Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Penculikan yang gagal.
"Saat dendam telah menguasai sanubari. Tak peduli siapa dan kenapa?
Mata telah dibutakan, sesal yang akhirnya menghantui."
Ini adalah hari ketujuh Andre mengawasi Bobby di sekolahnya. Merasa curiga dan was-was, Laura selalu mengawasi Bobby saat dirumah dan di sekolah.
Laura telah meminta tolong, pada satpam sekolah Bobby agar mau turut serta mengawasi Bobby terutama disaat mau pulang sekolah.
Laura selalu berusaha datang lebih cepat menjemput Bobby.
Ketika Mark datang berkunjung, Laura menceritakan soal Andre dan dugaan buruknya.
"Jadi, Andre sekarang berada di kota ini? Sejak kapan dan kenapa baru sekarang kamu kasih tau aku, Laura?" tatap Mark penuh perhatian.
"Kamu 'kan lagi di luar kota, aku takut mengganggu pekerjaanmu disana." Ungkap Laura lirih. Terkadang, Laura memang segan untuk memberitahu sesuatu pada Mark. Karena reaksi Mark sering berlebihan. Padahal, Laura cuma mau bercerita saja.
Pernah suatu hari, Bobby demam dan terpaksa dirawat dirumah sakit. Mark, yang kebetulan berada di luar kota, langsung pulang dan ikut menjaga Bobby. Laura, sudah bilang dia gantian jaga dengan anak buahnya.
"Aku akan minta bantuan teman untuk mengawal kalian diam-diam. Jadi gak usah khawatir, ya?" Mark mencoba menenangkan Laura. Digenggamnya jemari Laura. Seolah mau memberi kekuatan.
"Makasih, ya Mark. Aku memang sangat mencemaskan Bobby."
"Ya, sudah. Kamu tenang saja, jangan terlalu risau." Mark merengkuh Laura dalam pelukannya. Laura merasa tenang dan damai dalam pelukan, Mark.
Untuk saat seperti ini, dia memang sangat butuh dukungan dan perlindungan dari Mark.
"Kamu sudah makan, aku siapkan ya?" Laura mengurai pelukan Mark. Menawarkan Mark untuk makan.
"Boleh, aku memang sudah lapar, dan kangen masakan kamu." Mark menerima tawaran, Laura.
Laura menghidangkan ikan mas arsik kesukaan, Mark. Ikan mas goreng bumbu asam manis. Mark makan dengan lahapnya ditemani oleh Laura.
"Kamu tidak ikut makan?" ucap Mark disela suapan nasi kemulutnya.
"Barusan makan tadi. Lebih asyik liatin kamu makan." goda Laura.
"Aku suap sekali, ya?" Mark menyuapkan nasi ke mulut, Laura. Laura membuka mulutnya, dengan sengaja Laura menggigit pelan jari, Mark.
"Auh, malah gigit jariku sih!" Mark mengaduh, kaget. Laura tertawa, lucu.
"Kamu, nakal sekali. Gigitin jariku, emang kirain rendang apa?" Mark melihat jarinya bekas gigitan, Laura yang memerah sedikit.
"Ih, lebay. Baru juga gigit sedikit," kekeh Laura tanpa merasa salah. Diraihnya tangan Mark, lalu dikec*pnya. "Tuh, dah sembuhkan?" gelak Laura.
"Dasar, licik kamu ya," Mark menggapai kepala Laura dengan tangan kirinya. Mengacaukan rambut, Laura. Keduanya tertawa hangat.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata dari seberang sedang memperhatikan tingkah Mark dan Laura.
Sepasang mata milik Andre, menatap tajam dari balik kaca mata hitamnya. Andre menggeram, melihat kemesraan itu. Dia terbakar api cemburu.
***
Andre melihat Bobby berjalan keluar dari kelas. Bobby berlari ke arah toilet, sedari tadi dia menahan pipisnya. Melihat Bobby berlari sendirian, Andre mengikuti dari belakang.
Satpam yang biasa berjaga di pintu depan tidak curiga melihat Andre, memasuki halaman sekolah. Karena banyak orang tua yang juga datang menjemput anak-anaknya.
Keluar dari toilet, Bobby terkejut saat melihat papanya berdiri tepat dihadapannya.
"Papa?" seru Bobby kaget, tidak menduga papanya berada di sekolahnya.
"Hai, Bo. Apa kabar, Papa sengaja datang untuk melihatmu. Papa mau jemput kamu pulang." Andre mensejajarkan dirinya dengan, Bobby.
"Biasanya mama yang jemput, Bo." ucap Bobby ragu.
"Tadi mama minta tolong sama Papa. Mama sibuk, gak sempat jemput kamu."
"Gak! Bo gak mau! Papa pasti bohong!"
"Sudah, nanti saja kita tanyakan mama, ponsel papa lagi lowbet. Kita mampir dulu di warung depan sekolah kalian. Biar papa numpang charger dulu. Biar kamu ngomong sama mama." bujuk Andre mencoba meyakinkan Bobby.
Bobby jadi ragu, dan menurut saja saat Andre memegang lengannya keluar dari halaman sekolah.
"Kamu tunggu disini, Papa ambil dulu sepeda motor papa. Jangan kemana-mana ya?" Andre bergegas ke tempat pakir sepeda motornya.
Andre tidak tau kalau dirinya sedang diawasi seseorang, yang berdiri tidak jauh dari sepeda motornya.
Lelaki itu mendekati Bobby, yang sedang menunggu Andre.
"Bobby, ya?" sapa lelaki asing itu. Seraya mencocokkan foto ditangannya dengan Bobby.
"Iya, Om. Aku Bobby." sahut Bobby merasa heran.
"Yang bersama kamu tadi siapa?"
"Papa. Katanya disuruh mama, jemput, Bo."
"Bukannya papa dan mama udah pisah. Bo, tinggal dengan mama 'kan?"
"Iya, om." Bobby heran dan mulai curiga.
"Om adalah orang suruhan, Mark. Mau menjaga, Bobby. Kamu jangan takut ya. Kalau kamu tidak ingin ikut, papa. Tolak saja ya."
"Ayo naik, Bo." ucap Andre seraya menatap curiga pada lelaki yang berdiri disamping, Bo.
"Kata Papa 'kan, mau nelpon mama dulu. Bo, gak mau pergi sebelum Bo, telpon mama."
"Ayo, kamu naik saja dulu. Biar kita hubungi, mama." bujuk Andre mulai gelisah.
"Bo, gak mau!"
"Ayo, Bo. Jangan buat marah, Papa!" Andre mulai membentak, Bo, dan menarik lengannya dengan paksa.
"Cukup, Pak. Jangan memaksa anak ini." Lelaki itu memegangi lengan Bobby.
"Hei, siapa kamu. Jangan turut campur. Aku adalah papanya!" gertak Andre pada lelaki itu, menarik lengan Bobby.
"Apa-apaan kamu, Andre! Kamu mau menculik Bo, iya'kan," ucap Laura kasar.
Andre kaget saat melihat kehadiran Laura dan Mark.
"Mama!" teriak Bobby berlari kearah Laura. Laura memeluk Bobby erat.
Wajah Andre memucat melihat kehadiran Laura dan Mark. Dia sangat kesal karena rencananya telah gagal.
"Aku sangat merindukan, Bo. Karena itu aku hendak menjemputnya." dalih Andre.
"Aku sudah bilang, kamu boleh bertemu dengan Bo, tapi bukan begini caranya tanpa seijinku. Kamu pasti telah bermaksud jahat pada, Bo." tuduh Laura.
"Kamu jangan sembarangan, nuduh aku, Laura." kelit Andre.
"Hem, bukannya kamu sudah mengancam aku tempo hari? Pergilah, Andre, tinggalkan kota ini, atau aku akan mengadukan kamu ke polisi dengan tindakanmu tadi." ancam Laura.
Andre diam, tidak berkutik. Rencananya hendak membawa pergi Bobby, gagal sudah. Dia tidak ingin bermasalah dengan hukum di kota ini. Bisa berabe dan menghancurkan masa depannya.
Akhirnya, Andre pergi meninggalkan Laura dan Bobby. Dia sangat kecewa karena telah gagal, membalaskan dendamnya pada Laura.
"Kamu tidak apa-apa, nak?" Laura mengusap kepala putranya.
"Bo, baik-baik saja, Ma."
"Ayo, kita pulang saja. Makasih ya," ucap Mark pada lelaki yang disuruhnya mengawasi Bo, disekolah secara diam-diam.
Dialah yang telah melaporkan pada Mark dan Laura, kalau Bobby hendak dijemput seseorang.
Dia sengaja mengulur waktu, supaya Mark dan Laura bisa memergoki Andre.
Karena kecewa dan gagal menculik, Bobby, Andre terpaksa meninggalkan kota Salak, kembali ke Medan.
Dihatinya masih bercokol dendam, disuatu saat nanti dia akan tetap membalaskan rencananya itu. ***