Anak Yang Kupanggil Adik

"Gini aja mah, tahun depan! Sena janji Sena akan pulang." Bujuknya berharap sang mama mau berhenti merengek memintanya pulang.

Namun hal itu tidak berpengaruh sedikitpun untuk keinginan Ningsih," Kenapa harus tahun depan? Kenapa tidak sekarang saja. Apa yang ingin kamu raih lagi Sena! kamu sudah mendapatkan segalanya. Apa kamu takut untuk bertemu dengannya, hingga kamu harus berlari sejauh ini sayang?" Tanya Ningsih, Namun tidak ada jawaban dari seberang sana. " Kamu sadar tidak, kamu tidak pernah menjalani hubungan dengan pria manapun, padahal usia kamu sudah seharusnya menikah bahkan Della sebentar lagi akan menikah, sementara kamu tidak, mama yakin kamu memikirkan hal itu saja tidak. Iya kan. " Sang mama terus saja menodongnya dan sialnya semua yang dikatakan mamanya itu benar adanya.

Ingat feeling seorang ibu itu begitu kuat, anaknya sedikit berbeda saja! dia dapat langsung merasakan hal itu.

" Ma, bukankah Sena sudah menjelaskan hal ini ke mama, Sena tidak menjalin hubungan dengan pria manapun karena tidak ingin mengulang kesalahan yang sama?" Jawab Sena, Ningsih pun tersenyum walaupun Sena tidak dapat melihatnya.

Perdebatan ini bukan sekali dua kali terjadi, hal ini sudah sering hanya karena Ningsih ingin melihat Sena pulang tapi Putrinya itu begitu keras kepala. " Baiklah mama akan percaya dengan hal itu, Tapi bagaimana dengan Daffa, kamu selalu menghindarinya? Hanya karena tatapan matanya? Apa kamu masih mencintai pria itu?" Tanya Ningsih lagi.

" Mah, Nanti Sena hubungi mama lagi, ada Pasien yang harus Sena tangani, salam untuk Daffa. " Ucapannya sebelum mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Dan hal ini terjadi bukan hanya sekali ini.

Ningsih tidak menjawab, wanita itu langsung menurunkan ponsel dari telinganya dengan perlahan-lahan, di ikuti air mata yang terjatuh tanpa bisa dia cegah.

Terlalu sedih karena sikap putrinya hingga wanita itu tersadari, Bel pulang telat berbunyi dan Daffa kini sudah berdiri di sampingnya, bocah itu bahkan mendengar perdebatan Mereka, Di telepon walaupun Daffa tidak dapat mendengar apa yang di katakan Sena tapi dia mendengar mamanya menyebut namanya dengan jelas. " Ma!" panggil Daffa, membuat Ningsih tersadar wanita itu dengan cepat menoleh kearah cucunya." Mah Kenapa nangis? Kak Sena nggak mau pulang lagi ya?" Mendengar pertanyaan Daffa, Ningsih langsung buru-buru mengusap kedua pipinya.

Wanita itu menarik tangan Daffa untuk mendekat padanya." Sayang kamu sudah pulang? Gimana sekolah Daffa hari ini." Bukannya menjawab. Ningsih Mala balik bertanya sengaja mengalihkan pembicaraan.

Namun Daffa terpintar untuk di alihkan ucapannya." Apa kakak masih Marah sama Daffa, mah?" Ningsih mulai di buat pusing dengan keras kepala Anak dan cucunya, satu begitu sulit di bujuk untuk pulang dan satu tidak akan berhenti bertanya sampai dia menemukan jawabannya.

" Daffa, kak Sena bukannya marah sama kamu? Tapi kak Sena nitip salam ke Daffa, minta Daffa belajar yang rajin dan nggak boleh nakal di sekolah." Jawab Ningsih pada akhirnya, karena dia tidak bisa menghindar dan harus mengarang jawaban untuk cucunya itu. Walaupun ucapannya tidak sepenuhnya sebuah karangan, karena Sena sempat mengirim salam padanya.

" Benaran mah?" Wajah bocah laki-laki itu langsung terlihat sumringah, dia begitu bahagia mendengar hal itu.

Entah mengapa? Daffa selalu bahagia setiap mendapatkan perhatian kecil dari Sena. bukankah ini semua sudah suratan takdir, Mau sehebat apapun kasih sayang yang Ningsih berikan, pasti akan kalah dengan perhatian kecil dari Sena. Karena sepandai-pandainya Sena menghindari, ikatan di antara mereka tidak dapat di putuskan hanya karena jarak dan waktu.

Ningsih mengangguk kepalanya mengiyakan ucapannya barusan, " ya udah kita ketemu guru Daffa yuk."

" Ayo mah, Daffa sudah nggak sabar pengen ketemu Kak Della." Anak laki-laki itu langsung menarik tangan Neneknya menuju ruang guru.

Ningsih pun mau tak mau menuruti, wanita paruh bayah itu bergegas meraih tasnya, kemudian mengikuti langkah Daffa.

Begitu selesai mendapatkan izin untuk cucunya, Ningsih langsung membawa Daffa pulang ke rumah.

...\=\=\=\=\=\=\=\=\=...

Malam Harinya, Ani dan Nelly menjemput Lian Di bandara. Sementara Rey tidak ikut karena kondisi kesehatannya yang terganggu, pria itu akan menyambut putranya di rumah.

"Sayang, akhirnya kamu pulang juga! Mami kangen banget sama kamu." Ucap Ani sembari memeluk tubuh putranya itu. Begitu pria itu menghampiri mereka.

" Aku juga kangen banget sama mami!" Balas Lian, pria itu bahkan tidak sungkan untuk menunjukkan perasaannya kepada sang mami dengan mencium pipi dan kening wanita yang telah melahirkannya itu. Tubuhnya yang tinggi Membuatnya mudah melakukan semua itu kepada maminya, walaupun dia harus sedikit membungkuk.

" Hai kak! Gimana kabar kakak." Setelah melepaskan pelukan dengan maminya, Lian berpaling pada Nelly. Memeluk kakak perempuannya.

" Seperti yang kamu lihat, kakak baik." Wanita itu melepaskan pelukan mereka kemudian memandang adiknya dari atas sampai kebawah begitupun sebaliknya, kemudian berkata lagi. " Kamu semakin tampan sekarang, tapi sayangnya tidak ada wanita di sampingmu." Nelly menepuk-nepuk pundak Lian seakan menyayangkan hal itu.

" Aku rasa mami di sampingku dan dia di hati aku sudah lebih dari cukup deh. Dan aku tidak membutuhkan wanita lain." Balas Lian membuat Nelly dan Ani hanya bisa mende-sah pendek.

Entah kesalahan serta percintaan seperti apa yang di jalankan Lian dengan gadis yang bernama Sena itu, hingga sang adik begitu sulit dan bahkan tidak mau untuk menjalin hubungan baru dengan wanita lain.