NovelToon NovelToon
MAS BERONDONG, I LOVE YOU

MAS BERONDONG, I LOVE YOU

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Berondong / Beda Usia / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Enemy to Lovers
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nanadoongies

Orang bilang Abel yang jatuh cinta duluan dengan gombalan-gombalan itu, tapi Abi juga tahu kalau yang rela melakukan apa saja demi membuat Abel senang itu Laksa.
.
Berawal dari gombalan-gombalan asbun yang dilontarkan Abel, Laksa jadi sedikit tertarik kepadanya. Tapi anehnya, giliran dikejar balik kok Abel malah kabur-kaburan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanadoongies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16

Hari survey telah tiba. Karena terlalu antusias, Dinda datang paling awal dengan pemakaian sunblock setebal riasan dacokan. Andaikan dia tidak bersuara, mungkin Dito kepalang memukul karena membuat terkejut.

“Si anying bikin gue jantungan aja. Ngapain sih harus pake sunblock setebal itu?”

Dito terlihat mengusap-usap dada. Jantungnya betul-betul hampir melompat dari tempatnya.

“Emang kenapa sih? Orang kata perkiraan cuaca hari ini bakal panas banget, kalau gue nggak pakai sunblock setebal ini nanti kulit gue jadi belang.”

“Yang bener tuh retouch setiap 2-3 jam sekali,” sahut Anjani. “Kalau lo pakainya kayak gitu, siapa juga yang nggak ketakutan?”

“Kalian aja yang norak!”

“Selamat pagi teman-teman Irreplaceable-kuu. Salam sejahtera bagi kita semua, kulit manggis kini ada ekstraknya.”

“Malah iklan!” sembur Dito.

“Bau kelopak bunga yang lagi mekar-mekarnya kerasa kenceng banget nih. Girang, ya, lo karena dijemput sama Bian?”

“Et, bikin hoax aja lo. Bian nggak jemput gue, ye, tapi papasan di depan gerbang. Yang nggak setia kawan mah elu, janjiannya sama gue berangkatnya malah sama Dito. Emang kamfret!”

“Gue kira Bian mau jemput elu makanya gue iya-iya aja waktu Dito ngajak bareng. Makanya komunikasi wak, jelek sih komunikasi lo.”

Abel mendengus, kini mulai mengedarkan perhatian. Hampir teriak juga karena tiba-tiba bertatapan dengan Dinda.

“Eh, Dinda. Itu lo, ‘kan?”

“Emang gue, terus kenapa? Keberatan karena gue pakai sunblock setebal ini?”

“Lah, kagak. Kaget doang guenya, kirain pagi-pagi dah lihat penampakan.”

“Cih!”

“Udah pada kumpul semua, ‘kan?”

“UDAAAAH.”

“Tim survey mau berangkat sebentar lagi, sisanya mulai siapin tenda dan keperluan lain. Rundown sama grup anak-anak tiap tenda jangan lupa dibikin juga. Buat konsumsi, nanti minta ke bendahara,” ujar Bian.

“SYAAAP!”

“Bian. Bian. Bian. Gue berangkat survey bareng sama lo, ya?” Dinda menggoyangkan lengan Bian dengan gerak manja.

“Gue udah—“

“Sok, kalau mau sama Bian. Gue bareng sama Anjani aja soalnya mau gila-gilaan di jalan."

“NGGAK!” Bian dan Dito menyahut bersamaan.

“Dih, kok posesif?” sahut Anjani.

“Emang. Terus kenapa?” balas Dito, dia tak kalah menantang dengan menyilangkan tangan. “Bian tuh udah sengaja pilih tiga cewek tiga cowok biar yang cewek ada yang jagain. Ngapain malah ngide bikin rencana sendiri sih? Lokasinya tuh jauh, kalau sapu lidi kek elu kesapu angin terus ilang gimana? Jangan bikin gue berurusan sama mak lo deh, ngerepotin aja.”

Abel tiba-tiba menelengkan kepala dengan seringaian menggoda. “Dito kalau lagi khawatir ternyata bentukannya kayak gini, ya?”

“Khawatir apanya? Gue cuma nggak mau acara survey kita berubah jadi acara pencarian orang.”

“Awww, tsundere. Yang begini biasanya laris jadi incaran cewek-cewek nih.”

“Kebanyakan baca novel lo!” Dito menoyor kepala Abel sebelum menarik Anjani untuk kembali pergi bersamanya.

“Idih, bau bucinnya ada banget.”

“Lo jadinya berangkat sama siapa, Bel? Kalau kalian mau bonceng tiga, gue berani sendiri nih,” ujar Rezza.

“Kalau lo nggak keberatan dengerin ocehan gue sih ayo-ayo aja. Biasanya gue suka konser kalau lagi di jalan. Emang menghibur sih, tapi poin minusnya bikin malu aja.”

“Naik sini!” Rezza menepuk kok motornya. “Daripada jadi berantem, ‘kan?”

“Nah, gue suka nih sama pemikiran dewasa lo. Berangkat sama Rezza dulu, ya, Pak. Dinda-nya jangan lupa dijagain. Biasanya dia suka haus di tengah jalan jadi jangan lupa dibeliin minum. Iya, nggak, Din?”

Dinda langsung tersenyum mentereng. Gembira ria dia kalau Abel sedang baik hati begini.

Bian diam-diam mengepalkan tangannya.

Kenapa malah jadi kayak gini?

Sama seperti pernyataan Abel sebelumnya, dia betulan menyanyi sepanjang jalan. Mulai dari lagu-lagi mellow dari mancanegara, sampai lagu-lagu mellow dari suku Jawa. Rezza jelas terhibur, kadang diam-diam ikut menyanyi meskipun dengan suara kecil.

“Bel?”

“Apaan? Eh, lo kalau ngomong agak kenceng dikit, ya, ntar gue hah hoh hah hoh lagi.”

Rezza agak menurunkan kecepatan motornya, berada jauh di belakang membuat dia bisa gibah sesukanya.

“Lo tuh sebenarnya pacaran sama Bian nggak sih? Perasaan jalan mulu, tapi nggak pernah gue denger kabar jadiannya.”

“Lah, yang pacaran sama Bian juga siapa? Nggak ada, ya, Za. Lo dapat kabar itu dari mana deh?”

“Kan, sering mojok berdua.”

“Nggak pacaran, gue. Itu bukan mojok buat pacaran, tapi mojok biar nggak diejekin sama anak-anak aja. Tau sendiri kalau ada yang lagi berduaan selalu dikatain pacaran padahal cuma mau ngobrol doang. Hubungan gue sama Bian tuh sama kayak hubungan gue sama Dito. Nggak pacaran tapi emang emmm agak lebih deket aja dibandingkan yang lain.”

“Berarti mau pdkt-in Laksa?”

Abel terkekeh. “Kok jadi Laksa?”

“Akhir-akhir ini lo bareng sama dia terus.”

“Laksa, ‘kan, anaknya agak pendiem, agak susah buat dijalanin ngobrol panjang kayak kita gini. Kalau gue nggak godain dia, itu anak pasti bakalan diem doang.”

“Ohh, kirain. Habisnya lo kelihatan semangat banget kalau godain dia. Kirain aja beneran naksir."

“Lo nanya-nanya begini disuruh sama Bian, ya?”

“Enggak lah. Murni pengen tahu aja.”

“Ah, masa?”

“Serius.”

Dan entah bagaimana ceritanya, Abel yang sedang duduk di boncengan ini justru terbayang aroma citrus yang menguar dari tubuh Laksa. Meskipun Laksa tak banyak bicara—cenderung irit bicara— rasa-rasanya tenang saja kalau berdekatan dengannya.

Perjalanan berhasil ditempuh setelah menghabiskan hampir 30 menit. Itu pun sempat mampir-mampir karena ciwi-ciwi ingin makan camilan. Sampai sana, udara segar menyambut dengan pemandangan serba hijau. Lahan yang luas, suasana alam yang kental, mungkin 3 hari 2 malam tidak akan cukup mengabadikan semua suasana tenang dan asri ini.

“Cocok, ya, Pak?” tanya Dito.

Bian mengangguk. “Tinggal siapin kapling sama bikin skema letak tenda.”

“Tenang. Gue sama Dito udah siapin tinggal pasang doang ini. Eh, tapi selama seminggu-an ini nggak ada yang pake lokasinya, ‘kan? Ntar udah susah-susah dipasang malah dicopot.”

“Aman. Sekarang, ‘kan, bukan jadwalnya kemping tahunan.”

“Oh, bener juga.”

“Ini posisinya gimana? Hadap-hadapan?” tanya Abel.

“Enaknya emang hadap-hadapan sih, Bel. Tengahnya buat bikin api unggun. Nanti tenda kita ngisi kanan kiri kalau nggak pakai tenda besar yang bisa mencakup semua panitia. Kalau ruangnya masih sisa, bisa tuh dipakai buat tampil. Vibes kempingnya, ‘kan, kentel banget tuh.”

“Maksud lo bagian timur tenda cewek-cewek, bagian barat tenda cowok-cowok gitu?” tanya Dito.

“Yes! Itu pun kalau cukup sih. Kalau nggak, ya, mungkin ada yang bisa kasih saran lain.”

“Cukup ini. Mau lo pake atraksi sampai leher lo patah juga masih luas,” sahut Rezza. “Jadi skema tendanya sesuai saran Jani aja, ya?”

“Awkey!”

“Nanti mandinya gimana? Kita nggak mandi di kali, ‘kan?” anya Dinda.

“Kalau lo mau mandi di kali biar kayak Nawang Wulan yang dicuri selendangnya sih, monggo, Din. Kalau gue sama yang lain mau mandi di kamar mandi aja. Tuh, ada banyak. Tinggal pilih mau tirai nomor berapa,” ucap Dito setengah bercanda, tapi Dinda sudah keburu kesal duluan.

“Apa sih, nggak jelas. Orang nanya serius malah dibercandain.”

“Ah, maaf deh. Sebel, ya? Utututuu.”

Anjani langsung menyeret kerah Dito dengan cukup kencang. “Kapling yang belum lo pasang tuh masih banyak, malah modusin anak orang.”

“Cemburu, Jan?”

“Jangan sampai muka lo yang gue kaplingin.”

“Bagus dong! Itu tandanya udah jadi hak milik lo dan nggak boleh diambil sama siapapun.”

Abel menghentakkan kaki dengan mengepal gemas. Aihhh, kalau dilihat-lihat pasangan Janito ini menggemaskan juga, ya?

“Ini masangnya gimana?” tanya Dinda.

“Sini gue contohin. Belum pernah jadi panitia kemping, ya, lo?”

Dinda menggeleng. Selama bersekolah, ini memang pengalaman pertamanya menjadi panitia. Jadi maklum saja kalau agak sedikit gaptek. Di sisi lain, Bian diam-diam menghampiri Abel meskipun rasa kesalnya masih ada.

“Kenapa tiba-tiba berangkat sama Rezza?”

1
ren_iren
kok aneh, padahal laksa liat Abel diikat sm tutup matanya masih aja dimarahin...
ren_iren: nanti bucin mampus sampe keurat2 nadi kapok lo sa.... 🤭
total 2 replies
Nanadoongies
kritik dan saran sangat amat dianjurkan, ya. jadi jangan sungkan buat ngoceh di kolom komentar.
Nanadoongies
Jangan lupa tinggalkan jejak, teman-teman
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!