Tiga Putra kembar Sekretaris Ken. Brtugs mnjaga dgn baik Putri Ellena milk Nathan.
Misi terberat mrk, harus ada yg bisa memenangkan hti Sang Putri.
Hidup brsm sjk lahir, slng mnjaga dan meyygi. Mmpukh mrk bersaing dlm mndptkn Hati Sang Putri?
Sementara Fic,
Kepala Pelayan, yang bertugas menjaga sekeliling Tuan Putri agr sll berjalan sebagai mana mestinya.
Menjaga dan menemani Tuan Putri seperti anaknya sendiri. Hingga menciptakan kenyamanan tersendiri bagi Putri Ellena.
Tanpa disadari, getar asmara mulai menggores hati Putri Ellena ketika ia beranjak dewasa.
Apakah Fic juga merasakan hal yang sama?
Jika tidak, mungkinkah Fic akan sanggup menolak perasaan Tuan Putri yang semakin besar padanya?
Lalu jika Fic jg menaruh hati pada Tuan Putri, maka Fic akan berpikir seribu kali.
Siapa dia?
Berani sekali?
Fic memilih untuk melangkah Pergi.
"Fic, aku ikut!" Ellena memanggil.
Fic tdk bisa untk tdk mnoleh,
Tp apa yg ia lihat? Tiga Pejantan tangguh, sudh berdiri dgn tatapan mematikan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Any Anthika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Biarkan Ellena bahagia.
Nathan membuka pintu mobil belakang, ia duluan masuk untuk menyambut tubuh Ellena, setelah itu Mira ikut menyusul.
Fic yang sudah duduk sebagai sang sopir melirik ke belakang. Setelah memastikan semua duduk dengan baik, Fic menjalankan mobilnya. Di ikuti mobil Ken yang juga menyusul mereka.
Tangan kiri Fic merogoh hp dan menghubungi tim medis khusus milik Nathan guna bersiap.
Mira tak berhenti menangis.
"Ellena. Kau kenapa Nak? Jangan membuat Ibu takut!" menepuk nepuk telapak tangan Ellena.
"Mira. Jangan terus menangis. Tenang lah." Lirih Nathan, padahal hatinya sama sekali tidak tenang.
"Ellena, Nath. Aku takut, aku takut sekali."
"Aku tau, aku tau. Tapi kita harus tetap tenang." masih sempat menyisakan ketenangan untuk membelai rambut Mira.
"Berdoa lah, semoga Putri kita baik baik saja."
"Bagaimana jika kecurigaan Dokter itu benar Nath. Putri kita ada kelainan jantung?" Mira kembali menangis.
"Tidak tidak. Itu tidak mungkin. Selama ini Ellena baik baik saja. Sedikit pun tidak ada tanda tanda penyakit berbahaya sayang. Mungkin ini hanya karena jantung Ellena sedang syok saja. Percayalah. Ya!" Nathan kembali meyakinkan Mira, kendati hatinya begitu khawatir.
Fic, mungkin sudah tidak tahan lagi, setelah dari tadi hanya mengeluarkan air mata tanpa isakan akhirnya terdengar pria itu terisak.
Bayangan tepat Sembilan belas Tahun yang silam kembali berputar di otaknya. Dimana ia membawa Mira ke Rumah sakit dalam keadaan berdarah. Dan kefatalan yang terjadi pada saat itu, Nathan harus kehilangan calon bayinya.
'Tidak. Itu tidak boleh terulang kembali! Ellena, kau harus kuat.'
'Ya Tuhan, tolong lindungi Ellena. Jangan beri dia penyakit yang berbahaya.' Fic terus berbisik mengucapkan doa doa.
Setelah mobil berhenti tepat di depan Rumah Sakit, Fic cepat meloncat turun untuk membukakan pintu. Kali ini Nathan yang mengangkat tubuh Ellena. Berlari menuju dalam disusul semua.
Di sana Tim Medis sudah bersiap menyambut.
________
Sudah lebih dari satu jam Ellena berada di Ruangan khusus itu.
Para Tim Medis sedang berjuang memberi pertolongan.
Sementara di luar ruangan, tidak ada yang tidak khawatir. Semuanya terlihat begitu tegang. Berulang kali mengusap wajah, berulang kali membuang nafas panjang sekedar untuk mengurangi kekhawatiran.
Khale sesenggukan. Menaruh kepalanya di pangkuan Rimbun.
"Ibu, ini salahku. Semua ini karena aku."
"Berdoa Khal, berdoa semoga Nona Ellena baik baik saja."
Ken hanya bisa menepuk pundak Putranya. Ingin memberi ketenangan, tapi hatinya sebenarnya menyalahkan Khale.
'Jika terjadi apa apa pada Nona akibat pukulan Khale, apa yang harus ku perbuat. Bagaimana bisa aku bertanggung jawab kepada Tuan Nath?' Pikiran Ken kali ini sangat menyesali perbuatan Khale.
Fic berada di sudut sana. Menyandarkan punggung dan kepalanya di tembok. Tidak lagi terisak, tidak lagi mengeluarkan air mata. Tapi hatinya diliputi rasa takut yang mencengkeram seluruh sarafnya. Kepalanya sampai terasa berat akibat menegang.
Beberapa saat kemudian, Pintu ruangan itu terbuka. Sang Dokter keluar. Semua yang ada berdiri menghampiri.
"Bagaimana keadaan Putriku?" tanya Nathan tanpa sabar lagi.
"Kami sudah selesai memeriksa Nona Ellena. Sekarang akan segera dipindahkan keruang Perawatan." ucap Dokter pria itu.
"Apa yang terjadi? Apa ada penyakit serius pada Putriku?" Nathan kembali bertanya.
Dokter terlihat menarik nafas berat.
"Silahkan Ke ruangan saya Tuan. Kita akan membahas ini."
Tanpa mengiyakan, Nathan melangkah dengan menarik tangan Mira mengikuti langkah sang Dokter. Yang lain tentu saja ikut melangkah.
Kini Nathan sudah duduk berhadapan dengan Dokter. Mira berdiri di sisi Suaminya.
"Tuan Nath." Dokter kembali menarik nafas.
"Hasil pemeriksaan kami, Nona Ellena mengalami penyakit gagal Jantung. Otot jantung Nona melemah. Bukan hanya itu, tapi katup jantung Nona juga mengalami kerusakan menyebabkan Jantung Nona tidak berfungsi dengan baik, hingga jantungnya tidak bisa memompa darah dengan normal keseluruhan tubuh Nona."
Tidak ada yang tidak tersentak. Bahkan tubuh Nathan kini berdiri gemetaran. Dengan kedua tangan memeluk erat tubuh Mira yang hampir rubuh.
Fic yang mendengar itu pun menjatuhkan tubuhnya di tembok.
"Tidak mungkin. Mana mungkin! Putriku selalu terlihat baik baik saja. Apa penyebabnya?" teriak Nathan.
"Tuan, jika hasil dari pemeriksaan, kemungkinan penyakit Nona ini sudah ada sejak Nona Ellena lahir. Tapi karena tubuh Nona selalu sehat dan terjaga, maka tidak terdeteksi dari awal. Dan ku rasa beberapa tahun ini, Nona sudah merasakannya. Mungkin Nona Ellena menyembunyikan hal ini dari kalian, atau Nona Ellena sendiri tidak mempedulikan adanya gejala gejala sakit yang ia rasakan."
"Itu tidak benar! Kalian pasti sudah salah Dianogsa! Nona selalu baik baik saja. Sejak kecil dia sangat kuat dan tidak sedikitpun ada keluhan. Aku yang menjaganya sejak dia lahir!" Fic kini mendekat, mencoba menyangkal penjelasan dokter.
"Tuan Fic. Itu sebabnya tidak terlihat sedikit pun gejala penyakit ini. Tapi seiringnya waktu berjalan, menambahnya usia Nona. Emosinya tidak lagi stabil saat dia masih kanak kanak. Dan mungkin ada hal yang membuat Nona Ellena tertekan akhir akhir ini."
"Apa ini karena pukulan itu?" kali ini Ken yang maju.
Dokter menggeleng.
"Ini tidak ada kaitannya dengan pukulan itu. Seharusnya kita malah bersyukur, jika tanpa pukulan yang menyebabkan Nona Pingsan, Penyakit ini belum tentu diketahui sekarang. Bisa jadi, saat sudah parah baru kita mengetahuinya. Apakah itu malah tidak lebih gawat?"
"Sembuh kan Putriku! Apapun caranya, sembuhkan dia!" Seru Nathan.
Dokter mengangguk. "Kami akan memberikan yang terbaik untuk Nona. Jika dalam beberapa Minggu ke depan, terapi dan perawatan tidak membuahkan hasil, ada baiknya kita menyiapkan metode selanjutnya untuk menghindari hal yang diluar dugaan."
"Apa maksudnya dengan metode selanjutnya?" Nathan bertanya.
"Jika Nona tidak kunjung membaik, kita harus melakukan Transplantasi jantung untuk Nona Ellena. Karena hanya itu satu satunya jalan Tuan."
Nathan terbelalak. "Transplantasi Jantung?"
"Tuan Nath tidak perlu khawatir. Kami akan siap siaga mulai detik ini. Kami akan mencari Transplantasi Jantung yang tepat untuk Nona dari sekarang demi menjaga segala kemungkinan. Kita berdoa bersama agar itu jangan sampai terjadi." Dokter menepuk Pundak Nathan.
"Mulai hari ini, saya minta agar Kita semua menjaga Emosi Nona Ellena. Buat dia senyaman mungkin. Karena tekanan akan membuat Jantungnya semakin memburuk." Ucap Dokter sebelum akhirnya keluar dari ruangan.
Sesaat semua tenggelam dalam kekhawatiran yang teramat sangat. Saling menguatkan hati masing masing. Nathan membawa Mira melangkah untuk duduk di bangku panjang di luar ruangan di depan ruangan Ellena dirawat.
Yang lain pun ikut terduduk lemas.
Fic, beberapa kali memejamkan matanya.
"Ini salah ku. Aku terus mengawasi tumbuh kembang Nona. Tapi aku bisa tidak tau, jika Nona mengidap penyakit berbahaya seperti itu!" Fic setengah berteriak. Menjambak kuat rambutnya sendiri.
"Ellena terlalu lincah dan sehat. Hingga tidak ada yang mengkhawatirkan kesehatannya." timbal Nathan.
"Mungkin akhir akhir ini, Ellena terbebani dengan perasaannya pada Fic. Kemudian ia terus memikirkan perjodohannya dengan Khale. Ini membuat hati Ellena tidak tenang dan tertekan. Itu sebabnya penyakit itu semakin parah dan membuat tubuh Ellena tidak mampu lagi menahannya." sahut Mira.
Nathan mengusap wajahnya. Ada rasa sesal yang begitu kuat dalam dirinya.
"Aku yang bersalah. Aku yang bodoh. Ayah yang tidak berguna. Bisa bisanya aku tidak sadar jika Putriku tidak menyenangi Perjodohan itu. Dan tidak tau jika Putriku jatuh hati pada Fic." Nathan menyalahkan dirinya.
Fic kini berlutut di hadapan Nathan.
"Aku yang bersalah Tuan. Aku sering membuat Nona marah. Terus memintanya untuk melupakan aku. Aku tidak tau, aku sungguh tidak tau jika ini membuatnya tertekan." Fic kembali terisak.
"Aku yang bersalah. Aku yang memaksakan perjodohan itu. Aku hanya memikirkan masa depan yang baik untuk kita semua. Tanpa memikirkan kebahagiaan untuk mereka." Ken pun ikut berlutut.
"Bangun lah kalian semua!" Nathan kini berdiri.
"Semuanya salah. Kita semua salah! Tidak ada yang benar di antara kita. Sekarang ini tidak ada lagi gunanya menyesali kesalahan. Yang perlu kita lakukan adalah, menjaga Ellena dengan baik dan membuatnya bahagia. Dengan begitu, penyakitnya tidak akan memburuk." sambung Nathan. Meraih tangan Mira kembali untuk melangkah ke ruangan dimana Ellena di masukkan.
Fic berdiri bersamaan dengan Ken. Kemudian ikut melangkah mengikuti Nathan.
"Ellena." Manggil lirih Mira ketika melihat Ellena membuka mata perlahan.
"Ibu."
"Apa yang kau rasakan?" Mira mencium kening Ellena beberapa kali.
"Aku lemas pun. Aku tidak punya tenaga."
"Ah, tidak apa apa. Putri Ayah akan segera sehat." Nathan kini berganti mencium kening Ellena.
Lalu Ellena melirik Fic yang cepat mendekat. Melihat itu Mira dan Nathan memilih untuk menyisih.
"Nona. Apa dadanya masih sakit?" tanya Fic. Kini duduk di samping Ellena.
Ellena menggeleng. "Aku ingin duduk."
Fic mengangguk, segera membantu Ellena untuk duduk bersandar.
"Fic. Apa sakit ku parah?" Ellena bertanya pada Fic. Fic menghela nafas, menoleh pada Nathan dan Mira. Kemudian kembali pada Ellena, meraih satu tangan Ellena dan menggenggamnya dengan kedua tangannya.
"Dokter mengatakan, jika jantung Nona lemah. Jadi mulai sekarang, Nona tidak boleh banyak pikiran ya? Agar Jantung Nona kembali normal." ucap Fic.
Ellena mengangguk.
"Ellena." Nathan mendekat kembali.
"Apa selama ini kau pernah merasakan sakit seperti ini dan tidak mengatakannya pada kami?" tanya Nathan.
Ellena menggeleng.
"Sebenarnya tidak pernah sesakit ini. Hanya jika aku sedang kesal, dadaku akan sangat sakit. Kecuali jika Ellena sudah berteriak dan marah. Maka sakitnya akan berkurang. Itu sebabnya, Ellena sering marah dan berteriak akhir akhir ini. Lalu mengurung diri di kamar untuk menenangkan pikiran. Jika sudah tenang, maka sakitnya akan berkurang."
Astaga! Kini semua baru sadar, akhir akhir ini Ellena yang dulu manis berubah menjadi pemarah dan sensitif. Apa ini karena kondisi jantung Ellena yang sudah memburuk?
"Ayah? Ada apa? Apa sebenarnya sakit Ellena?"
Nathan hanya tersenyum tipis, membelai rambut Ellena. "Tidak sayang. Apa yang dikatakan Fic benar. Jantung mu hanya melemah. Jadi mulai sekarang, apapun yang kau rasakan, kau harus cerita kepada kami. Kau boleh marah jika ingin marah. Jangan menyimpannya dalam hati. Kau harus selalu bahagia agar jantung mu kembali sehat."
Ellena tersenyum. "Ayah. Ellena bahagia jika ada Fic bersama Ellena. Bolehkah Fic menemani Ellena terus? Meskipun dada Ellena sakit, akan hilang jika ada Fic bersama Ellena." jujur Ellena.
Nathan kembali tersenyum. "Tentu saja. Mulai sekarang, Fic akan bersamamu terus. Fic sudah Melamar mu di depan Ayah dan Paman Ken. Kalian akan segera menikah." ucap Nathan melirik Fic yang langsung membulatkan matanya.
"Benarkah?" Seperti tidak percaya mendengarnya. Menoleh pada Fic masih terkejut.
"Benar Fic?"
Fic masih terdiam.
"Benar Ellena. Benar begitu kan Fic?" Nathan seperti memberi kode pada Fic.
Fic cepat mengangguk. "Benar Nona. Kita akan segera menikah."
"Kapan?" Ellena bertanya dengan sumringah.
"Secepatnya Ellena. Secepatnya setelah kau keluar dari sini. Maka dari itu cepat lah sehat. Ayah akan mempersiapkan semuanya untuk kalian." Nathan yang menjawab.
Ellena terlihat sangat bahagia, cepat menarik tubuh Fic untuk memeluknya.
"Terimakasih Fic. Akhirnya kau tidak akan meninggalkan aku untuk selamanya."
Fic hanya bisa membalas pelukan Ellena dengan erat.
"Cepat sembuh Nona. Fic akan menjagamu selalu. Fic tidak akan pergi kemanapun." bisik Fic.
"Tentu saja. Aku akan cepat sembuh, agar kita cepat menikah." sahut Ellena, kini merebahkan kepalanya di dada Ellena.
Nathan lagi lagi tersenyum. Kebahagiaan Ellena begitu ia rasakan. Menoleh pada Mira dan beralih pada Ken dan Rimbun serta Khale.
"Kita keluar saja. Biarkan Ellena bahagia bersama Fic." ucap Nathan pada Mira.
Melangkah keluar ruangan meninggalkan mereka disusul Ken, Rimbun dan terakhir Khale.
__________________
dinovel yg ini kok il feel ya sama nathan mira ellena juga fic😪
dari awal harusnya nathan cerita bukan masalah perjodohan tapi cerita jasa ken bagaimana,terlalu egois cm hanya ingin ellena bahagia tp mengkhianati sahabatnya sendiri🥺
Congrats ya utk fic & ellen..
dr awal aq emg curiga k kakek fiandi,trnyta kecurigaan q bnr