Haii…
Jadi gini ya, gue tuh gay. Dari lahir. Udah bawaan orok, gitu lho. Tapi tenang, ini bukan drama sinetron yang harus disembuhin segala macem.
Soalnya menurut Mama gue—yang jujur aja lebih shining daripada lampu LED 12 watt—gue ini normal. Yup, normal kaya orang lainnya. Katanya, jadi gay itu bukan penyakit, bukan kutukan, bukan pula karma gara-gara lupa buang sampah pada tempatnya.
Mama bilang, gue itu istimewa. Bukan aneh. Bukan error sistem. Tapi emang beda aja. Beda yang bukan buat dihakimi, tapi buat dirayain.
So… yaudah. Inilah gue. Yang suka cowok. Yang suka ketawa ngakak pas nonton stand-up. Yang kadang galau, tapi juga bisa sayang sepenuh hati. Gue emang beda, tapi bukan salah.
Karena beda itu bukan dosa. Beda itu warna. Dan gue? Gue pelangi di langit hidup gue sendiri.
Kalau lo ngerasa kayak gue juga, peluk jauh dari gue. Lo gak sendirian. Dan yang pasti, lo gak salah.
Lo cuma... istimewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoe.vyhxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rodi go internasional
Pagi ini bukan rohit yang menghampiri kian untuk berangkat sekolah. Melainkan adip.
Semalam, waktu adip dan rohit nongkrong di pos kampling seperti biasanya, rohit mengatakan semuanya tentang apa yang ia lihat sewaktu pulang sekolah.
“ gimana kondisi hati lo?” Tanya adip sewaktu memberikan helm ke kian.
Kian yang cengar cengir seperti biasanya menandakan kalau hatinya kembali sembuh. Lagi dan lagi. Ia mengulas senyum indah itu beberapa detik setelah hatinya runtuh.
Bukankah hatinya seperti jelmaan malaikat? Adip tersenyum lembut. Dengan nada sedikit mengejek “ kalo lo gak kuat. Lo boleh peluk gue kayak waktu lo jatuh dari sepeda dulu”
“ lo boleh mukul gue kalo lagi kesel. Lo boleh nyubit gue kalo lagi gabut . Semuanya. Terserah lo.. karena gue udah janji sama semesta. Kalau raga gue yang kokoh ini yang akan ngejagain malaikat rapuh kayak elo.” Tatapan tajam adip itu dapat kian rasakan dari lubuk hati yang paling dalam. Laki laki yang ia anggap sebagai kakak kandungnya ini memiliki hati selembut sutra. walau kadang tampangnya kayak preman pasar.
“ huweeee… mau nangis nih gue”
“ dihh.. cengeng. Udah paling bener lo gausah cinta cintaan dulu”
Akhirnya mereka berangkat tanpa membawa secuil luka dan kesedihan yang masih tertinggal.
“ tumben lo gak anter si abel “
Adip menggeleng. “ dia punya gebetan. Jadi dia sekarang berangkat sendiri “
Kian hanya ber oh ria. Tapi entah kenapa setelah acara kemping kecil dirumahnya abel seakan selalu menghindari keberadaan kian.
Mungkin itu hanya perasaannya saja. Kian menggeleng keras.Sudahlah. Pagi ini terlalu indah untuk diisi sama hal-hal yang bikin dada berat.
“ kenapa?” Tanya Adip menatap
“Oiiii..” sapa rohit yang barusaja datang.
“ gue cabut dulu. Oi hit. Jagain adek gue” kata adip sambil menepuk pundak rohit pelan.
Adip segera pergi meninggalkan area sekolah kian .
“ mau ikut ke parkiran dulu apa mau langsung ke kelas?”
“ langsung aja deh. Nanti lo lama lagi ngobrol sama tim basket”
Rohit nyengir .
.
.
......................
.
.
“ bu vita… bu “ panggil intan
Vita yang sedang duduk manis di ruang tamu sedikit melongok” masuk aja bu. Saya lagi nontonin drama baru “
Intan segera masuk kedalam ikut duduk bersama.
“ semalem yang parkir mobil didepan halaman bu vita siapa? Tadi saya subuh subuh liat baru pergi” tanya intan yang sudah memakan camilan di toples .
" Ohh... itu calon mantu saya, Bu Intan," jawab Vita sambil tersenyum lebar, matanya tak lepas dari layar televisi.
"Bos besar yang gagah itu?!" Intan berseru sedikit lebih keras, matanya membelalak.
Anvita. yang biasa dipanggil Bu Vita. hanya mengangguk santai sambil menahan kantuk, lalu menguap kecil. "Iya, yang itu. Hehe."
"Terus... kapan, Bu?" Intan bertanya lagi, penuh rasa ingin tahu, matanya berbinar-binar penuh gosip hangat.
Vita hanya mengangkat bahu. "Kalau saya sih, nurut aja sama mereka. Mau kapan nikah, mau gimana, ya suka-suka mereka. Saya mah tugasnya cuma duduk manis, nonton dari bangku cadangan." Dia terkekeh kecil.
Intan mengangguk paham. Begitu mudahnya cara tetangganya berpikir. Bagi anvita segala hal yang ribet jangan dibikin pusing. Cukup tenang dan lakukan. Hal inilah yang membuat intan betah berbincang dan menghabiskan waktu dengan anvita.
Intan tahu kalau kian berbeda. Bahkan ia juga berpikir kalau kian adalah anak yang spesial bagi mamanya dan lingkungan sekitar. Sejak awal kepindahan anvita ke komplek inipun tak pernah sekalipun intan merasa canggung . Bahkan anaknya disuruh untuk memperlakukan kian lebih baik dibanding yang lain. Bukan apa apa. Hanya saja melihat kisah kian yang seperti itu membuat hati kecil intan teriris.
“ tapi mbak mbak yang kemarin datang itu gak ganggu kian lagi kan bu vita?”
“ aman bu intan. Kalo iya mah nanti juga bakal saya pukul”
Mereka tertawa sambil menatap layar.
Dalam diam, Intan mencuri pandang ke arah Vita. Ada rasa hormat di sana.
Membesarkan Kian, dengan segala tantangan yang ada, dengan tawa yang tidak pernah putus, dengan sabar tanpa keluhan . bukankah itu kekuatan luar biasa?
"Eh, Bu Vita," ujar Intan lagi, mencoba memecah keheningan, "kalau nanti ada acara makan-makan, jangan lupa ajak saya ya!"
Vita terkekeh. "Siap, Bu Intan. Cuma jangan nyomot lauk duluan aja, ya."
Tawa mereka pecah lagi, mengisi pagi yang sederhana itu dengan kehangatan yang sulit diceritakan dengan kata-kata.
Di luar sana, angin bertiup pelan, menyibakkan tirai putih yang menggantung di jendela.
Dan di dalam rumah kecil itu, dua perempuan sederhana sedang berbagi tawa, camilan, dan rasa sayang terhadap seseorang yang begitu berarti di dunia kecil mereka
.
.
......................
Diantara yang tengah sibuk melakukan aktifitas. Mereka bertiga kembali pulang dari cina sambil merangkul bahu kebahagiaan.
Misinya berhasil !!
Jeevan tak sia sia memberikan tugas kepada 3 orang kepercayaannya.
“ yess… habis ini kita bakal cuti 3 hari “ azel semangat untuk berlibur kepantai setelah sampai ke apartemennya. Bahkan dirinya sudah membayangkan rebahan di pasir pantai dengan kelapa muda di tangan.
Bian yang melepas jaket karena cuaca panas indonesia sangat berbeda dengan diluar negri. “ kayaknya harus ke spa nih. Pegel banget “ sambil memijat bahu pelan dan menggelengkan kepalanya.
“ siapa bilang kalian bisa libur?”
...Deghh!!...
Suara ini?
Bian, azel , dan darel terpaku dengan orang yang ada dihadapannya.
Dan di sana. berdiri gagah, santai dengan kaos dan celana pendek, tubuh atletis terpampang nyata.. Jeevan
“ pak jeevan ?”
Ia hanya melambai. “ saya tunggu dikantor 15 menit sebelum jam 3 “
Setelah mengatakan itu, jeevan melenggang pergi .
...Brukk!!!...
Koper darel jatuh dari pegangannya. “ kerja rodi is real “ gumannya.
Ting!!
Bunyi notifikasi dimasing masing ponsel.
...“ arga dharmendra jatuh sakit. Anak perusahaan berada dalam kekacauan.” ...
Mereka semua terbelalak .
"Pantesss pak Jeevan nongol kayak tuyul abis maghrib" lirih azel lemas
“ gue udah seneng duluan . Setan!!” Umpat darel
Tiba tiba saja ponsel bian berdering
“ jadwalkan penerbangan saya ke los angeles nanti malam”
...Degh!! ...
“ siall!! “ umpat bian
“ kayaknya kita harus ikut pak jeevan ke amerika “ kata bian pelan.
Darell dan azel semakin lemas.. namun lebih dari itu. Kenapa ayah dari bosnya tiba tiba jatuh sakit? Darell sedikit terkejut sekaligus penasaran.
“ ada yang gak beres” gumannya.
Mereka bertiga saling menatap dengan tatapan trauma akut.
Ini sih, kerja rodi internasional.
.
.
.......................
.
“ ki.. kayaknya ada yang jemput elo deh”
Kian menarik tas ranselnya karena ditarik oleh rohit sampai turun kebawah.
Menatap mobil keren yang terparkir sangat cinematic estetikable..
“ woahhh…”
Sontak, siswa-siswa lain langsung berkerumun.
"Woahh..."
"Mobil siapa tuh?"
"Mobil Sultan!"
"Kayaknya artis deh!"
Seseorang dengan kaos putih ketat, celana pendek casual, sneakers mahal, dan… kacamata hitam?
Wajahnya... Astaga! Cakepnya kayak dewa Yunani abis make skincare 20 langkah.
Jangan lupakan wajah rohit yang menganga tak percaya. "Anjayy... Gila bener... Sungguh ketampanan ini... membuatku... lemas..." Rohit hampir terjatuh dramatis.
Kian langsung refleks, "Ssstt... tutup mulut lo, mangap kayak mau nangkep nyamuk."
Kian buru-buru menghampiri, wajahnya campuran antara malu dan kagum. "Om Ganteng!" panggil Kian sambil nyengir.
Jeevan. Yang kelihatan lebih kayak idol K-Pop daripada om-om , melambaikan tangan dengan santai.
Dengan gaya sok dewasa, Kian menggandeng tangan Jeevan dan menariknya menjauh dari kerumunan.
Matanya memelototi Jeevan dari atas sampai bawah. "Yaampun Om... Om mau piknik? Pake celana segini pendeknya?" Matanya melotot lebih besar. "Sengaja banget ya, Om? Mau bikin anak sekolahan pingsan bareng?"
Jeevan tersenyum. “ saya sebentar lagi mau pergi jauh. Niat saya mau ngajak kamu kian”
Kian terbelalak. “ udah izin mama?”
Jeevan mengangguk
“ dibolehin?”
Jeevan mengangguk.
"SERIUSSS!!!"
Kian bingung “ oke oke.. bentar om . Kian pikirin dulu ya. Otak kian ngelag banget”
Rohit yang barusaja datang karena puas selfie ria di depan mobil jeevan menatap kian dan jeevan bergantian.
Mukanya penuh tanda tanya. "Lo mau pergi? Kemana? Kok gue kayak gak dapet notifikasi hidup lo?"
Kian geleng-geleng. "Gue juga gak ngerti, bro."
Rohit, dengan muka super serius, ngebisikin, "Om, boleh nggak gue pegang otot Om bentar? Kayaknya... cacing di perut gue... nyidam."
"Apaan sih lo!" Kian langsung tampol ringan tangan Rohit.
"Serius, Ki, demi ketampanan dunia, cuman pegang dikit! Dikit ajaaa…"
"Lo jangan ngelantur, bego."
"dikit aja ki.. gue ngiler”
“ dihh.. enggak ya.. gausah ngaco.”
Akhirnya, sambil ketawa setengah stres, Kian bilang ke Jeevan, "Om, tunggu aja di rumah ya. Gue pulang bareng Rohit. Kalo bareng Om... takut otak gue makin nge-lag."
Rohit nyengir licik. "Lo takut keder gara-gara ketampanan Om Jeevan ya?"
Kian cuma menghela napas pasrah, menarik Rohit buat segera kabur dari situ.
.
.
.
...****************...