Novel ini merupakan kelanjutan dari cerpen Gara-gara Nolongin Bos Galak versi horor komedih nggak pakai putar.
Rachel nggak akan menyangka kalau pertemuannya dengan bos garang bin gahar malam itu merupakan awal dari segala kesialan dalam hidupnya. Asisten Pribadi yang menjadi jabatan yang paling diincar dan diinginkan para ciwik-ciwik di kantor malah jatuh pada cewek cupu macam Rachel, tapi dengan syarat dia harus mengubah penampilannya. Daaaan atraksinya menyambung rambut di salon malah membuat Rachel terus-terusan di ganggu makhluk halus. Akankah Rachel bisa melepaskan diri dari jeratan teror makhluk tak kasat mata itu? we never know...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reina aka dian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ikut Aku
Aku bawa dua cangkir ke ruangan pak Raga.
"Semangat!" ucap mas Liam, dia bantuin bukain pintu.
"Semangat," ucapku letoy.
Dan lagi lagi aku harus berhadapan dengan sang raja yang maha benar.
"Kopinya, Pak..." ucapku nggak bertenaga. Aku taruh kopi di meja paduka raja. Kemudian berbalik berniat menuju mejaku sendiri.
"Semakin lelet aja kerjaanmu, Rachel? masa iya buat bikin kopi aja kamu butuh lebih dari 10 menit?"
"Ngantri, Pak..." jawabku seadanya.
Tapi kemudian pak Raga manggil, "Racheeel...?"
"Njiiihh, Bapakeeee..." ucapku.
"Tidak jadi. Sana kembali ke tempatmu!" dia ngibasin tangan.
"Iya, Pak..." dengan langkah gontai aku menuju mejaku kemudian duduk disana.
"Ya Allah, ya Allah, Ya Allah, ngantuknya!" ucapku dalam hati. Beberapa kali aku mencoba nahan diri buat nguap, tapi nggak bisa.
"Hoaaammph, sshh, nggak boleh ngantuk wooy, Rachel!" aku tepokin muka sendiri.
Aku nyeruput kopi, tapi sama sekali nggak membantu supaya mataku ini tetep melek.
"Racheeeell...!" pak Raga manggil.
"Daleeeem, Bapakeeee..." jawabku.
Udah, nggak ada omongan lagi. Udah, dia cuma manghil kayak hitu aja, nggak jelas banget bos yang satu ini. Ini nggak ada jadwal penting apa pun kan ya hari ini. Kayaknya pak bos daritadi juga nggak ngomong apa-apa. Mataku makin lama makin berat.
"Raaacheeeeell!" ada yang manggil lagi, tapi kali ini suaranya sangat dekat dan suara itu suara wanita. Aku yang ngantuk pun akhirnya buka mata selebar-lebarnya. Aku celingak-celingukan kali aja ada sesosok yang muncul di ruangan ini.
"Heh, Rachel kamu kenapa?" tanya pak Raga.
"Ehm, tidak ada apa-apa, Pak..." aku mengusap tengkukku yang rasanya berat.
"Kayaknya aku salah denger, nggak mungkinlah setan nongol disini, denger suaranya pak Raga aja pasti udah jiper duluan dia. Nggak, nggak mungkin setannya ngejar sampai sini," aku meyakinkan diri sendiri, berusaha untuk melek. Hidup melek!
"Heh, kalau kamu kurang sehat kenapa kamu masuk kantor?" ucap pak Raga.
"Maksudnya bagaimana, Pak?"
"Kalau sakit jangan masuk kantor! nanti yang ada kamu nularin ke saya. Kamu tau kan saya itu aset penting bagi perusahaan ini---"
"Ya sudah kalau begitu, saya pamit pulang saja, Pak..." ucapku yang bangkit dan mau nyamber tas.
Sejujurnya badanku udah nggak karuan. Mungkin karena aku kurang tidur dan ditambah aku makan mie dari kemarin, jadi aku masuk angin kayak gini.
"Heh, heh, kamu mau kemana?" tanya pak Raga, agak tinggi suaranya.
"Pulang. Kan Bapak takut ketularan saya,"
"Tunggu. Biar saya suruh orang buat nganterin kamu,"
"Tidak usah, Pak. Saya bisa naik taksi, permisi..."
Aku keluar aja gitu dari ruangan pak Raga. Biarlah pak Raga ngurus diri sendiri hari ini, kan dia udah gede inih. Ada mbak Erna juga kan di kantor, dan dia kan punya banyak asisten yang bisa memenuhi segala perintah yang seenak jidatnya itu.
Dari kejauhan aku denger suaranya mas Liam, tapi pas aku tengok nggak ada sama sekali. Karena aku merasa udah semakin halu, aku putuskan buat secepetnya naik lift dan pulang deh naik taksi.
Pengennya sih ketemu Amel, pengen cerita. Tapi Amel kan lagi kerja.
Lagi nunggu di depan lobby, aku baru inget mau ke bengkel. Mau ambil motor.
"Kenapa sakit di saat yang nggak tepat?! huuufh,"
Taksi yang aku pesen udah dateng, tapi aku puter haluan. Aku minta dianterin ke bengkel.
"Mbak? Mbaknya lagi sakit?" tanya si supir taksi.
"Nggak, Pak! saya nggak sakit," aku bohong.
Saya kirain sakit, Mbak. Soalnya muka Mbak pucet banget!" kata si supir.
Nggak butuh waktu lama sih buat nyampe di bengkel, ya sekitar 5 menitan. Makanya si supir bingung, kok ya deket banget tapi malah naik taksi gitu.
"Makasih ya, Pak..." ucapku, ngasih uang ongkos.
"Makasih juga, Mbak!" sahut si supir.
Aku turun dan jalan masuk ke dalam bengkel.
"Mas saya mau ambil motor, udah selesai belum ya?" ucapku pada salah satu montir.
"Oh, ya. Sebentar Mbak..." ucapnya.
Setelah mengurus semua pembayaran, aku pun membawa pulang motor yang udah bersejarah buat kehidupanku terutama dalam hal mengais rezeki.
"Udah jam 10 an loh ya, harusnya kan udah agak panas. Tapi kok aku ngerasanya dingin terus daritadi..." gumamku sambil pakai helm dan naik ke atas motor.
"Gosong- gosong dah ah, harusnya aku bawa celana panjang atau minimal legging. Ck ck ck, Rachel Racheeel...." aku melihat saat ini kakiku yang terpampang nyata.
Bhaiklah, nggak ada waktu buat mengeluh. Yang penting sekarang tancap gas ke kosan.
"Mampir apotek dulu lah, beli obat sakit kepala," aku menyalakan mesin motor dan mulai membelah jalan raya.
Baru juga jalan beberapa meter, aku diklaksonin terus sama mobil. Perasaan nih ya aku udah melipiirr banget jalannya udah kayak siput, tapi tuh mobil nglaksonin mulu daritadi. Sampai akhirnya dia klakson panjaaaaang banget, bikin jantung kita rasanya jedag jedug jedag jedug nggak karuan kagetnya.
Aku akhirnya berhenti dan menengok siapa orang menyebalkan yang bikin perkara sama aku.
Mobil itu mendekat.
"Turun, dan masuk ke dalam!" auruh pak Raga.
"Pak Raga? ngapain Bapak kesini?" aku celingukan.
"Jangan banyak tanya. Masuk ke dalam ," ucap pak bos galak.
"Terima kasih, tapi saya naik motor saja," aku mengatupkan kedua tanganku, menolak ajakan si bos.
Dia pikir motor eikeh barang rongsokan, yang nisa main tinggal-tinggal aja. Gini-gini juga masih bisa dipake dan lumayan juga harganya kalau dijual.
Pak Raga buka pintu mobil, dia jalan ke arahku.
"Eh, eh, Napak mau ngapain?" aku mencoba menghalau saat pak Raga mau mencopot Shelm yang ada di kepalaku.
"Ikut aku. Nanti orang yang akan mengurus motor bututmu itu!"
"Maaf, Pak. Butut-butut juga motor ini pernah nolongin Bapak sewaktu mobil Bapak mogok!" ucapku nggak terima.
"Sudah jangan banyak omong!" kata pak Raga yang menyuruhku turun dan dia mematikan mesin motor.
"Glen, urus motor ini!" pak Raga ngelempar kunci pada seseorang di belakangku yang nggak tau kapan munculnya.
"Siap, Tuan!" ucapnorang tadi.
"Sekarang kamu masuk ke dalam!" pak Raga buka pintu mobil dan maksa aku buat duduk di dalam.
"Tapi, Pak..." aku berusaha menolak. Tapi sia-sia. Pak bos udah ngunci pintu mobilnya.
Pak bos melajukan kendaraannya sesekali dia melihat ke arahku.
"Ngapain dia liat-liat?" gumamku dalam hati. Tapi sabodo amatlah, aku lagi greges banget. Malah sekarang mataku ngantuk banget.
"Apa gara-gara minum kopi, ya? jadi badanku nggak karuan kayak gini?" ucapku dalam hati. Aku pun memejamkan mata, karena aku semakin lama merasakan dingin yang menjalar di tubuhku.