Aku tidak akan membiarkan, Saudara tiri dan Ibu tiri menginjak-injak harga diriku.
Ikuti kisah Intan, yang berjuang agar harga dirinya tidak injak-injak oleh ibu tirinya dan kakak tirinya. Tidak sampai situ saja, ikuti kisah perjuangan Intan untuk bisa berdiri di kaki nya sendiri hingga dirinya sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Sekolah sudah di bubarkan jam setengah empat sore. Intan tidak langsung pulang ke rumah di mampir dulu di toko grosir. Dia hendak membeli bahan- bahan untuk dagangannya besok. Agar besok dia tinggal membuka warung mininya selepas pulang sekolah.
“Selamat berbelanja kak..” Sapa ramah pelayan toko. Intan membalas dengan mengangguk sopan. Lalu berjalan ke lorong per mie an. Dia akan membeli beberapa bungkus mie instan untuk dibuat mie viral, intan juga mengambil persausan, keripik dan kerupuk untuk melengkapi mie viralnya nanti.
Setelah mengambil per mie an. Intan beralih ke lorong per cikian. Dia akan membeli ciki berhadiah karena anak-anak pasti akan tertarik dengan ciki berhadiah. Setelah itu tangan Intan juga meraih beberapa renceng minuman serbuk buat menambah isi warungnya.
Terakhir dia berjalan menuju freezer box, Intan akan mengambil beberapa frozen food seperti sosis, bakso dan dumpling keju, ekor udang dan stik crab. Frozen food ini akan dia gunakan untuk menu seblak frozen food, Intan juga akan menambah telor puyuh dan sayur, dia akan membelinya di warung mpok nuri nanti.
Setelah selesai belanja, Intan menghabiskan uang sebesar seratus tujuh puluh lima ribu untuk semua belanjaannya. Intan tadi juga sempat membeli wadah, dan perlengkapan lainnya. Buat dagangannya besok. Saat pulang Intan memesan ojek karena dia akan kesusahan kalau jalan kaki membawa banyak belanjaan.
Saat di perjalanan, Intan melihat Mila yang tengah berboncengan dengan seorang pria dewasa. Mereka melaju cepat mendahului Intan, lalu menikung di depan Intan sepertinya mereka menuju ke perkebunan. Mila tidak melihat Intan, karena dia sibuk bercakap dengan pria yang jauh lebih dewasa darinya. Sepertinya pria itu seusia dengan Papa Herman.
“Mereka mau ngapain ke pekebun gitu? Pikiran aku kenapa menjadi kotor ya? Mana mila pakai seragam ketat gitu?.” Batin Intan berpikir sangat jauh.
Saat sampai di rumahnya. Intan segera menata barang-barang belanjaannya. Lalu kembali pergi ke luar buat belanja sayur dan telur puyuh di warung mpok nuri. Intan berjalan sendiri dan agak cepat karena hari sudah semakin sore.
“Mpok nuri Intan mau telur puyuh sama sayuran nya dong.” Ucap Intan saat sampai di warung mpok nuri.
“Ehh, neng Intan,tumben belanja neng.Gimana keadaannya papa neng sekarang? Katanya papa neng tadi pagi pingsan ya? Kasihan sekali pak herman ya neng.” Kata Mpok nuri sembari memasukan pesanan Intan ke dalam plastik.
“Apa?? Papa pingsan? Pingsan di mana mpok? Intan nggak tau? Intan baru pulang sekolah.” Intan sangat terkejut dengan penuturan mpok nuri itu.
“Mpok ngak dengar jelas. Tapi kata orang-orang Pak Herman pingsan pas mau berangkat ke pabrik. Katanya wajah Pak Herman pucat, terus tangannya juga lemes gitu neng. Oh neng tidak tahu ya?” Tanya mpok nuri sembari menyodorkan pesanan Intan.
Intan mengeleng cepat wajahnya menampilkan kepanikan. Dia khawatir memikirkan ayah Herman. Bagimana keadaan ayahnya sekarang. Setelah membayar sebesar tiga belas ribu rupiah. Intan langsung bergegas pergi dari warung mpok nuri.
“Aku nggak bisa pulang ke kontrakan. Aku harus lihat papa. Kasihan papa, kenapa papa bisa sampai pingsan gitu? Apakah papa nggak di urus sama dua nenek lampir itu? Aku pikir setelah aku pergi, mereka akan lebih perduli dengan papa.” Gumam intan. Dia berjalan ke rumah papanya lagi.
Sampainya dia di depan rumah ayahnya, Intan berdiam diri dahulu sebab di depan teras sana terlihat ibu tirinya tengah melipatkan kedua tangannya menghadap lurus ke arah Intan.
“Buat apa lagi kamu kesini lagi? Disini tidak bisa menerima kamu lagi! Pergi sana! Sebentar lagi rumah ini akan punya anak kandung dan mengeser posisi kamu menjadi ahli waris!!” Sinis Maya saat Intan mulai mendekat ke teras rumahnya itu.
Maya juga mengelus perutnya, dia mengelus selayaknya ada janin di dalam perutnya sembari tersenyum sinis ke arah Intan. “Ini calon pewaris nya ada di perut saya! Dan dia adalah seorang laki-laki! Jadi jangan berharap lagi dengan rumah dan kebun milik kakekmu itu! Karena itu semua akan jatuh ke anak dalam kandungan ku ini.” Ucap Maya,sambil memamerkan perutnya yang terlihat tidak ada bedanya.
“Oh Aja sih Tante! Aku tidak peduli. Lagian orang-orang pemalas seperti tante itu kan memang bisanya cuma menunggu warisan aja sih! Nggak heran! Cuma aku mau bilang! Jaga kesehatan ya tante! Hamil di usia tante itu sangat rentan.” Kata Intan dia melengos masuk ke dalam rumahnya. Karena tujuannya datang ke rumahnya hanya untuk melihat kondisi papanya yang sempat pingsan.
“Kamu boleh masih santai intan! Tapi saat anak saya lahir! Awas saja kamu ya! Anak ini yang akan menjadi pewaris di rumah ini! Sepeserpun tidak akan saya berikan ke kamu!.” Ancam Maya yang kesal karena ucapnya tidak di gubris oleh Intan.