Tes Tes Tes
Air mata Airin tertahankan lagi ketika mendapatkan tudingan yang begitu menyakitkan dari sang ayah.
Bahkan pipinya memerah, di tampar pria yang begitu dia harapkan menjadi tempat berlindung, hanya karena dia mengatakan ibunya telah dicekik oleh wanita yang sedang menangis sambil merangkulnya itu.
Dugh
"Maafkan aku nona, aku tidak sengaja"
Airin mengangguk paham dan memberikan sedikit senyum pada pria yang meminta maaf padanya barusan. Airin menghela nafas dan kembali menoleh ke arah jendela. Dia akan pulang, kembali ke ayah yang telah mengusirnya tiga tahun yang lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Masih ada waktu Menikung
Pintu apartemen terbuka, Airin masih bersikap seolah Samuel itu angin. Hingga ketika Billy akan ikut masuk, karena khawatir pada Airin. Samuel sudah terlebih dulu menutup pintu apartemen itu dan menguncinya.
Brakk
Daun pintu dari baja itu nyaris saja mengenai ujung hidung Billy. Billy mematung sebentar tapi kemudian dia menempelkan telinganya di daun pintu itu.
Sayangnya, apartemen itu kedap suara. Tidak bisa mendengar apapun dari dalam ke luar. Tapi masih bisa mendengarkan suara dari luar ke dalam apartemen.
Airin berjalan cepat ke arah kamarnya, ya kamarnya, bukan kamar Samuel. Tapi Samuel menarik tangan Airin dan tarikan kuat itu membuat Airin menabrak tubuh Samuel.
Brakk
Helaian rambut Airin menutup wajahnya, tapi Airin menyingkirkannya dengan cepat dengan tangannya yang satu lagi.
"Kamu menghindariku?" tanya Samuel dengan mata merah dan berkaca-kaca.
Airin mengeraskan rahangnya.
"Aku tidak pernah berada di dekatmu, bagaimana aku bisa menghindar" jawab Airin dengan sangat ketus.
"Aku bisa jelaskan...." ujar Samuel mencoba mengajak bicara Airin.
Airin mencoba melepaskan tangan Samuel darinya.
"Aku tidak butuh penjelasan apapun! lepaskan aku!"
"Airin, aku pergi ke rumah untuk bicara dengan ayah..."
"Aku tidak butuh penjelasanmu! aku tidak butuh apapun! aku tidak butuh siapapun!"
Airin mencoba untuk menahannya. Sejak melihat bagaimana situasi di restoran tadi, dia berusaha keras untuk menahannya. Menahan air matanya agar tidak jatuh, agar tidak ditertawakan semakin keras oleh Susan dan Vivi. Menahan agar dia tidak terlihat sedih, dia tidak mau lagi di anggap menyedihkan.
Tapi Samuel terus menguji kesabarannya. Akhirnya emosi itu sudah tidak dapat terkendali lagi.
"Airin, tolong dengarkan aku. Ibuku..."
"Lepaskan aku!" sela Airin dengan sangat tegas.
"Airin"
"Lepaskan aku, atau aku akan pergi!" gertak Airin lagi.
Tapi itu memang tidak sekedar gertakan. Jika Samuel masih terus memaksanya seperti ini. Dia benar-benar akan pergi. Apa gunanya sekarang? Samuel akan menikah dengan Vivi satu minggu lagi. Apa yang bisa dia lakukan? kenyataannya, rencananya gagal.
"Airin, kamu harus dengarkan aku. Ibuku..."
"Satu.. dua... "
Samuel melepaskan tangan Airin. Dia sungguh tidak ingin wanita itu pergi darinya.
Airin menarik tangannya dengan sangat kuat, setelah tidak lagi merasa genggaman Samuel itu terlalu kencang. Airin membuka pintu kamarnya dan membanting pintu itu begitu kencang.
Brakk
Airin menguncinya dan terduduk lemas di belakang pintu. Bersandar pada pintu itu sambil memeluk lututnya.
Airin merasa dirinya lebih daripada gagal. Tapi hatinya terasa begitu sakit. Dia berusaha tampak kuat hanya di depan Susan dan Vivi. Sekarang dia benar-benar seperti apa yang dikatakan tadi. Dia benar-benar sendirian, tak butuh apapun dan tak butuh siapapun. Karena dia tidak memiliki apapun dan tidak memiliki siapapun.
"Airin"
Airin menoleh ke arah belakang. Samuel masih memanggilnya di sana. Airin berdiri dengan cepat, lalu masuk ke kamar mandi.
Airin menyalakan keran air di wastafel, dan menyalakan shower. Suara air itu terdengar begitu keras. Airin kembali terjatuh lemas di lantai, hingga semua pakainya basah. Di bawah shower yang mengalir itu, Airin mengeluarkan semua keluh kesahnya.
Airin menangis sampai tersedu-sedu. Sampek terisak, sampai suara terdengar begitu pilu.
Satu minggu lagi, dia benar-benar akan kalah satu minggu lagi.
Tapi bukan hanya itu, hatinya terluka. Bukan hanya karena ayahnya, tapi juga Samuel. Baru semalam dia merasa begitu dilindungi, begitu di sukai, dan pagi tadi Samuel juga mengatakan kata-kata yang begitu manis padanya. Tapi kenyataannya, malamnya dia malah mendengar pria itu akan menikah satu minggu lagi. Setelah lelah menangis, Airin menertawakan dirinya sendiri.
Dia merasa benar-benar seperti yang sering dikatakan oleh Susan padanya. Wanita yang bodohh. Sudah berapa kali dia mengingatkan dirinya sendiri agar jangan menggunakan perasaan. Tapi dia malah menggunakan ltu, hingga membuatnya terluka sendiri.
Airin menghela nafas, dia sudah menggigil. Airin melepaskan semua pakaiannya dan mandi. Karena pakaiannya memang tidak ada di kamar ini. Dia bahkan hanya menggunakan handuk dan membuka pintu.
Ceklek
"Airin"
Samuel masih duduk di samping pintu. Melihat Airin keluar setelah satu jam berlalu, Samuel segera berdiri dan bersuara mengejar Airin yang masuk ke dalam kamar Samuel.
Airin membuka lemari dan mengambil piyama tidurnya.
Samuel mendekati Airin. Namun Airin yang tak mau mendengar satu kata pun yang dijelaskan oleh Samuel menjatuhkan handuknya.
Samuel diam mematung, tapi kemudian dia berbalik. Jantungnya berdebar kencang sekali, bahkan wajah dan kedua daun telinganya terlihat sangat merah. Sesuatu yang berada di bawah sana juga bergejolak, membuat celana panjang yang dia pakai itu terasa sesak. Padahal tadinya sangat pas.
Airin tidak perduli, dia sengaja ingin membuat Samuel diam. Airin meletakkan handuk di tempatnya. Bahkan langsung pergi ke tempat tidur dalam keadaan rambut yang masih setengah kering.
Airin mengambil satu selimut dari lemari. Dia bahkan tidak ingin berbagi selimut dengan Samuel.
Mendengar Airin sepertinya sudah naik ke tempat tidur. Samuel berbalik, wajah wanita yang dia sukai itu sudah tidak terlihat sama sekali. Di tutup semua dengan selimut.
Samuel tahu, tidak mungkin bicara pada Airin sekarang. Samuel melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Terdengar suara shower di nyalakan, baru Airin membuka selimut dan menyeka air matanya. Ternyata dia kembali menangis.
"Semua orang di dunia ini pembohong!" gumamnya yang terlanjur merasa sakit hati pada Samuel.
Tapi Airin kembali mendesah kasar. Kenapa dia marah? kenapa dia harus marah? dia juga tidak jujur pada Samuel. Dia memang mendekatinya untuk memanfaatkannya kan?
Entah darimana asalnya, Airin kembali memikirkan sesuatu.
"Masih ada satu minggu sebelum pernikahan itu. Jika Samuel menikah lebih dulu denganku..." gumam Airin terjeda karena Samuel sudah membuka pintu.
Airin kembali menarik selimut sebatas kepalanya.
Di dalam selimut itu Airin kembali berpikir.
'Masih ada satu minggu, artinya masih ada 7 hari sebelum Samuel menikah. Vivi, Susan. Aku tidak akan biarkan kalian menang' batin Airin yang sudah menganggap dirinya dengan dua wanita itu adalah dua kubu yang sedang bertarung.
Dan Airin sedang memotivasi dirinya sendiri. Untuk tidak membiarkan Susan dan Vivi memang. Tiga tahun lalu, kedua wanita itu merampas segalanya dari Airin. Sekarang giliran Airin yang merampas segalanya dari kedua wanita licik itu.
Sebenarnya setelah setengah jam lebih. Airin juga tidak bisa tidur. Di otaknya masih banyak hal yang dia pikirkan. Namun Airin memang sangat tegang. Nafasnya sangat teratur. Membuat Samuel mengira wanita itu sudah tidur.
Samuel yang sejak tadi gelisah dan merasa.sanhat bersalah pada Airin. Sungguh tak bisa memejamkan matanya sama sekali. Pria itu mengangkat tangannya. Dan mengarahkannya ke selimut yang di pakai Airin.
Airin merasakan gerakan itu, tapi dia pura-pura tidak tahu. Airin masih tetap menutup matanya. Hingga Samuel benar-benar bisa melihat wajah Airin yang terlihat masih sedih itu.
"Maafkan aku, ibuku sakit. Aku tidak bisa membuatnya drop lagi. Aku akan cari cara menunda pernikahan dengan bibimu Airin. Aku hanya akan menikah denganmu. Aku hanya mencintaimu" ucap Samuel dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
Para pria keluarga Soler memang para pria bucin. Kalau sudah menyukai satu wanita, mereka bahkan akan rela menyerahkan nyawa mereka.
Samuel perlahan menurunkan pandangannya dari bulu mata lentik Airin ke hidung wanita cantik itu lalu ke bibirnya. Jakun pria itu naik turun, dia bahkan belum bisa melupakan apa yang terjadi kemarin malam.
Perlahan Samuel mendekatkan bibirnya ke bibir Airin.
Cup
Deg
Samuel melebarkan matanya, ketika kedua kelopak mata Airin terbuka.
"Airin"
***
Bersambung...