung, hanya suara napas mereka terdengar di kamar rahasia itu.
Elzhar menahan tubuh Azel lebih dekat, tangan kanannya memeluk pinggang Azel, tangan kiri menahan pundaknya agar tak menjauh.
Azel awalnya terkejut, tapi tubuhnya perlahan menyesuaikan, jantungnya berdetak lebih cepat.
Elzhar menundukkan wajahnya, menempelkan bibirnya ke bibir Azel dengan lembut, kemudian menekan sedikit lebih lama.
“L…,” bisik Azel, suaranya bergetar, namun tidak menolak.
“Shh… gue di sini, jangan takut,” bisik Elzhar sambil memeluknya lebih erat.
Ciuman itu mulai dalam, bibir mereka saling menyentuh dan menjelajahi, tangan Elzhar bergerak menenangkan punggung dan pinggang Azel. Azel menutup matanya, melepaskan sedikit kecanggungan, membiarkan dirinya hanyut dalam momen itu.
Elzhar perlahan menarik kepala Azel sedikit ke samping, memeluk lehernya dan menekan ciuman lembut di sana. Desahan kecil Azel terdengar, membuat Elzhar tersenyum pelan di antara ciumannya.
Mereka tetap di pelukan itu cukup lama, menikmati kehangatan dan rasa aman satu sama lain. Ciuman yang awalnya singkat berubah menjadi panjang dan intim, tapi tetap penuh kelembutan.
Azel akhirnya memisahkan bibirnya, menatap mata Elzhar dengan wajah memerah. “L… jangan gitu lagi… gue hampir nggak nafas, tapi kenapa lo lakuin ini ke gue” gumamnya pelan, napas tersengal.
Elzhar tersenyum nakal tapi lembut. “Gue cuma pengen lo ngerasain betapa gue sayang sama lo… bahkan gue udah gak bisa menahannya .”
Azel hanya bisa menunduk, menahan senyum malu, tapi hatinya hangat dan berbunga-bunga. Suasana itu terasa damai, hangat, dan penuh cinta, meski ada canggung manis khas pasangan baru.
Tak lama setelah itu, Elzhar pun tertidur di pelukan Azel.
Azel menatap wajah suaminya dengan penuh kehangatan, jantungnya berdegup pelan melihat Elzhar yang tampak begitu tenang dan lemah.
“L… kalau lo menganggap ini cuma mimpi, gue berharap ini akan jadi mimpi indah buat lo,” bisik Azel pelan, hampir seperti berbicara untuk dirinya sendiri.
Ia merapikan selimut di tubuh Elzhar, membelai rambutnya sebentar, lalu menundukkan kepala di bahunya sambil tersenyum tipis.
Setelah ciuman panjang itu, mereka pun terlelap dalam pelukan satu sama lain.
Sekitar satu jam kemudian, Elzhar terbangun, masih memeluk tubuh Azel dengan erat. Ia menatap wajah Azel yang tenang di sampingnya, sedikit terkejut.
“Azel… berarti semua itu bukan mimpi…” gumamnya pelan, masih setengah bingung tapi bahagia.
Tak lama, Azel pun membuka matanya.
“L… kamu udah bangun. Gimana keadaanmu?” ucap Azel sambil memeriksa suhu tubuh Elzhar dengan lembut, matanya penuh kekhawatiran.
Elzhar menggeleng sedikit, menahan senyum.
“Ayo kita ke dokter, lo masih demam…” saran Azel, mencoba terdengar tegas tapi lembut.
“Tapi… gue mau pulang, Zel,” jawab Elzhar pelan, suara seraknya terdengar lemah.
“L… kamu harus di periksa dulu biar minum obat, badan kamu panas banget,” ucap Azel sambil memeriksa suhu bahannya.
Elzhar hanya menggerutu lemah. “Zel… gue nggak butuh obat… gue butuh lo,” gumamnya sambil tersenyum tipis, masih terdengar suara serak karena demam.
Azel menghela napas, menahan senyum. “Dasar si tukang gombal.. tapi gue gak mau lo sakit, jadi harus nurut. Jangan keras kepala lagi ya, nanti tambah parah. Gue nggak mau kamu demam sendirian,” kata Azel sambil duduk di sampingnya, tetap menjaga jarak tapi mata mereka bertemu terus.
Elzhar menatapnya, tersenyum nakal. “Gue janji nurut… tapi… please pulang aja, biar lo yang ngerawat gue.”
Azel menatapnya, lalu tersenyum tipis.
“Ya udah… tapi kita pulang kamu harus lakuin apa yang aku minta .”
Elzhar hanya mengangguk, lalu memeluk Azel lebih erat.
“Ya gue janji… ayo kita pulang,” gumamnya, merasa hangat di pelukan istri barunya.
Suasana itu penuh kehangatan dan cinta, canggung tapi intim—seperti momen awal mereka belajar menjadi pasangan suami istri yang saling menjaga.