Ikuti instagramku ya kaka. alwi08895
Zain Alfaro pemuda baik-baik yang bergabung dengan anggota mafia demi menguak misteri hilangnya sang adik.
Zain hanyalah seorang asisten pribadi dari ketua mafia, memiliki sifat pendiam, dingin, acuh dan kejam di saat tertentu.
Berusaha menguak misteri penculikan sang adik, yang terus menghantuinya sejak remaja.
Hatinya yang dingin mulai mencair, melabuhkan hatinya pada gadis perantauan yang membuat di jatuh cinta, sebucin-bucinnya.
Cinta di tolak, cara licik bertindak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alwi 1234, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ZAIN NGAMBEK
Pelukan hangat yang melenakan, penuh ketenangan. Tak di nyana Nadine menawarkan harapan yang dulunya semu kini jadi nyata. Tak di nyana, yang dulunya sebatas khayalan kini berwujud. "Kak Zain..."Gumam Nadine lirih.
"Tap, tap, tap..." Nadine menepuk lengan Zain dengan amplop di tangannya. Membuat Zain keluar dari alam bawah sadarnya. Zain membuka mata, dia terperangah tampak linglung."Eeh..."
"Ini gila... Kenapa aku jadi gila. Benar kata tuan Iqbal, cinta bisa membuat orang waras jadi gila."
"Kak Zain kenapa?...Sakit?..." Nadine bertanya dengan tatapan menyelidik.
"Tidak, a-aku baik-baik saja." Jawab Zain tergagap, jadi salah tingkah.
"Kirain kedinginan, kok peluk diri sendiri sambil senyum-senyum. Dari tadi di panggil nggak semaur(menyahut)." Nadine berdiri di depan Zain dengan tangan yang menyilang di dada.
"Eehh, i-itu...." Zain jadi salah tingkah, dia bingung akan menjawab apa?..."Kamu kenapa ingin ketemu sama aku?..." Zain mengalihkan pembicaraan. Zain yang salah tingkah memijat tengkuknya sembari tersenyum kikuk. Harap harap cemas.
"Ohhh, itu.... Ini.." Nadine menyodorkan amplopnya pada Zain. Membuat Zain mengernyitkan dahinya." Ini uang 4 juta buat bayar hutang ku." Lanjut Nadine. Zain pun terbelalak.
"Jadi kamu nyuruh aku cepat-cepat datang kemari cuma untuk bayar hutang?..." Zain berusaha menenangkan hatinya yang syok.
"Iya..." Jawaban singkat dari Nadine membuat lutut Zain lemas, kakinya tidak mampu menopang tubuhnya hingga membuatnya berpegangan di sofa. Semangat 45 yang tadi berkobar bagai api yang membara sirna bagaikan di sapu air hujan dalam sekelip mata.
"Kak Zain nggak apa-apa?..."
"Aku butuh sandaran, mendadak badanku lemas, realita tak sesuai ekspektasi. Angan-angan ku terlalu tinggi. Hingga akhirnya kini aku jatuh ke dasar. Lemes, serius kakiku lemes." Ucap Zain, tentunya dalam hati.
"Woy...." Nadine melambaikan amplop di tangannya tepat di depan muka Zain.
Zain yang patah hati pergi begitu saja meninggalkan Nadine bersama amplopnya.
"Loh, kak Zain.... Kok malah pergi sih?..." Nadine menggerutu sembari mengejar kepergian Zain yang melangkah menuju ruang tamu. Zain duduk lemas di atas sofa dan bersandar. Melihat Nadine menghampirinya, dia bangun untuk menghindar. Ya, Zain marah, kecewa dan terluka. Semua itu karena Nadine, melihat wajah Nadine membuat hatinya makin terluka. Sungguh sakit mencintai sendiri.
"Loh kak Zain kok malah pergi lagi sih?..." Nadine menghadang Zain.
"Ada apa lagi???...." Zain bertanya dengan nada ketus. Ya dia sedang mode ngambek dengan Nadine yang sudah membuatnya seperti orang gila.
"Liiihhh kok galak lagi sih, ku pikir galaknya udah hilang..." Nadine mencibir berusaha meredam kemarahan Zain yang entah karena apa?... Mungkin kah karena mengingat Miranda adiknya yang hilang.
"Ada apa?..." Zain menatap Nadine garang.
"Ini, aku mau bayar hutang." Ucapan Nadine membuat Zain mengambil nafas dalam-dalam.
"Bukan kah sudah aku bilang, kamu tidak perlu mengganti rugi atas kerusakan mobilku. Simpan saja uang itu untuk keperluan mu. Jangan menyulitkan dirimu hanya karena aku." Ucap Zain dengan nada lembut, menatap mata Nadine penuh harapan. Mencoba mencari tahu apakah ada namanya di hati Nadine. Begitu sakit rasanya mencintai dalam diam, menyatakannya pun percuma.
"Nggak bisa gitu dong kak?... Aku tetap harus bayar hutang sama kakak biar nggak kepikiran Kakak terus." Ucap Nadine dengan wajah cemberut.
"Lebih baik kamu memiliki hutang padaku agar kamu selalu mengingatku." Zain kembali pergi meninggalkan Nadine.
"Kak Zain.... Iiiiiihhhhh kok gitu sih... Apa aku langsung transfer saja ya ke nomor rekeningnya ya... Aku tanya kak Rani dulu deh..."
Nadine melangkahkan kakinya menuju kamar Rani, kemudian mengetuk pintunya.
"Siapa?..." Rani sedikit berteriak sembari memasang dasi di leher Iqbal.
"Nadine kak..."
"Cup... Jangan kenceng kenceng, nanti Putri terbangun." Iqbal mengecup kening Rani.
"Iya maaf..." Ucap Rani lirih.
"Masuk Nad..."
Nadine terkejut ketika melihat Iqbal masih berada di kamar bersama Rani. Ia merasa canggung.
"Ada apa Nad?..." Rani bertanya dengan tangan yang masih sibuk memasang dasi.
"Berapa ya kak nomor rekeningnya kak Zain?..." Walaupun ragu Nadine tetap menanyakan maksud tujuannya menemui Nadine.
"Buat apa Nad?..." Rani bertanya sembari memasang kancing lengan Iqbal.
"Buat bayar hutang kak?..."
"Kok nggak minta langsung nomor rekeningnya sama orangnya sendiri atau bayar langsung gitu ke orangnya sendiri?..." Rani bertanya sembari memasang jas berwarna hitam di tubuh Iqbal.
"Kak Zain nggak mau di bayar kak, padahal tadi aku udah mau bayar kes." Rani tersenyum mendengar jawaban Nadine.
"Kalau begitu mana uangnya, nanti biar Iqbal yang ngasih langsung ke Zain."
"Kalau Zain tidak mau di bayar ya jangan di bayar." Iqbal yang sejak tadi diam saja akhirnya urun bicara, kemudian pergi meninggalkan mereka berdua. Jika Iqbal sudah mengatakan demikian, jangan berharap dia mau menuruti Rani hanya demi Nadine. Karena Iqbal akan selalu ada di kubu Zain.
Rani dan Nadine saling pandang."Terus gimana nih kakak...."
"Maaf ya Nad, Kamu usaha aja sendiri. Aku nggak mau suamiku marah."
"Iya kak, ngga apa-apa." Nadine pun keluar dari kamar Rani.
***
Iqbal menghampiri Zain yang sedang berdiri di balkon.
"Zain." Mendengar suara Iqbal, Zain mulai bersikap tegap.
"Kamu pergi lah ke kantor bersama dengan gadis itu. Biar aku pergi dengan pak Lim."
"Tapi kenapa Tuan?..."
"Sudah saatnya kamu bahagia Zain, kejarlah cintamu. Kamu boleh pulang kantor kapan pun kamu mau."
"Jika saya tidak disiplin, makan pekerjaan kantor akan terbengkalai."
"Iya, aku tahu. Aku tidak pernah meragukan kemampuan mu. Aku tau kamu lelaki yang bertanggung jawab atas semua tugas yang kamu pikul. Pasti kamu tahu cara mengatur waktu.... Dengan cara licik mungkin kamu akan mendapatkan raganya tapi tidak dengan hatinya. Cobalah dulu untuk memenangkan hatinya, bisa jadi kamu akan mendapatkan dua-duanya." Zain hanya mengangguk mendengar nasihat dari Iqbal.
Sebenarnya Zain sudah membayar hutang orang tua Nadine kepada kepala desa di kota Bangil. Orang tua Nadine juga memiliki hutang budi kepada Kades tersebut pak kades yang begitu baik pada keluarga Zain. Putra dari kepala desa tersebut juga menyukai Nadine, bukan tidak mungkin jika suatu saat nanti si kepala desa akan menuntut balas budi dari orang tua Nadine dengan menikahkan Nadine dan putra dari pak Kades.
Sebenarnya Zain merasa tidak percaya diri, mengingat begitu banyak pemuda yang menyukai Nadine. Jika dengan cara baik-baik dia tidak bisa menikahi Nadine maka Zain berniat membuat orang tua Nadine terlilit hutang dan memaksanya untuk menikahi Nadine.
Namun dari hati terdalam, Zain sama sekali tidak pernah berniat untuk menagih hutang pada keluarga Nadine, dia hanya akan menggertak saja demi untuk menikahi Nadine.
***
"Tok tok tok...." Nadine mengetuk kaca jendela mobil Zain.
"Kak aku boleh nebeng?..."
Zain hanya mengangguk tanpa mau menjawab.
"Duduk lah di depan." Ucap Zain ketika melihat Nadine hendak membuka pintu belakang mobil.
"Terus tuan Iqbal duduk di mana?..."
"Dia nggak ikut."
"Kenapa?..."
"Jangan banyak tanya, ayo cepat masuk." Nadine masuk ke dalam mobil duduk di samping Zain.
Sepanjang perjalanan Zain diam saja. Hanya terdengar alunan musik 'Jatuh Cinta Kedua' 2nd Chance. Mengalun indah terdengar dari radio mobil Zain. Menemani Zain dan Nadine di tengah kemacetan lalulintas. Lirih-lirih Nadine mengikuti lirik lagu tersebut sembari sesekali melirik ekspresi wajah Zain.
Dia penasaran apa yang membuat laki-laki tampan di sampingnya terlihat dingin.
"Kenapa melihat ku seperti itu, baru tahu ya kalau aku tampan." Zain yang sejak tadi diam mengeluarkan suara. Membuat Nadine mencibir melihat sikap kepedean Zain menguar kembali.
"Baru pertama kali ini aku ketemu sama cowok yang kepedeannya selangit."
"Sama, baru pertama kali aku bertemu gadis tercantik dengan suara emas seperti kamu." Ucapan Zain membuat Nadine tersipu malu.
"Nadine..."
"Apa?..."
"Apa kamu pernah jatuh cinta?..."
"Nggak pernah..."
"Apa kamu pernah pacaran???...."
"Nggak pernah."
"Menurut mu definisi cinta itu apa?..."
"Yang aku tahu, cinta adalah anugerah yang Suci dari Allah subhanallah ta'ala. Di ungkapkan dengan kasih sayang."
"Kalau menurut kakak definisi cinta itu seperti apa?..."
"Kalau menurut ku, definisi cinta itu adalah kamu."
***
Author...
Ini ngetiknya merem melek loh😂😂😂
Jempol jangan lupa jempolnya jangan di lewati, biar bisa masuk rangking like....hahah mode maksa😂😂😂🙏🙏🙏