Kayla Ayana, seorang karyawan di sebuah perusahaan besar terpaksa menerima tawaran untuk menikah kontrak dengan imbalan sejumlah uang.
Ia terpaksa melakukan ini karena ia harus bertanggung jawab atas biaya rumah sakit seorang wanita yang mengalami kelumpuhan akibat tertabrak sepeda motor yang ia kendarai.
Tapi siapa sangka, ia yang dinikahi dengan alasan untuk menepis isu negatif tentang pria bernama Kalandra Rajaswa malah masuk terlalu jauh dalam kerumitan keluarga yang saling berebut warisan dan saling menjatuhkan.
Pernikahan kontrak diantara keduanya bahkan sempat dicurigai oleh anggota keluarga Kalandra.
Akankah Kayla dan Kalandra mampu menyembunyikan fakta tentang pernikahan kontrak mereka?
Akankah cinta tumbuh diantara konflik-konflik yang terjadi?
Ikuti kisah Kayla dan Kalandra di Istri Bar-Bar Sang Pewaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fie F.s, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 Mantan
Selama meeting berlangsung Kayla sangat memperhatikan dengan baik. Ini meeting perdananya dengan klien penting selama menjadi sekretaris Jendra. Karena biasanya Melani yang ikut dengan bosnya itu.
Kayla bisa melihat wanita bernama Clara itu terus memandang Kalandra yang duduk tepat di sampingnya. Sementara Clara duduk berseberangan dengan mereka.
"Kal, aku ingin kita bicara berdua," ucap Clara saat meeting selesai dan semua orang bersiap keluar dari ruangan itu termasuk Kayla.
Kayla terkejut dengan permintaan Clara yang secara terang-terangan mengajak Kalandra ngobrol hanya berdua saja.
"Jend, pinjam ruangan ini ya..." pinta Clara.
Jendra menyeringai lalu mengangguk. Pria itu juga melirik Kayla yang tampak biasa saja.
"Aku tidak bisa." Tolak Kalandra tegas.
"Sebentar saja!" mohon Clara.
"Aku tidak ada waktu."
"Please! Ku mohon!"
Kayla berjalan di belakang Jendra yang akan keluar dari ruang meeting itu. Sementara di dalam hanya menyisakan Kalandra dan Clara.
"Kayla. Tetap disini!" Kayla menghentikan langkahnya. Begitu juga Jendra yang terkejut dengan permintaan sahabatnya itu.
"Aku hanya ingin berdua, Kal!"
"Tetap disini Kay! Jend, tolong tinggalkan kami!"
Jendra keluar dari ruangan itu. Ia menatap Kayla dan mengangguk. "Tetaplah disini!" perintahnya.
Sementara Kayla berbalik dan segera duduk di kursinya tadi. "Ada apa, Pak? Saya harus kembali..."
"Aku perintahkan kamu tetap disini, Kay!" ucap Kalandra tegas.
"Kal... Untuk apa kamu memintanya ke sini?" tanya Clara yang mulai kebingungan karena Kalandra malah melibatkan sekretaris Jendra.
"Dia istriku!" jawab Kalandra tegas.
Duaaaarrr!
Bukan hati Clara yang tersambar petir. Tapi hati Kayla yang merasa terkejut. Ini kali pertama Kalandra mengakui dirinya sebagai istri dihadapan orang lain.
"Kal, jadi dia orangnya?" tanya Clara tak percaya. Ia tahu Kalandra sudah menikah, tapi tidak mencari tahu siapa wanita yang dinikahi pria itu.
"Ku fikir kamu hanya bercanda soal dia yang hanya orang biasa." Clara melirik Kayla dengan tatapan sinis. Ia pernah melihat berita bahwa Kalandra mengatakan hal itu di depan awak media.
"Aku tidak pernah main-main dengan perkataanku," jawab Kalandra masih dengan nada dingin.
Pria yang duduk disamping Kayla itu jelas terlihat tidak nyaman dalam posisi ini. Dan benar saja, Kalandra menggerakkan kakinya agar bisa menyentuh kaki Kayla sebagai kode agar Kayla membantunya.
Kayla diam saja. Dia tidak akan berbuat apapun karena ini bukan urusannya. Ia justru senang, dan ingin melihat lebih jauh apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Banyak gadis diluar sana, Kal. Mengapa harus dia?" tunjuk Clara lagi dengan dagunya.
"Kamu seorang pemimpin perusahaan. Dan mengapa kamu malah memilih seorang sekretaris?"
"Masih banyak anak pengusaha yang ingin menjadi istri kamu."
"Termasuk dirimu?" tanya Kalandra dengan menarik satu sudut bibirnya lalu membuang muka, tidak ingin menatap Clara.
Clara membulatkan mata. "Tidak!" Jawab wanita itu dengan rasa gugup yang seolah ditutup-tutupi.
"Tidak." Clara tertawa. "Aku sudah bersuami."
"Kalau begitu, untuk apa kamu menyayangkan dia menikah denganku?" tanya Kalandra lagi.
"Aku hanya merasa dia tidak pantas untukmu!"
Wow... to the point sekali ya? Membuat hatiku tercabik-cabik rasanya. Batin Kayla yang sedang berusaha menahan diri agar tidak kelepasan. Biar bagaimana pun Clara adalah klien penting bagi perusahaan Jendra dan Kalandra.
"Pantas atau tidaknya bukan kamu yang menilai, Cla. Tapi aku yang merasakan."
"Dan asal kamu tahu, dia sudah bersamaku sebelum aku menjadi CEO."
"Ayo sayang! Kita harus makan siang sebelum waktu istirahat habis." Kalandra menggenggam pergelangan tangan Kayla.
"Mas, tunggu sebentar. Aku harus membawa berkas ini." Kayla mengambil berkas di meja dengan tangan yang satunya lagi.
Kayla melemparkan senyum kecil pada Clara. Cari aman saja.
"Selalu saja menempatkanku dalam situasi sulit," gumam Kayla berbisik.
Kalandra mendengarnya tapi enggan menanggapinya. Ia sebenarnya tidak ingin melibatkan Kayla dalam hubungan antar dirinya dan Clara.
Kalandra menganggap hubungannya dan Clara sudah selesai. Tapi, Clara masih saja mendekati dirinya meski dengan alasan hanya ingin berteman.
Selama puluhan tahun ini, Clara bahkan tidak pernah muncul lagi dalam hidupnya. Lalu, mengapa tiba-tiba kini datang dengan menawarkan pertemanan yang sudah lenyap sejak lama.
"Jend, pinjam dia!" ucap Kalandra pada Jendra yang masih berada di meja Melani.
"Kembalikan tanpa kurang satu apapun!" balas Jendra dengan melihat Kalandra sekilas.
Kayla meletakkan berkas di atas meja Melani lalu mengambil tasnya dan segera ikut dengan Kalandra.
Clara berdiri di samping Jendra. "Kamu yang menjodohkan mereka?" tanyanya pada pria yang sedang melihat Melani makan mie goreng dengan menggunakan sumpit.
Jendra mengizinkan sekretarisnya itu makan di meja kerja asal tidak mengotori dan merusak berkas.
"Ya..." Jendra menatap Clara dengan sedikit mendongak. "Aku yang menjodohkan mereka. Kenapa? Ada masalah?"
"Ti... tidak." jawab Clara gugup.
"Hanya saja, aku merasa mereka tidak cocok."
Jendra tertawa. "Mengapa kamu mengatakan demikian, sementara mereka yang menjalani justru fine-fine saja!"
"Aku takut, wanita itu hanya memanfaatkan Kalandra."
Jendra mengerutkan keningnya sementara Melani sudah menyedot setengah cup teh manis dingin karena hampir tersedak mendengar protesnya Clara.
"Menurut Kamu seperti itu?" tanya Jendra antusias.
Clara mengangguk. "Ya, menurutku begitu."
"Apa lagi yang wanita itu cari jika bukan kekayaan Kalandra."
Jendra tertawa lebar. "Jangan naif, Cla!"
Clara membulatkan matanya mendengar ucapan Jendra.
"Kalandra itu tampan, gagah, perkasa. Banyak gadis rela membuka paha demi bisa berkeringat dengannya."
Melani hampir tersedak lagi mendengar kalimat lakn*at yang terucap dari mulut atasannya.
"Jadi, untuk apa dia memilih yang matrealistis kalau yang tulus saja banyak!"
Jendra berdiri berhadapan dengan Clara. "Tiga belas tahun itu waktu yang sangat lama, Cla."
"Kalandra bisa berubah menjadi apa saja. Dia bukan si cupu yang hanya diam, mengharap balasan cinta dari seorang gadis!"
"Dan satu lagi, Cla. Ku harap kamu bisa membedakan mana kerja sama dan mana urusan pribadi."
"Kamu datang menawarkan kerja sama, maka konsisten lah. Jangan campurkan masa lalu yang sudah tidak akan bisa diulang lagi."
"Aku permisi dulu."
"Mel, minta OB untuk mengantarkan kopiku!" perintah Jendra langsung masuk ke dalam ruangannya.
Sementara Melani yang sedari tadi menjadi saksi bisu mendadak terkesiap mendengar perintah Jendra.
Clara menatap tajam Melani. "Jangan sampai bocor!" Ancam Clara dengan telunjuknya. "Atau aku akan membuatmu hengkang dari kantor ini!"
Bukan aku yang akan membocorkannya, tapi mungkin singa gila di dalam sana. Batin Melani.
Clara pergi dengan langkah lebarnya. Ia kesal dengan perkataan Jendra. Ia mengira Kalandra masih orang yang sama. Ternyata tidak.
Ia kembali dari luar negeri karena melihat berita Kalandra yang digosipkan penyuka sesama jenis. Ia merasa, penyebab Kalandra tidak memiliki kekasih selama ini karena menunggu kepulangannya.
Clara sadar, ia telah menggores luka dalam di hati Kalandra. Ia ingin kembali dan memperbaiki hubungannya dengan pria itu. Tapi sepertinya sudah terlambat. Kalandra sudah menikah, baik dengan atau tanpa cinta.
Clara masih ingin bersama Kalandra setelah melihat pria itu bersikap dingin padanya. Clara mengartikannya sebagai rasa marah yang Kalandra pendam untuknya.
Dan belum memaafkan, ia definisikan sebagai masih adanya perasan untuk dirinya. Sedikit gila, tapi itulah yang ada dalam fikiran Clara.
Ia masih ingin mendekati Kalandra dan memastikan benar atau tidak bahwa pria itu masih memendam rasa untuknya.
Aku akan terus berusaha sampai kamu mengakui perasaanmu, Kal. Batin Clara.
mlhan marH dia