Laras Sagita, gadis kampung yang polos, lucu, dan blak-blakan, merantau ke kota untuk mengubah nasib. Di hari pertamanya melamar kerja sebagai sekretaris, ia tanpa sengaja menabrak mobil mewah milik seorang pria tampan yang ternyata adalah calon bosnya sendiri, Revan Dirgantara, CEO muda yang perfeksionis, dingin, dan sangat anti pada hal-hal "tidak teratur"—alias semua yang ada pada diri Laras.
Tak disangka, Revan justru menerima Laras bekerja—entah karena penasaran, gemas, atau stres akibat energi gadis itu. Seiring waktu, kekacauan demi kekacauan yang dibawa Laras membuat hari-hari Revan jungkir balik, dari kisah klien penting yang batal karena ulah Laras, hingga makan siang kantor yang berubah jadi ajang arisan gosip.
Namun di balik tawa, perlahan ada ketertarikan yang tumbuh. Laras yang sederhana dan jujur mulai membuka sisi lembut Revan yang selama ini terkunci rapat karena masa lalu kelamnya. Tapi tentu saja, cinta mereka tak mudah—dari mantan yang posesif,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Pagi itu, langit tampak biasa. Tidak ada firasat apa pun bahwa hari itu akan jadi hari paling heboh dalam hidup Revan dan Laras.
Laras bangun dengan nyeri di punggung bawah. Ia menggeliat sambil meringis.
“Sayang… perutku kayak diremas-remas,” gumamnya.
Revan, yang masih mengenakan piyama bergambar dino kesayangannya Laras, langsung bangkit.
“Kontraksi?” tanyanya panik.
“Nggak tahu. Mungkin... cuma ngidam pelukan kamu aja,” goda Laras dengan senyum nakal.
Revan terkekeh—sampai satu jam kemudian, Laras menjerit dari kamar mandi.
“REVAAAAAAN!!! KETUBANKU PECAH!!!
Revan langsung jadi mode "suami siaga panik". Ia pakai kaus terbalik, sepatu beda warna, sambil membawa koper melompati tiga anak tangga sekaligus.
Arga, yang kebetulan datang mengantar brownies, langsung ikut panik.
“Astaga, waktunya? Gila, ini beneran? Ini asli?!”
“Kamu pikir ini simulasi, Arga?! Cepet bawa mobil!!” teriak Revan.
Laras tetap tenang, meski meringis menahan sakit. “Arga, pastiin kamu ambil foto aku sebelum makeupku hancur ya!”
Arga yang mendengar itu pun terbelalak lalu tertawa terbahak bahak.
"Bos... Apa saat aku nikah dengan Lala, kelakuan Lala sama dengan Bu bos ya ?" tanya Arga
"Arga cepat nanti bayangin nya" teriak Revan
Setelah itu mereka pun pergi kerumah sakit
Sesampainya di rumah sakit, semuanya makin riuh.
Revan berjalan mondar-mandir di lorong seperti singa jantan di kandang.
Arga duduk memegangi tisu basah dan kipas angin portabel.
Bibi Nur datang dengan lima termos: air zam-zam, rebusan daun katuk, teh manis, dan... entah apa isi dua lainnya.
Mama dan Papa Revan sudah berdiri cemas di ruang tunggu.
Hingga akhirnya... dokter keluar dan berkata, “Pak Revan, siap masuk? Istri Anda minta ditemani.”
Revan langsung refleks berdiri, wajahnya pucat tapi mantap. “Bismillah.”
Di ruang bersalin, tangan Laras menggenggam erat tangan Revan.
“Sakit banget, Mas… sumpah… aku bisa patahin jarimu sekarang.”
Revan mencium keningnya. “Genggam sekuat kamu mau. Aku di sini.”
Dan kemudian… suara tangis bayi terdengar. Nyaring. Lantang. Hidup.
Laras menangis. Revan ikut menangis.
Dokter tersenyum, “Selamat. Putri pertama kalian lahir dengan sehat.”
Suster menunjukkan bayi mungil yang masih memerah, tapi luar biasa sempurna.
“Dia... cantik banget,” bisik Revan. “Anak kita, Laras…”
Di ruang pemulihan, Revan memandangi wajah mungil putrinya yang sedang tertidur di pelukan Laras.
“Apa kita kasih nama yang udah kita bahas itu?” tanya Revan pelan.
Laras mengangguk. “Namanya…”
Alethea Nayara Ramadhani.
Artinya: kebenaran, cahaya, dan anugerah.
Revan mencium ubun-ubun anaknya. “Hai, Alethea. Aku ayahmu. Dan aku akan mencintaimu seumur hidup.”
Laras tertawa sambil terisak. “Dia pasti bakal jadi gadis paling keras kepala. Lihat saja siapa orang tuanya.”
Begitu kabar kelahiran tersebar, semua orang berdatangan. Arga bawa balon bertuliskan “Welcome Little Boss!”.
Mama Revan membawakan bubur kacang hijau, dan Papa Revan langsung sujud syukur di koridor.
Bibi Nur? Sudah tentu sibuk tanya-tanya, “Lahiran normal kan? Itu kuat betulan atau sok kuat? Hihihi.”
Semua lelah, semua heboh, tapi semuanya bahagia.
Malam itu, Revan duduk di kursi rumah sakit, menggenggam jari mungil anak perempuannya.
“Hari ini… adalah awal dari segalanya.” ujar Revan
Laras yang tertidur dengan senyum damai berbisik, “Selamat datang di dunia... nak.”
Dan dengan itu, hidup Revan dan Laras resmi memasuki babak baru—menjadi orang tua.
Setelah tiga hari di rumah sakit, Laras dan bayi Alethea Nayara akhirnya dibolehkan pulang.
Rumah Revan yang sebelumnya penuh rencana kerja kini mendadak berubah menjadi "zona bayi". Di ruang tamu: ada box bayi, tumpukan tisu basah, dan keranjang penuh popok. Di dapur: botol susu steril berjajar rapi dan termos air panas.
Revan — pria yang dulunya hanya sibuk meeting dan laporan keuangan — kini bisa ditemukan tengah malam dengan mata panda dan rambut awut-awutan, mengganti popok dengan ekspresi seperti sedang menjinakkan bom.
“Argaaaa! Ini popok bagian belakangnya ke mana sih?!”
Arga, yang datang buat nengok bayi, langsung cekikikan. “Pak Revan, itu kamu balikin. Kamu taruh sisi lemnya di perut, bukan di bokong…” ujar Arga terbahak bahak melihat cara Revan memakaikan Popok
"Bukan bantuin malah ngatain, gak aku restuin sama Lala baru tau rasa kamu" kesal Revan
"Ada bos Laras... Dia pasti akan restuin karena tidak mungkin dia mau sia siain calon ipar super gini" Jawa. Arga sombong
"Super gila maksudnya" ujar Revan
"Mana ada, super ganteng dan baik itu baru betul" jawab arga
Bersambung
🌹🌹🌹🌹🌹