Seputih Cinta Melati

Seputih Cinta Melati

Bab 1

"Ibu ada perlu sama kamu, Mel." Wanita yang menjadi mertuanya bicara langsung padahal baru saja menempelkan bokongnya di atas sofa.

Baru saja dia melakukan perjalanan yang cukup lumayan jauh, sekitar enam jam waktu yang dibutuhkan untuk sampai di rumah Melati.

" Katakan saja, Bu, aku siap mendengarkan."

Melati selalu menyiapkan dirinya untuk hal buruk sekali pun karena sudah terlalu banyak rasa sakit yang sering diberikan Ibu mertuanya itu.

"Kalingga sudah mau menunaikan wasiat Bapaknya, menikah lagi demi untuk mendapatkan keturunan laki-laki."

"Kenapa bukan Mas Kalingga sendiri yang bicara padaku?."

"Ibu sudah menyuruhnya tapi Kalingga meminta Ibu yang menyampaikannya langsung karena wanita yang akan dinikahi Kalingga adalah mantannya sewaktu di SMA."

"Seperti sebelum-sebelumnyanya, Bu, aku tidak akan pernah melarang Mas Kalingga menikah lagi kalau itu keinginannya. Aku menunggu Mas Kalingga saja bicara padaku."

"Iya, tunggu saja Kalingga pulang kantor."

Melati mengangguk, dia tetap menegakkan kepalanya di tengah hati dan pikirannya yang sakit. Sudah puluhan kali Ibu mertuanya membicarakan pernikahan Mas Kalingga dengan wanita lain hanya demi mendapatkan keturunan seorang anak laki-laki. Karena Melati hanya mampu melahirkan dan memberinya dua orang anak perempuan.

Melati menatap dua anak perempuannya yang sedang tidur pulas. Hanya karena Lili dan Sakura lah dia masih bisa bertahan di sini di tempat ini dengan pernikahan yang sudah dijalaninya tujuh tahun ini bersama Mas Kalingga.

Pria yang sangat dicintainya dan mencintainya juga sebelum adanya sebuah tuntutan mutlak yang datang dari Mamanya Mas Kalingga. Yang semakin menggoyahkan biduk rumah tangga mereka yang belum benar-benar berdiri kokok pondasinya.

Bisa hancur kapan saja.

Wacana pernikahan Mas Kalingga dengan wanita lain demi keturunan laki-laki memang sudah lama digaungkan dengan alasan untuk mendapatkan seluruh warisan keluarga.

Tepat pukul sepuluh malam Mas Kalingga memasuki kamar yang minim pencahayaan karena bagi Melati lebih bisa memberikan ketenangan dan kedamaian.

"Ibu sudah bicara sama kamu?," saat matanya bertemu dengan mata istrinya. Mas Kalingga sendiri bukan tipe pria yang suka basa-basi.

"Sudah."

Kalingga duduk di tepi ranjang di mana istrinya duduk saat ini.

"Kesehatan Ibu akhir-akhir ini menurun drastis karena sering didatangi Bapak dalam mimpi. Bapak meminta Ibu untuk segera menikahkan Mas supaya cepat mendapatkan anak laki-laki sesuai dengan keinginan Bapak." Jelas Kalingga jujur sesuai dengan apa yang dikatakan Ibunya tempo hari di telepon.

"Jadi Mas sudah tidak bisa menolak perintah Ibu lagi?." Karena sejauh ini yang Melati tahu Mas Kalingga selalu bisa menolaknya dengan berbagai alasan yang pada akhirnya di setujui Ibunya.

"Maaf," sambil memegangi tangan Melati yang terasa dingin dan basah.

"Bukan karena Mas Kalingga akan menikahi mantan yang sangat sulit Mas Kalingga lupakan?."

Kalingga terdiam, menatap mata teduh istrinya yang kini berair.

"Itu hanya kebetulan saja, Mel." Ujar Mas Kalingga setelah beberapa lama terdiam.

Melati tersenyum bersamaan dengan air matanya yang jatuh sambil menatap wajah suaminya yang terlihat sangat lelah.

"Sebuah kebetulan yang sangat menyenangkan, ya, Mas?. Tapi tidak apa-apa, jalannya jodoh memang tidak bisa ditebak. Itu bukan suatu kesalahan pula." Melati menghapus air matanya yang masih terus berjatuhan. Bagaimanapun juga hatinya sangat sakit.

"Seperti yang sudah aku katakan dari dua tahun lalu jika kamu mau menikah lagi tolong kembalikan aku pada Ayah dan hak asuh anak-anak akan langsung jatuh padaku." Lanjutnya sangat lirih.

"Itu juga yang mau Mas bicarakan, Mel." Mas Kalingga kembali memegangi tangan Melati yang sempat terlepas karena menghapus air matanya.

"Mas tidak bisa kalau harus mengembalikanmu pada Ayah dan jauh dari anak-anak. Mas mau kita tetap bersama-sama."

Tangan Melati yang digenggam erat berusaha lepas seraya kepalanya yang menggelengkan karena genggaman yang tadinya begitu hangat sekarang sangat melukainya.

"Mas Kalingga jangan mempersulit perpisahan kita, biarkan semuanya terjadi tanpa drama." Masih berusaha melepaskan tangan yang semakin erat digenggam Mas Kalingga.

Kemudian Mas Kalingga melepaskan tangan Melati tapi bukan untuk membiarkannya pergi melainkan untuk dipeluknya. Pria itu menangis. Tujuh tahun bukan waktu singkat yang dilaluinya bersama sang istri tapi sampai detik ini juga mantan terindahnya masih memiliki tempat istimewa di dalam hatinya.

"Pergilah karena di sana ada restu Ibu Mas Kalingga." Melati mengusap lembut punggung suaminya, nyatanya dia yang harus menguatkan suaminya di tengah kehancuran hatinya. Dia juga yang harus terlihat baik-baik saja supaya tidak menjadi beban untuk suaminya.

Sepanjang malam Melati tidak bisa tidur, terlalu berisik isi kepalanya dengan pikiran-pikiran berat yang berdatangan secara bersamaan.

Melati keluar dari kamarnya menuju kamar putri-putrinya. Meninggalkan suaminya yang sudah tidur pulas karena kelelahan setelah kerja lembur satu minggu ini. Karena memang sedang tutup buku di akhir bulan.

Di sana, di keheningan dan di kegelapan Melati mengangkat kedua tangannya. Tak ada kata yang terucap, hanya isak tangis yang begitu menyesakkan dada. Sudah lebih dari jelas menggambarkan kondisinya saat ini.

Pagi-pagi di meja makan Ibu mertua Melati sudah duduk manis minum teh hangat yang dibuat Mas Kalingga. Bisa dikatakan suaminya Melati itu serba bisa, baik itu di kantor atau juga di rumah.

"Melati belum bangun?."

"Sudah, sebentar lagi turun sama anak-anak."

"Kalau sama Viola pasti kamu diurusnya."

Mas Kalingga tidak merespon, Melati dan kedua anaknya ikut bergabung di meja makan.

"Assalamualaikum, Nini."

Kedua anak itu langsung menyalami Nini mereka.

"Waalaikumsalam."

Ibu mertua Melati memang kurang menyukai anak-anak Mas Kalingga dari Melati karena memang pada dasarnya tidak dekat dengannya selain Lili dan Sakura tidak pernah setuju kalau Papa mereka menikah lagi.

Ya, anak usia empat dan tiga tahun itu sudah mengetahui sejak awal Papa mereka yang diminta menikah lagi. Tapi kedua anak itu selalu menjadi garda terdepan untuk Mama mereka.

"Papa kalian untuk beberapa waktu akan tinggal di rumah Nini."

"Benar, Pa?." Si sulung Lili bertanya sambil menatap Papanya.

Mas Kalingga yang ditatap putranya kemudian menatap Melati. Dia meminta bantuan istrinya untuk menjawab pertanyaan sederhana Lili.

"Iya, Kak, Papa ada pekerjaan di sana."

"Tapi biasanya kita ikut 'kan, Ma?.

"Iya..Kakak, tapi sekarang sedang tidak bisa ikut dulu. Kita di rumah saja."

Lili menatap Mamanya lalu pindah menatap Papanya. Anak sulungnya itu sudah paham atas situasi yang terjadi antara kedua orang tuanya. Karena berawal dari Nini mereka yang dengan terang-terangan membicarakan masalah pernikahan Papanya.

"Pergilah, Papa, biarkan aku dan Sakura ikut bersama Mama."

Lili paham dengan apa yang terjadi semalam, suara isak tangis lirih Mamanya membuatnya mengerti untuk merelakan Papanya pergi dari mereka.

"Tapi aku mau ikut, Papa." Seru Sakura sambil menghampiri Papanya. Mata bulatnya sudah basah.

Bersambung

Terpopuler

Comments

Lia Kiftia Usman

Lia Kiftia Usman

notif dari ada karya baru mu thor... pagi hari saya bacanya...😌 da dibuat 😥 aja.

lanjut thor

2025-09-19

0

Wanita Aries

Wanita Aries

Mampir thorr

2025-10-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!