Tidak ada rumah tangga yang berjalan mulus, semua memiliki cerita dan ujiannya masing-masing. Semuanya sedang berjuang, bertahan atau jutsru harus melepaskan.
Seperti perjalanan rumah tangga Melati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Untuk menyenangkan hati sang Ibu, Mas Kalingga mengajak Ibunya jalan-jalan ke mall. Mau tidak mau dia kembali meminta Melati untuk ke perusahaan menggandeng pekerjaannya. Bukan hanya mereka berdua saja yang pergi, tetapi bersama Viola juga. Wanita itu menyusul setelah selesai praktik.
Ibu yang duduk di kursi roda didorong pelan oleh Mas Kalingga sangat senang dan begitu cerita, Tidak ada lagi kata murung dan sedih. Tapi memang agak sedikit ribet juga sih saat Viola bergelayut manja pada lengannya. Tapi karena Ibu, Mas Kalingga tetap membiarkan Viola melakukannya.
Mata Viola dan Ibu sama-sama tertuju pada toko yang menyediakan perlengkapan bayi. Mereka pun kompak langsung memasuki toko itu. Ada banyak perlengkapan bayi yang lebih banyak didominasi warna biru dan putih sudah dibeli mereka. Tidak ada yang bisa dilakukan Mas Kalingga selain menuruti.
Selesai puas belanja keperluan bayi, mereka bertiga makan di sebuah restoran. Viola memesan private room supaya lebih leluasa dan santai menikmati momen kebersamaan mereka yang akan dikirimkannya pada Melati.
Melati harus mengetahui kebahagiaannya.
"Kenapa belum dimakan, Vi?," tanya Ibu.
"Aku mau disuapi Mas Lingga, Bu." Sambil menatap Mas Kalingga dengan ponsel yang sudah on untuk merekam tanpa Mas Kalingga ketahui.
"Oke, tapi kamu harus makan yang banyak." Lalu kemudian Mas Kalingga menyuapi Viola sampai makanannya habis.
Kemesraan itu terus berlanjut, Viola begitu manja kepada Mas Kalingga. Pria itu dengan senang hati mengikuti semua keinginan atau permainan Viola hanya demi membuat sang Ibu senang. Senyum kebahagiaan terpancar pada wajah cantik Ibunya.
Semua video itu sudah dikirimkan ke Melati, tapi bukan Melati yang melihatnya melainkan si kecil Sakura. Karena tadi dia meminjam ponsel Mamanya untuk menghubungi Papanya karena ponselnya sendiri sedang di charger.
Papanya tidak bisa dihubungi ternyata sedang bersama istrinya yang lain. Setelah puas menyaksikan video-video itu Sakura memilih menghapusnya supaya tidak diketahui Ibunya.
"Papa masih belum bisa dihubungi?," tanya Lili.
"Iya," jawabnya singkat lalu menaruh ponsel Mamanya di atas meja belajar sambil menatap sang Mama yang membantu mengerjakan tugas sekolahnya.
"Biar aku lanjutkan, Ma."
"Tinggal sedikit lagi, Dek."
"Iya, Ma, terima kasih."
"Sama-sama, Dek. Jadinya kalian mau makan menunggu Papa atau bagaimana?."
"Setelah ini kita makan, Ma," sahut Sakura.
"Iya, aku juga sudah lapar." Lili menimpali.
"Mama ke bawah duluan, ya, menyiapkan susu untuk kalian."
"Iya, Ma," sahut keduanya kompak.
Melati dan anak-anaknya sudah berada di meja makan, mereka bertiga makan tanpa Mas Kalingga.
"Pasti Papa sedang makan malam bersama Nini dan Tante Viola," Lili memasang wajah sendu sebelum memasukkan suapan pertamanya.
"Maaf, ya, Kak, Dek. Sekarang kita sudah harus terbiasa untuk berbagi tentang waktu, cinta, kasih sayang dan perhatian Papa. Karena apa yang terjadi pada Papa bukan merupakan suatu kesalahan. Papa boleh memiliki istri lebih dari satu, begitu juga dengan seorang anak Papa yang akan lahir dari istrinya yang lain. Dan secara otomatis itu akan menjadi adik kalian."
"Boleh aku menolaknya, Ma?," tanya Lili.
Melati menaruh tangannya di atas tangan Lili dan tangan satunya lagi di atas tangan Sakura.
"Mama mengerti ini akan sangat berat, sulit juga buat kalian terima. Mama tidak akan memaksakan kehendak pada kalian untuk menerima apa yang belum siap kalian terima. Tapi Mama minta, kita harus mencoba untuk memahami posisi Papa. Jangan sampai Papa bersedih karena kita tidak menerima anak Papa yang lain."
"Tapi aku tidak akan pernah bisa, Bu." Lili menangis kencang.
Tangan kecil Sakura yang satunya lagi menggenggam tangan sang Mama untuk menguatkan. Melati tersenyum dibalik rasa sakitnya, dia pun sejenak menengadah supaya mata berkaca-kacanya tidak terlihat.
Tangis Lili semakin kencang saja, kemudian Sakura dan Mama langsung memeluknya. Sakura terlihat tegar supaya Mamanya tidak terlalu bersedih. Padahal dia pun sudah tahu lagi apa yang dirasakannya saat karena saking terlalu sakit.
Tangis Lili sudah tidak terdengar lagi tapi Mama dan Sakura masih memeluknya. Mama mengecup kening Lili dan Sakura menghapus sisa-sisa air mata yang ada pada wajah Lili.
"Kakak sudah lebih tenang sekarang?," tanya Mama sambil mengurai pelukan.
Lili mengangguk lalu menatap Mamanya.
"Mama bisa menerima Tante Viola?," tanya balik Lili dengan suara yang terdengar berat. Anaknya berusaha keras untuk tidak menangis lagi.
"Sedang belajar, Kak. Karena Mama juga kesulitan menerimanya. Ternyata hati Mama tidak cukup besar untuk menerima Tante Viola. Tapi bagaimana kalau sekarang kita balik keadaan, Mama yang berada di posisi Tante Viola dan kalian berdua berada di posisi anaknya Papa yang lain. Sakit dan terluka 'kan?."
Lili dan Sakura terdiam.
"Kita semua sama-sama terluka, tidak ada yang terhindar dari perasaan itu. Menerima dan diterima memerlukan hati yang lapang untuk bisa saling ikhlas dan sabar dengan keadaan kita sekarang. Mama tidak akan menuntut banyak, paling tidak tetap hormat dan sayang kepada Papa."
Kedua anak perempuannya terlihat mengangguk walau Lili harus meneteskan air matanya lagi.
Makan malam yang hilang karena kesediaan yang merenggutnya. Tapi Melati tidak membiarkan hal terjadi, dengan tangannya dia menyuapi Lili dan Sakura meski tidak makan banyak tapi cukup.
*
Viola tertangkap tangan oleh langit saat wanita itu memasukkan botol berukuran kecil ke dalam saku celananya.
"Untuk apa obat itu, Dokter Viola?," tanyanya.
"Untuk pasienku dong, Dokter Langit."
"Tapi kenapa aku tidak yakin, ya?."
"Sejak kapan juga Dokter Langit mencurigaiku?."
"Karena gestur Dokter Viola patut dicurigai," namun diakhiri senyum lebar. "Aku hanya bercanda, Dokter Viola. Ya, pastinya obat itu untuk pasien, ada operasi hari ini, ya?."
Viola segera mengangguk dan tersenyum. Ketegangannya sudah mencair dan dia pun segera pergi dari hadapan Dokter Langit.
"Hampir saja," sambil mengusap dada.
Setelah selesai praktik dia langsung mendatangi kantor suaminya, rencananya dia mau pulang bersama setelah makan malam di luar lagi. Karena dia mau membuat anak-anak Mas Kalingga kecewa. Dia tahu tadi malam Lili dan Sakura sangat ingin makan malam bersama Papa mereka.
"Kita makan di rumah saja, Vi." Sebab Mas Kalingga sudah berjanji pada Lili dan Sakura untuk makan bersama di rumah.
"Tapi teman-teman aku sudah menunggu kita, Mas. Aku tidak enak juga kalau terus menolak ajakan mereka." Rengek Viola.
"Tapi aku benar-benar tidak bisa, Vi." Mas Kalingga tidak mau mengecewakan kedua putrinya.
"Aku janji deh cuma sebentar, Mas."
Mas Kalingga terdiam sambil menatap istrinya.
"Hanya sebentar?."
"Iya, aku janji, Mas."
Akhirnya Mas Kalingga setuju dan mereka segara menuju lokasi.
Janji hanyalah janji, Viola tidak menempati janjinya. Jutsru wanita itu berhasil membuat mabuk Mas Kalingga dan mereka terlambat pulang.
Bersambung