Masih saling sayang, masih saling cinta, namun terpaksa harus berpisah karena ego dan desakan dari orang tua. Ternyata, kata cinta yang sering terucap menjadi sia-sia, tak mampu menahan badai perceraian yang menghantam keras.
Apalagi kehadiran Elana, buah hati mereka seolah menjadi pengikat hati yang kuat, membuat mereka tidak bisa saling melepaskan.
Dan di tengah badai itu, Elvano harus menghadapi perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, ancaman bagi cinta mereka yang masih membara.
Akankah cinta Lavanya dan Elvano bersatu kembali? Ataukah ego dan desakan orang tua akan memisahkan mereka dan merelakan perasaan cinta mereka terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jesslyn Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua peristiwa dalam satu hari
Vano dan Andre telah berada di parkiran hotel setelah kembali dari luar kota. "Vano, kau tidak bisa terus menghindar dari masalah, mau sampai kapan begini terus? Kau pikir masalah ini akan berakhir begitu saja?" Kini Andre benar-benar habis kesabaran melihat Vano.
"Aku bodoh Andre," ucapnya frustasi.
"MEMANG!!" Jawab Andre lantang.
"Rasanya hidupku tak berarti lagi," ucapannya terdengar putus asa.
"Lantas kau mau apa? Mati?! Tega kau biarkan Elana jadi yatim? Lalu Vanya? Tidak ada lagi alasan Vanya menolak Ryuji, dengan begitu Elana, Vanya dan Ryuji akan menjadi keluarga bahagia."
"Berani bicara sembarangan?!" Vano pun marah saat Andre bicara demikian.
Andre tersenyum melihat Vano yang terpancing emosi, artinya dia benar-benar tidak rela jika apa yang di ucapkannya tadi menjadi kenyataan.
"Selesaikan masalahmu dengan Bella terlebih dahulu, lagipula kalian kan suami istri, Jadi itu sesuatu yang wajar jika kalian melakukannya." Kini Andre menurunkan nada bicaranya.
"Aku tahu, tapi aku tidak mencintai Bella."
"Jadi kamu lebih memilih melakukan dosa? dari pada melakukannya tanpa cinta?" Kini Andre kembali emosi.
"Entahlah..." Kepala Vano rasanya semakin pusing.
Setelah mendapat pencerahan dari Andre, Vano pun memutuskan untuk pulang ke rumah Bella. Bagaimanapun ia tak bisa terus menerus menghindar, meski sekarang ia pun belum punya jalan keluar.
"Sayang aku rindu...." Bella memeluk Vano yang baru saja masuk kedalam rumah itu.
"Tidurlah sudah malam," Vano melepaskan pelukan Bella, kemudian berjalan menuju kamar.
"Aku mau bicara," Bella mengikuti Vano.
"Besok saja, aku lelah." Vano pun berhenti, dan berbalik pada Bella.
"Baiklah, selamat beristirahat," Bella mencium pipi Vano sebelum masuk ke dalam kamar.
Vano memilih tidur di kamar lain, Selama ini memang Vano tidak pernah tidur satu kamar dengan Bella, hanya saja memang barang-barang mereka berada dikamar yang sama, agar tidak menimbulkan kecurigaan dari orang tua mereka.
-
-
Tidak seperti biasa, pagi ini Elana terlihat murung dan banyak diam. Biasanya Elana selalu berceloteh dan bersemangat setiap kali berangkat ke sekolah. Tapi Rasanya tidak mungkin jika Elana ada masalah di sekolah, anak itu selalu bercerita setiap kejadian yang terjadi di sekolah. Ia juga cukup akrab dengan semua teman sekelasnya. Apa mungkin karena ia merindukan Vano?
"El.. kenapa sayang? Apa ada masalah di sekolah?" Tanya Vanya penasaran.
"Tidak ada mami," jawab Elana lesu.
"Kok tuan putri melamun? Apa sarapannya tidak enak? Mau mami ganti?" Vanya khawatir Elana tidak menyukai makanannya, tapi Elana tidak mau bilang karena menghargai apapun yang ia masak.
"Tidak usah mami, ini enak. Elana suka,"
"Ya sudah di habiskan, sebentar lagi kita berangkat ke sekolah," Meskipun masih mengganjal, Vanya tak bisa terus memaksa Elana untuk bicara. Mungkin ia akan menunggu waktu yang tepat.
"Sus tolong bekalnya di siapkan ya," ucap Vanya pada sus Tari, dirinya juga telah memasak bekal untuk Elana.
Jarak sekolah dan apartemen memang tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu tempuh sekitar 15 menit menggunakan mobil. dan biasanya jika pulang Sus Tari dan Elana akan naik taksi.
Jalanan sekitar juga tidak terlalu ramai, karena belum memasuki kawasan jalan raya dan masih termasuk dalam komplek apartemen.
Seperti biasa selama perjalanan Vanya selalu menanyakan bagaimana hari-hari Elana di sekolah. Dan Elana pun menjawab apapun yang di tanyakan Vanya, hingga Elana teringat ucapan neneknya kemarin, gadis kecil itu menjadi gelisah.
Tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak mobil Vanya di bagian belakang. Vanya pun refleks membanting stir dan menginjak rem untuk menghindari kecelakaan beruntun, sebab di depan Vanya ada beberapa sepeda motor yang sedang melaju. Padahal jelas, suasana jalanan tampak lenggang. Dan sialnya pengemudi yang menabrak Vanya langsung kabur begitu saja.
Seketika Elana menangis histeris.
"Sayang... Elana tenang nak, mana yang sakit biar mami lihat?" tanya Vanya yang masih gemetar, jujur dirinya pun masih shock, tapi ia begitu khawatir ketika Elana tiba-tiba menangis.
Sebenarnya Elana menangis bukan karena sakit, tapi karena takut. Takut jika neneknya itu benar-benar akan mencelakai Vanya.
"Elana tidak apa-apa mami," jawab Elana masih dengan terisak, kali ini Elana sedikit tenang, tidak sehisteris tadi.
Vanya sedikit merasa lega setelah memeriksa Elana, dan memastikan tidak ada luka di tubuh mungil itu.
"Sus apa ada yang luka?" Tidak hanya khawatir pada Elana, Vanya pun khawatir pada pengasuhnya.
"Saya tidak apa-apa Bu," jawab Sus Tari yang sama kagetnya. Beruntung mereka memakai seatbelt hingga tidak terjadi cedera yang serius. Hanya sedikit benturan karena hantaman dari belakang.
"Syukurlah," Vanya menghela napas lega. "Kalau Elana sakit dan masih shock tidak usah pergi ke sekolah dulu ya, kita kembali ke rumah," Vanya khawatir Elana mengalami trauma.
"Tidak mami, Elana mau sekolah," jawabnya mantap.
"Yakin sayang?"
"Iya mami," Elana menyakinkan ibunya.
Meski ragu, Vanya melanjutkan perjalanan ke sekolah. Beberapa hari ini entah mengapa, Vanya seperti berat melepas Elana untuk masuk ke gerbang sekolah.
-
-
"Vanya... Mobilmu kenapa?" tanya Ryuji yang kebetulan baru sampai di parkiran berbarengan dengan Vanya, pria itu melihat bagian belakang mobil Vanya memang terlihat rusak yang lumayan parah.
"Hanya insiden kecil tadi di jalan pak,"
"Insiden kecil sampai rusak seperti ini? Apa ada yang terluka?" Ryuji memindai tubuh Vanya, memastikan wanita itu tidak terluka.
Vanya menggeleng. "Tidak pak, kami semua baik-baik saja,"
"Kalau begitu kita ke rumah sakit, kamu perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut," ucap Ryuji memang terlalu berlebihan.
"Tidak usah pak, saya, Elana dan sus Tari sungguh tidak apa-apa," Vanya meyakinkan Ryuji.
"Syukurlah.. Kalau begitu biar nanti saja suruh orang reparasi mobil kamu."
"Tidak usah pak, saya bisa sendiri."
"Vanya kamu lupa saya ini ahlinya?" Canda Ryuji, agar suasana tidak begitu tegang, ia masih bisa melihat Vanya yang masih tampak shock.
"Ah iya saya hampir saja lupa, terimakasih banyak pak," Vanya tersenyum malu.
Vanya pun melanjutkan aktifitasnya seperti biasa, Meskipun perasaanya tak tenang. Kali ini ia tak bisa bekerja dengan profesional, Vanya selalu teringat Elana.
"Vanya ada apa?" Tanya Ryuji yang melihat Vanya nampak gelisah, bahkan wanita itu tidak fokus pada pekerjaannya.
"Saya hanya sedang kepikiran Elana saja pak," ucap Vanya jujur, tentu saja ia tak bisa menyembunyikan semuanya.
"Kalau begitu nanti jam makan siang kamu boleh pulang, temui Elana." Ryuji menjadi tak tega, ia juga sama khawatirnya dengan Vanya. Karena feeling seorang ibu sangatlah kuat.
"Oh iya karena mobil kamu sedang di perbaiki, untuk saat ini pakai saja mobil kantor. Apa mau sekalian dengan supir?" tambah Ryuji lagi.
"Tidak usah pak, saya nyetir sendiri saja," Vanya tak ingin terlalu aji mumpung. Di beri fasilitas mobil kantor saja sudah lebih dari cukup baginya.
Siang itu Vanya pulang lebih cepat seperti yang di katakan Ryuji tadi. Ia juga meminta sus Tari agar menunggunya dan pulang sama-sama.
Elana dan sus Tari sudah menunggu di depan gerbang sekolah di temani beberapa satpam yang sedang berjaga.
"Maaf sayang, mami lama ya?" Vanya menghentikan mobil tepat di depan Elana dan sus Tari
"Tidak apa-apa mami," Elana merasa lega ketika melihat Vanya datang menjemputnya.
"Yasudah ayo kita pulang," ajak Vanya.
Elana dan sus Tari pun masuk ke dalam mobil.
"Ini mobil siapa mami?" tanya Elana saat memasuki mobil yang di kendarai Vanya, berbeda dengan biasanya.
"Mobil kantor sayang, Mami pakai mobil kantor selama mobil mami di perbaiki," Jawab Vanya jujur.
"Om Ryuji punya pabrik mobil, iya kan mami?" Tanya Elana polos.
"Hanya mesinnya sayang, bukan mobilnya," Vanya meluruskan.
"Waahh om Ryuji keren ya mami." puji Elana kagum.
Vanya hanya mengangguk sambil tersenyum. Benar, Ryuji memang keren.
"Tapi lebih keren papi," ucap Elana lagi meralat ucapannya tadi.
"Hari ini kita makan siang di luar. Elana mau makan apa?"
"Elana mau makanan jepang," jawab Elana bersemangat.
"Oke, kita cari makanan jepang yang enak," Vanya pun melajukan mobilnya menuju restaurant jepang. Tidak sulit mencari restaurant jepang yang cocok, karena Ryuji dan klien seringkali meeting di tempat-tempat bernuansa jepang.
Sampailah mereka di tempat yang di tuju, Vanya memarkirkan mobilnya.
"Ayo!" ajak Vanya pada Elana dan sus Tari.
Merekapun masuk ke area restaurant.
"Sayang sebentar, Handphone mami tertinggal di mobil. Elana sama sus Tari tunggu sebentar di sini ya,"
"Iya mami,"
Vanya pun segera bergegas agar Elana dan sus Tari tak lama menunggunya.
Namun tak di sangka tiba-tiba sebuah sepeda motor melaju kencang ke arah Vanya, seperti melakukannya dengan sengaja. Padahal Vanya sudah berjalan di sisi jalan, dan tidak menggangu lewatnya kendaraan.
"Mami! Teriak Elana kencang.
Vanya menoleh, namun wanita itu seolah mematung, dia begitu shock dan tak bisa menghindar.
Beruntung tiba-tiba seseorang menarik tangan Vanya, dan kecelakaan itu pun bisa terhindari. Dan lagi-lagi pengendara itu langsung kabur.
***
Siapa kira-kira yang nolongin Vanya ya?
Jangan lupa, like, komen dan subscribe ya....
lari vanya.. lari.... larilah yg jauh dr vano n org2 di sekitaran vano pd gila semua mereka