NovelToon NovelToon
The Great General'S Obsession

The Great General'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Obsesi / Romansa / Fantasi Wanita
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Sungoesdown

Wen Yuer dikirim sebagai alat barter politik, anak jenderal kekaisaran yang diserahkan untuk meredam amarah iblis perang. Tetapi Yuer bukan gadis biasa. Di balik sikap tenangnya, ia menyimpan luka, keberanian, harga diri, dan keteguhan yang perlahan menarik perhatian Qi Zeyan.

Tapi di balik dinginnya mata Zeyan, tersembunyi badai yang lambat laun tertarik pada kelembutan Yuer hingga berubah menjadi obsesi.

Ia memanggilnya ke kamarnya, memperlakukannya seolah miliknya, dan melindunginya dengan cara yang membuat Yuer bertanya-tanya. Ini cinta, atau hanya bentuk lain dari penguasaan?

Namun di balik dinding benteng yang dingin, musuh mengintai. Dan perlahan, Yuer menyadari bahwa ia bukan hanya kunci dalam hati seorang jenderal, tapi juga pion di medan perang kekuasaan.

Dia ingin lari. Tapi bagaimana jika yang ingin ia hindari adalah perasaannya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sungoesdown, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dia Milikku

Langit menjelang malam menggantung di atas benteng. Udara dingin perlahan menyusup ke celah-celah kayu jendela, namun di ruang kerja utama Qi Zeyan, api tungku berkobar dengan tenang.

Wen Yuer berdiri di ambang pintu, diundang tanpa banyak kata. Han Zichen sendiri yang datang mengantarnya. "Jenderal Qi ingin bicara," katanya singkat.

Begitu pintu ditutup di belakangnya, Yuer melihat Qi Zeyan duduk membelakangi cahaya, berkas-berkas dokumen berserakan di mejanya. Tanpa menoleh, ia berbicara.

"Duduk."

Yuer melangkah pelan, lalu duduk di bangku seberang meja panjang itu. Zeyan menggeser seberkas gulungan dokumen ke arahnya.

"Baca ini. Lalu katakan apa pendapatmu."

Lagi?

Yuer menghela napas, namun tetap menuruti. Ia membuka gulungan itu. Tulisan tangan padat membahas kelaparan yang mulai menyebar di wilayah barat kekuasaan Zeyan. Ada laporan tentang desa yang mulai memberontak karena pasokan makanan dipotong, lalu permintaan bantuan dari kepala pasukan wilayah perbatasan yang memohon dikirimkan tenaga medis dan bahan makanan tambahan.

"Kenapa Aku?" kata Yuer hati-hati.

"Kenapa tidak?" balas Zeyan sambil tetap membaca dokumen lain.

"Karena aku bukan penasihatmu. Dan bukan orang yang kau percaya."

Zeyan menutup dokumennya dengan pelan. Lalu, akhirnya menatapnya. Mata itu tajam seperti selalu, tapi malam ini ada sedikit nada uji.

"Kalau begitu, jawablah bukan sebagai penasihat. Tapi sebagai seseorang yang pernah hidup di antara rakyat."

Yuer menatap dokumen itu lagi. Ia menarik napas pelan, lalu berkata, "Potong pasokan makanan untuk wilayah tengah yang makmur. Mereka bisa bertahan. Kirim setengahnya ke barat. Kirimkan juga tiga tabib dan dua orang alkemis dari akademi utara. Itu cukup untuk meredam kemarahan mereka."

Zeyan menyandarkan tubuhnya, menatapnya tanpa senyum.

"Dan kalau aku bilang semua itu mustahil?"

"Kalau begitu," Yuer menjawab datar, "kau tidak memanggilku untuk dimintai pendapat. Hanya ingin tahu seberapa jauh aku berpikir seperti rakyat biasa, kau mengujiku seperti sebelumnya."

Keheningan turun beberapa detik. Kemudian Zeyan berdiri dan berjalan pelan mengitari meja.

"Kau penasaran kenapa aku membiarkanmu membaca dokumen itu?"

Yuer menatapnya lurus. "Aku penasaran... kenapa seseorang sepertimu, yang katanya haus darah dan tak berperasaan, justru sibuk menimbang solusi kemanusiaan."

Zeyan menyeringai. "Jadi, kau mulai meragukan rumor tentangku?"

"Tidak." Yuer berdiri perlahan. "Aku mulai bertanya-tanya, seberapa banyak dari rumor itu yang kau pelihara dengan sengaja."

Zeyan menghampiri lebih dekat. "Dan menurutmu?"

Yuer tidak menjawab. Tatapannya hanya menegaskan apa yang tidak diucapkan: bahwa ia sedang menimbang.

Zeyan menatapnya, lalu bertanya perlahan, "Apakah menurutmu perlakuanku padamu selama ini mencerminkan kelembutan? Aku mungkin tidak akan merenggut kesucianmu secara paksa, tapi... Aku tidak bilang aku tidak akan menyakitimu, bukan?"

Yuer membuka mulut, namun tak sempat menjawab.

Dalam sekejap, Zeyan telah berada sangat dekat. Tangannya mencengkeram dan menekan pelan bagian lehernya, tidak sampai melukai, tapi cukup untuk membuat Yuer membeku.

"Kau tahu," suaranya rendah dan dingin, "mungkin kau benar. Mungkin aku terlalu lembut padamu."

Yuer tetap menatapnya tanpa gentar, meski napasnya menegang.

"Tapi jangan khawatir, Wen Yuer," bisik Zeyan di telinganya, "masih banyak waktu. Aku bisa memenuhi ekspektasimu."

Tangannya melepaskannya dengan perlahan, dan ia mundur satu langkah. Yuer menyentuh bagian lehernya yang masih terasa panas karena tekanan tadi.

"Aku bisa menunjukkan padamu bahwa rumor itu benar. Atau lebih buruk," lanjut Zeyan. "Dan saat itu tiba... aku ingin tahu, apakah kau masih bisa menatapku seperti sekarang dan sebelum-sebelumnya."

Yuer tetap diam. Namun ada api kecil di balik matanya yang tidak padam.

Zeyan berjalan kembali ke mejanya, seolah percakapan tadi tak pernah terjadi. "Pergilah, pastikan kau selalu siap saat ku panggil."

Yuer menunduk sedikit, lalu berbalik dan keluar dari ruangan.

Begitu pintu menutup, napasnya yang ditahan akhirnya terlepas. Ia berjalan menyusuri lorong benteng, memeluk dokumen itu erat-erat di dada.

Di balik segala ketegangan, satu pikiran muncul di kepala Yuer bahwa tak seperti anggota lingkaran besinya—Qi Zeyan tak butuh seseorang yang hanya duduk diam. Ia butuh seseorang yang bisa menggigit balik.

Dan mungkin, justru itu yang membuatnya lebih berbahaya dari yang Yuer kira.

...

Langit sore menggantung keemasan di atas benteng utara. Angin meniup lembut dedaunan, dan suara langkah kaki ringan terdengar di antara bebatuan taman belakang.

Wen Yuer menoleh.

Di bawah naungan pohon plum yang belum sepenuhnya berbunga, Han Lin—pria yang datang dengan luka pedang beracun berdiri diam. Pakaiannya masih sederhana, warnanya kelabu pucat, tapi wajahnya sudah tak selemah beberapa hari lalu. Luka di tubuhnya mungkin berangsur membaik tersimpan rapi di bawah lapisan perban.

"Tabib memberiku izin berjalan sebentar," katanya tanpa kalimat sapa. Suaranya rendah, tenang seperti desir angin petang.

Yuer mengangguk sopan. "Bagus. Itu artinya tubuhmu mulai pulih."

Han Lin menatapnya sejenak. "Itu karena kau."

Ia melangkah mendekat, berhenti tepat di hadapan Yuer. Ada jarak cukup untuk kesopanan, tapi cukup dekat untuk membuat Yuer menyadari tatapan pria ini tidak biasa. Bukan hanya rasa terima kasih.

"Aku mendengar kau bersikeras menyelamatkanku meski tabib utama mengatakan racunnya tak dikenali."

Yuer menunduk ringan. "Itu sudah tugasku."

"Tidak," jawab Han Lin pelan. "Itu pilihanmu."

Ia terdiam, lalu mengangkat tangan dan menyodorkan gumpalan kain kecil yang diikat tali merah.

"Apa ini?"

"Ramuan yang kau gunakan. Aku tahu racunnya tidak umum, tapi cara kau menyusun penawarnya sederhana tapi efektif. Aku menyimpannya."

Yuer menerima kantong kain itu. Sentuhan mereka hanya sebatas ujung jari, tapi Han Lin tidak melepaskan pandangannya.

"Kenapa menyimpannya?"

Han Lin menjawab tanpa tersenyum, hanya dengan tatapan lurus.

"Karena satu-satunya hal yang membedakan hidup dan matiku, adalah kau."

Angin berembus. Bunga plum berguguran pelan. Sebenarnya dia tidak mengerti maksud dari apa yang dikatakan Han Lin tetapi dia tau itu pujian.

Yuer mengalihkan pandangannya. "Kau melebih-lebihkan."

"Tidak." Han Lin menarik napas pendek. "Sebagian dari kami dilatih untuk menilai orang, bahkan dalam detik pertama. Sejak sadar di kamarku dan melihatmu sebagai seseorang yang menyelamatkanku, aku tahu kau bukan wanita biasa. Bukan hanya karena kemampuanmu."

Yuer memandangnya kembali, kali ini dengan sedikit ketegangan. "Apa maksudmu?"

Han Lin menatap langit senja sejenak, lalu berkata, "Aku hanya ingin kau tahu, aku berhutang nyawa padamu."

Yuer diam. Ia tahu maksud Han Lin. Rumor di dalam benteng bukan hanya tentang statusnya sebagai putri Jenderal Wen, tapi juga tentang ketidaksenangan para dewan Lingkaran Besi.

"Jika ada yang mencoba mencelakai atau menjatuhkanmu, aku tidak akan diam." Kata Han Lin pelan.

Yuer menatapnya dalam. "Kenapa?"

Han Lin tersenyum tipis, untuk pertama kalinya.

"Karena satu nyawa, layak dijaga. Terutama oleh mereka yang tahu rasanya hampir kehilangannya."

...

Dari teras atas aula utama, Qi Zeyan menyaksikan semua itu.

Tatapannya tajam seperti biasa, tapi rahangnya mengeras. Ia tak bisa mendengar percakapan mereka, tapi ia melihat tatapan Han Lin dan bagaimana Yuer tidak menepisnya.

Zichen yang berdiri di sampingnya hanya menatap diam.

Zeyan bersuara pelan, seolah bicara pada dirinya sendiri.

"Dia hampir mati, dan sekarang sudah merayu wanita? Wanita yang seharusnya milikku?"

Han Zichen nengernyit. "Nona Wen milikmu?"

"Diam, kau. Dia memang hadiah yang dikirim untukku. Peringatkan adikmu itu."

Ia memutar tubuh, lalu masuk kembali ke dalam ruangannya. Langkahnya terdengar sedikit lebih berat dari biasanya.

1
lunaa
lucu!!
lunaa
he indirectly confessing to herr 😆🙈
lunaa
gak expect tebakan yang kupikir salah itu benar 😭
lunaa
yuerr lucu bangett
lunaa
damn zeyan, yuer juga terdiam dengarnya
Arix Zhufa
baca nya maraton kak
Arix Zhufa
semangat thor
Arix Zhufa
ehemmmm
lunaa
itu termasuk dirimu zeyan, jangann nyakitin yuerr
Arix Zhufa
mulai bucin nich
Arix Zhufa
cerita nya menarik
Arix Zhufa
Alur nya pelan tapi mudah dimengerti
susunan kata nya bagus
Sungoesdown: Makasih kak udah mampir🥰
total 1 replies
Arix Zhufa
mantab
Arix Zhufa
Thor aku mampir...semoga tidak hiatus. Cerita nya awal nya udah seru
Sungoesdown: Huhuuu aku usahain update setiap hari kak🥺
total 1 replies
lunaa
liat ibunya jinhwa, pasti yuer kangen sama ibunya 😓
lunaa
then say sorry to herr 😓
lunaa
suka banget chapter inii ✨🤍 semangat ya authorr 💪🏻
Sungoesdown: Makasih yaa🥰
total 1 replies
lunaa
yuer kamu mau emangnyaa 😭🤣
lunaa
dia mulai... jatuh cinta 🙈
lunaa
menunggu balasan cinta yuer? wkwk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!