Jade baru saja kehilangan bayinya. Namun, suaminya malah tega memintanya untuk menjadi ibu susu bagi bayi Bos-nya.
Bos suaminya, merupakan seorang pria yang dingin, menjadi ayah tunggal untuk bayi laki-laki yang baru berusia tiga bulan.
Setiap tetes ASI yang mengalir dari tubuhnya, menciptakan ikatan aneh antara dirinya dengan bayi yang bukan darah dagingnya. Lebih berbahaya lagi, perhatian sang bos perlahan beralih pada dirinya.
Di tengah luka kehilangan, tekanan dari suaminya yang egois, dan tatapan intens dari pria kaya yang merupakan ayah sang bayi, Jade merasa terperangkap pada pusaran rahasia perasaan terlarang.
Mampukah Jade hanya bertahan sebagai ibu susu? Atau hatinya akan jatuh pada bayi dan ayahnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PEMBERIAN BERACUN
"Jade, kembali ke mansion, ada yang ingin bertemu denganmu." Salah satu pelayan menghampirinya.
Jade hanya mengangguk. Dia lalu segera mengajak Maximo kembali ke dalam mansion, tetapi anak itu tidak mau.
"Aku mau main!" kata anak itu.
"Nanti kita main lagi, ya. Sekarang kembali ke dalam dulu," sahut Jade.
Maximo tetap mengotot tidak mau kembali ke dalam mansion. Dia lebih senang bermain di halaman, melihat rumput-rumput, dan kupu-kupu yang terbang.
"Max, kalau ikut Mommy kembali ke dalam, nanti Mommy akan kasihkan es krim kesuakaan, bagaimana?"
Mendengar kata es krim, anak itu langsung berdiri. "Ayo!"
Jade tersenyum puas. "Anak pintar."
Mereka lalu masuk ke dalam mansion. Di ruang tamu yang luas itu, seorang wanita tengah duduk di sofa, dilayani oleh beberapa pelayan.
"Hai, Nyonya pengasuh," sapa wanita itu dengan ramah.
Jade mengangguk dan membawa Maximo mendekat. Mereka lalu duduk di hadapan wanita itu.
"Mom, siapa dia??" tanya Maximo.
Wanita itu tersenyum, menunggu jawaban dari Jade. Dia ingin mendengar apa yang akan Jade katakan pada anak itu.
"Dia...." Jade ragu untuk menjawab. Adriano tak pernah memberitahunya apakah boleh mengatakan ini kepada Maximo atau tidak.
Catarina, wanita itu, tersenyum penuh arti sebelum berkata, "Putraku sedang bertanya. Kenapa kau tidak menjawab?"
"Mommy, siapa orang ini? Aku takut." Maximo langsung bersembunyi di belakang lengan Jade.
Catarina langsung melotot. "Takut?" Dia mendengus pelan. "Aku sedih sekali dia takut padaku." Dia menatap Jade dengan tatapan sedih. "Tolong beritahu dia bahwa aku ibunya. Aku tidak mau dia takut padaku."
Jade tersenyum. Dia mendapatkan jawaban untuk Maximo. "Sayang, kau ingin tahu siapa dia? Tanya padanya saja, ya."
"Tidak mau, aku takut," tolak Maximo.
Jade membelai kepala Maximo. "Jangan takut padanya. Kau ingin tahu siapa dia, bukan?"
"Kenapa tidak kau yang beritahu dia!?" tanya Catarina dengan suara yang tajam.
"Maaf, Nyonya. Tuan Adriano sudah pernah mengatakan padaku, bahwa jika kau datang, jangan pernah memberitahu Maximo tentangmu. Aku benar-benar minta maaf, Nyonya," jawab Jade.
Catarina menunduk sedih, sambil memainkan jarinya. "Tidak heran mereka membenciku. Aku memang pantas dibenci." Dia mendongak, air matanya berlinang. "Aku ibu yang tidak baik. Aku sangat jahat karena meninggalkan mereka."
Jade terdiam, bingung harus bagaimana menanggapi. Di sisi lain, dia kasihan melihat Catarina seperti itu. Dia merasa tak bisa menghakimi orang lain, karena tidak mengetahui permasalahan hidup mereka. Namun, di sisi lain, dia tidak bisa seenaknya. Dia tidak mau Adriano sampai marah padanya karena kedatangan Catarina yang menemui Maximo.
"Maaf, Nyonya. Aku tidak tahu bagaimana harus berbicara denganmu. Di sini aku hanya menjadi ibu susu untuk putra Anda, aku tidak berani melanggar perintah Tuan Adriano."
Catarina mengangguk sedih, tetapi ia tersenyum pada Jade. "Tidak apa-apa, aku mengerti posisimu. Terima kasih sudah merawat putraku. Aku merasa lega wanita sepertimu yang merawat putraku. Aku bukan ibu yang baik."
"Semua wanita bisa menjadi ibu yang baik, Nyonya. Mungkin Anda hanya belum siap," sahut Jade.
"Tidak, aku bukan ibu yang baik. Aku salah karena meninggalkannya. Aku sangat jahat." Suara Catarina berubah lirih. "Aku wanita yang kejam."
"Anda masih bisa memperbaiki semuanya, Nyonya."
Catarina menggeleng lemah sambil menyeka air matanya. "Tidak bisa. Adriano membenciku. Aku tahu dia sedang mengurus perceraianku. Dia sudah tidak mencintaiku."
"Maaf, Nyonya. Untuk hal ini aku tidak bisa ikut campur," ungkap Jade. "Aku hanya menjalankan tugasku di sini."
Kedua tangan Catarina terkepal di sisi tubuh. 'Sialan, bukan itu jawaban yang aku harapkan darimu, jalang! Kau seharusnya bilang akan membujuk Adriano sudah tidak menceraikanku!!' katanya dalam hati.
Catarina menarik nafasnya. "Aku membawakan mainan untuk putraku. Tolong jangan ditolak. Aku mohon," katanya, dengan wajah yang penuh permohonan.
Jade semakin bingung. Tidak tahu harus menerima pemberian Catarina atau tidak. Dia yakin, jika mainan itu diterima, Adriano pasti akan mengamuk.
"Aku pergi, tolong jaga putraku dengan baik," ucapnya sambil berdiri. Wajahnya masih terlihat sedih. Dia menatap sekali lagi ke arah Maximo. "Putraku tumbuh dengan baik. Terima kasih, Jade." Tanpa menunggu respon Jade, Catarina langsung keluar dari mansion tersebut.
Seorang pelayan segera mengantarkan Catarina keluar. Begitu tiba di mobil, Catarina memberikan uang kepada pelayan tersebut.
"Tetap berikan informasi padaku," kata wanita itu.
"Tentu saja, Nyonya."
Catarina tersenyum miring. "Adriano pasti akan marah padanya karena menerima mainan yang aku berikan pada Maximo, bukan?"
"Benar, Nyonya. Tuan selalu mengatakan jangan sampai Nyonya datang dan bertemu dengan Tuan muda Maximo," jawab pelayan itu.
Catarina tertawa. "Bagus. Ketika pria bodoh itu pulang dan menemukan mainan dariku, dia akan bertanya, dan wanita bodoh itu tak akan bisa memberikan jawaban lain. Dia akan dimarahi oleh Adriano." Setelah mengatakannya, dia segera masuk ke dalam mobil.
*
Malam harinya..
Adriano kembali ke mansion. Setelah membersihkan tubuhnya seperti yang selalu Jade katakan padanya, pria itu masuk ke dalam kamar Maximo.
Begitu tiba di dalam kamar itu, Adriano menatap mainan yang ada di atas meja dengan tatapan aneh.
Tentu saja, dia tahu mainan itu bukan dia yang membelinya. Dia hafal semua mainan yang pernah dibelinya.
"Jade." Dia memanggil wanita yang sedang duduk di sisi ranjang putranya.
Jade menghela nafasnya. "Ya, aku tahu apa yang ingin Tuan tanyakan."
"Kau membeli mainan baru untuk putraku, ya?" Pria itu masih bisa tertawa karena belum mengetahui yang sebenarnya.
"Bukan," jawab Jade dengan suara yang pelan.
Adriano mengerutkan keningnya. "Bukan? Lalu siapa yang memberikannya?" Dia mulai menatap curiga. "Ada yang datang ke mansion ini saat aku tak berada di sini?"
Jade mengangguk. "Benar, Tuan. Orang itu yang memberikan mainan tersebut kepada Maximo."
"Siapa?" tanya Adriano.
"Nyonya Catarina, istri Anda, Tuan," jawab Jade.
"Apa!?" Suara Adriano meninggi. "Kenapa wanita itu bisa masuk ke mansion?? Dan kenapa kau menerimanya!!?"
Jade tercekat mendengar suara Adriano yang meninggi. Untuk sesaat dia kehilangan kata-kata.
"JAWAB AKU, JADE!!" Pria itu kembali bertanya dengan nada tinggi. "KENAPA KAU MENERIMA PEMBERIAN BERACUN ITU!?"
...****************...
gilaaaa godaan nya 🤭🤭🤭
ah gemes akuuuuuu..
untuk author, semangat terus nulisnya author kesayangan ❤️
jgn sampai Mak lampir itu merusak kebahagiaan mereka