Azzam Syauqi Atharis pria yang dulunya memilik sifat ceria dan jahil berubah menjadi sosok pria dingin setelah tragedi na'as yang terjadi di dalam keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joelisha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Mobil taksi yang di tumpangi Kesya berhenti di depan sebuah rumah besar.
"Sudah sampai,Nona."ujar supir taksi.
Begitu Kesya turun gerbang rumah besar di depannya terbuka. Disana, Leo sudah menunggu di depan teras.
Dia berjalan mendekat sementara supir taksi mengeluarkan koper Kesya dari bagasi.
"Hanya ini barangmu?"tanya Leo, menatap koper kecilnya.
Kesya tersenyum tipis dan mengangguk."Iya. Aku nggak punya banyak barang."
"Berapa, pak?" Kesya bertanya pada supir taksi.
"Aku yang bayar."potong Leo sebelum supir sempat menjawab. Dia mengambil beberapa lembar uang ratusan ribu dan menyerahkannya.
Supir itu terkejut."T-tuan, ini terlalu banyak__"
" Ambil saja, anggap saja sebagai ucapan terimakasih karena sudah mengantar istri saya dengan selamat."
Leo kemudian mengangkat koper Kesya dan berjalan ke rumah. Kesya tercengang baru sadar, dia buru-buru mengejarnya.
"A-aku bisa bawa sendiri!"
Dia hendak mengambil kopernya, tapi Leo dengan mudah menjauhkannya dari jangkauan.
"Kamu istriku. Sebagai suami, sudah tugasku membantu dalam hal seperti ini."
Kesya terdiam pipinya terasa hangat. Perhatian sederhana yang tak pernah di dapat dari Felix..
Tatapannya terarah ke punggung Leo yang berjalan di depannya, begitu gagah dan kokoh.
Saat menyadari Kesya tak kunjung menyusul, Leo menoleh.
"Kenapa diam saja?"tanyanya." Kemari."
Kesya tersentak, lalu berlari kecil mengejarnya. Melihat seperti itu Leo tersenyum sekilas, hanya sesaat sebelum ekspresinya kembali datar.
Dia meraih tangan Kesya, menggenggamnya erat.
"Jangan tertinggal lagi."ucapnya pelan.
Kesya hanya bisa mengangguk, pipinya kembali memerah.
Kesya tercengang ketika pintu besar nan mewah dihadapannya terbuka lebar, udara malam menyelimuti dengan kesunyian yang ganjil. Ini bukan lagi dunia yang di kenalnya.
"Ayo, masuk!"ajak Leo.
Kesya menarik nafas panjang sebelum melangkah. Setiap langkah terasa berat, seakan melewati pintu itu berarti memasuki dunia yang benar- benar berbeda. Dunia milik Leo.
Aroma kayu dan wewangian maskulin langsung menyapa indra penciumannya saat memasuki rumah tersebut, interior rumah itu luas dan megah, namun ada kesan dingin yang sulit di abaikan.
"Kamu bisa memilih kamar mana saja yang kamu suka."ujar Leo."Tapi, jika kamu mau. Kamar utamaku juga tersedia.
Kesya menoleh cepat."Kamar utama?"
Leo mengangkat alis."Kamu sekarang istriku, bukan?"
Dada Kesya tiba-tiba terasa sesak kata 'istri' itu terasa asing di telinganya, seolah status yang baru disandangnya itu masih belum nyata.
Leo menatapnya dalam-dalam melangkah mendekat mengikis jarak di antara mereka, begitu dekat hingga Kesya bisa merasakan kehangatan tubuhnya.
"Tapi tenang saja."lanjut Leo, suaranya rendah dan dalam."Aku tidak akan menyentuhmu..kecuali kamu sendiri yang menginginkannya."
Kesya tersentak, pipinya merona dalam sekejap. Dia buru-buru melangkah mundur, sementara Leo hanya menatapnya dengan ekspresi penuh arti.
"Terserah padamu."Leo berbalik dan berjalan menuju tangga."Aku tidak suka memaksa wanita. Kamu punya kebebasan penuh disini. Tapi ingat, sekarang kamu adalah Nyonya wilson. Bukan lagi gadis tanpa tempat kembali."
Kesya menggigit bibirnya merasakan sesuatu yang aneh merayapi dadanya. Ada perasaan aneh yang timbul setiap kali Leo berbicara dengannya seperti itu. Seolah ini bukanlah pernikahan kontrak yang seperti ia pikirkan. Leo seolah mengklaim kepemilikan terhadapannya, seperti pernikahan sesungguhnya. Dan kontrak hanya sebagai alibi pria itu.
Namun, sebelum dia mencerna lebih jauh perasaannya. Ponselnya bergetar sebuah pesan masuk.
-Felix-
Kau dimana? Kita perlu bicara.
Kesya menatap layar ponselnya, dengan ekspresi kosong. Tangannya mengepal.
Bicara? Setelah semua yang dia lakukan?
Seolah belum cukup mengkhianati, sekarang pria itu masih berani mencarinya.
Dari lantai atas , Leo yang berdiri di balkon. memperhatikannya tatapannya tajam penuh pengamatan.
"Kesya."
Kesya tersentak. Mendongak menatap Leo yang kini bersandar pada pagar balkon dengan ekspresi dingin.
"Kamu masih berpikir untuk kembali padanya?"tanyanya suaranya terdengar datar, namun menusuk.
Kesya menelan ludah dia tidak perlu menjawab. Leo sudah bisa membaca jawabannya dari ekspresi wajahnya.
Lalu, tiba-tiba Leo tersenyum. Senyum tipis yang penuh misteri.
"Baiklah."katanya pelan." Kalau begitu, aku akan pastikan kamu tidak punya pilihan untuk kembali."
Jantung Kesya berdebar kencang.
"Apa maksudmu?"tanyanya dengan suara bergetar.
Leo tidak menjawab. Namun, ekspresi di wajahnya cukup untuk membuat Kesya sadar dia baru saja masuk ke dalam permainan yang lebih besar dari dugaannya.
Dan di dalam permainan ini, Leo lah yang memegang semua kendali.
*
*
*
Di kediaman Stanley.
Azam dan Letta baru saja habis makan malam bersama keluarga besar Stanley. Azzam menyempatkan diri untuk hadir atas undangan mertuanya untuk makan malam bersama, karena semenjak mereka menikah Letta belum sama sekali pulang ke rumah orang tuanya.
Ting!
Satu pesan masuk ke ponsel Azzam. Segera pria itu menatap layar ponselnya, terdapat satu pesan masuk dari anak buahnya.
-Bastian-
Tuan Azzam, pria itu menyebut kata Damian.
Tepat setelah membaca kalimat itu, bola mata Azzam seketika melebar, bersamaan dengan jantungnya yang berdebar bagai di sambar petir.
"Shit!" Azzam mengumpat.
Bagaimana ia bisa tidak tahu ,pria itu sudah keluar dari penjara.
Setelah mengirim balasan pada anak buahnya, Azzam langsung mengubah ekspresi wajahnya seperti semula,untung saja tidak ada yang mendengar umpatannya tadi.
Tapi tanpa di sadari Azzam perubahan raut wajahnya tadi sempat di tangkap oleh Niko kakak tertua Letta, dari situ Niko dapat menyimpulkan ada yang tidak beres dengan adik iparnya itu. Ia harus mencari tahu apa yang sedang Azzam sembunyikan.
Setelah semua orang tertidur, Azzam keluar dari kamar Letta lalu berjalan menuju area samping rumah itu yang terdapat kolam renang dan satu gazebo tempat untuk bersantai.
Azzam duduk sendirian di tempat itu, ia mengeluarkan sebungkus rokok yang selalu ia bawa beberapa hari ini.
Ya, pria itu akan merokok jika ia sedang stres. Terbukti sudah habis beberapa batang selama ia duduk di tempat itu.
Pikirannya semerawut, tatapannya kosong menatap langit malam yang terlihat kelam tanpa satu pun terlihat adanya bintang.
"Hhh," sudah beberapa kali helaan nafas itu lolos dari mulutnya.
"Ternyata disini rupanya?''
Terdengar suara pria, bersamaan dengan langkah kaki yang mendekat. Niko abang iparnya datang menghampiri.
Melihat kedatangan abang iparnya, dengan cepat Azzam mematikan rokok yang masih menyala di tangannya.
"Tidak apa-apa, lanjutkan saja. Aku juga sama sepertimu jika sedang banyak pikiran pasti akan ku larikan ke rokok atau minuman."ungkap Niko.
Azzam menggeleng,"Sudah cukup."ucapnya.
"Kalau ada masalah sebaiknya ceritakan, ingat kau sudah tidak sendiri lagi sekarang ada keluarga Stanley di belakangmu."
Azzam tampak ragu, tapi mungkin dengan bercerita bisa sedikit mengurangi bebannya.
"Aku baru saja mendapat kabar, orang itu sudah keluar dari penjara."ungkap Azzam.
"Orang itu?!"tanya Niko bingung.
"Musuh terbesar Atharis."
Niko mengangguk, ia mulai mengerti kemana akar dari masalahnya.
"Lalu?"
"Aku takut dia akan membuat masalah, yang dapat membahayakan orang-orang terdekatku."
Niko merangkul pundak Azzam," semua masalah pasti ada jalan keluarnya. Jadi tidak usah khawatir."
Azzam mengangguk ia kembali menatap langit malam itu.
"Daddy, Azzam pastikan akan menangkapnya kali ini. Tapi Azzam tidak akan berbaik hati seperti Daddy. Akan ku pastikan dia akan mendapat balasan yang setimpal dari apa yang pernah ia perbuat pada keluarga kita." batin Azzam.
"Kembalilah,ini sudah larut malam. Jangan sampai Letta terbangun dan mencarimu."
Azzam tersentak dari lamunannya, ketika bahunya di tepuk oleh abang iparnya, segera ia membersihkan sisa- sisa bekas rokoknya tadi kemudian menyusul abang iparnya yang sudah masuk lebih dulu.
Letta tertidur pulas, ia tidak menyadari kepergian suaminya bahkan saat pria itu kembali pun wanita itu tetap pada posisi awalnya. Azzam mendekat lalu berbaring di samping istrinya, ia menatap lekat wajah sang istri. Tangannya terangkat menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik istrinya.
" Kamu adalah anugrah yang tuhan berikan, setelah becana besar dalam hidupku." ia mengelus puncak kepala Letta dengan lembut, bahkan membubuhkan satu kecupan di keningnya.
-Azzam-
Carikan aku bodyguard cewek yang ahli bela diri.
Isi pesan singkat yang Azzam kirimkan kepada Daniel.
-Daniel-
Buat nyonya?!
Tebak Daniel tepat sasaran.
-Azzam-
Iya, Nyonya perlu seseorang yang akan melindunginya ketika aku tidak bisa hadir dan berada disisinya.
-Daniel-
Baik.
-Azzam-
Yang profesional, bisa menempatkan diri.
-Daniel-
Siap, Tuan.
Azzam bukannya tidak percaya dengan anak buahnya apalagi orang-orang city guard. Mereka sudah terjamin tidak diragukan lagi, hanya saja sikap posesif pria itu yang tidak mengizinkan istrinya di kelilingi banyak pria. Itu pula menjadi alasannya untuk meminta Daniel mencarikan bodyguard perempuan untuk istrinya karena anak-anak city guard notabenenya berjenis kelamin laki-laki semua.
Tapi tidak menutup kemungkinan Azzam juga meletakkan beberapa anggota city guard untuk berjaga dari jarak jauh, lebih tepatnya sebagai bayangan.
"Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk terjadi padamu, akan ku ushakan dirimu tetap aman." janji Azzam pada dirinya sendiri.