Pesona Selir Yang Disia-siakan

Acara hari ini telah selesai, Lin-rang kembali bersama ibu suri ke paviliun ibu suri.

"Kekasihku sangat cantik ya." puji Chun-san.

"Hallahhh... Mulutmu sangat pandai merayu." pungkas Lin-rang.

"Tidak, kamu benar-benar sangat cantik." puji Chun-san kembali.

Ibu suri tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan pangeran Chun-san yang berbicara tak malu di depan ibu suri.

berbeda dengan kaisar Hei jin yang berada di paviliunnya, dia terus memikirkan mengenai mantan istrinya yang sudah berubah total hampir 100 derajat itu. Cara berbicaranya, cara memandang bahkan gerak tubuhnya begitu berbeda dari mantan istrinya itu.

"Aku yakin dia masuk ke istana bukan tanpa alasan," kata Kaisar sambil menatap tajam ke arah pintu gerbang. "Dia pasti sudah menyusun rencana supaya aku memperhatikannya."

Kasim, yang berdiri di samping sang Kaisar, mengerutkan dahi. Matanya menatap kosong, tampak terjebak dalam pikirannya sendiri. "Tapi, Yang Mulia... katanya Lin-Rang sudah kehilangan ingatan sejak percobaan bunuh dirinya yang terakhir itu."

Kaisar menggeleng pelan. "Jangan remehkan dia. Kasim, cari tahu tentang wanita itu lebih dalam. Aku tidak ingin ada orang yang menyusup ke kerajaan ini dengan niat licik." Kasim mengangguk mantap.

 "Baik, Yang Mulia. Aku akan segera mulai penyelidikan mengenai kembalinya Lin-Rang."

"Ingat, selidiki semuanya sedetail mungkin!" pinta sang kaisar dengan tegas, menatap kasim yang berdiri di depannya.

"Baiklah, Yang Mulia," jawab kasim cepat-cepat, lalu segera pergi meninggalkan ruangan.

Kaisar kembali merenung, wajahnya mengerut penuh kekhawatiran. "Apa sebenarnya rencana Lin-Rang? Berani sekali dia menggoda Pangeran Chun-San, keponakan Ibu Suri, di depan semua orang." Ia menghela napas panjang, suaranya penuh jijik. "Wanita itu... benar-benar tidak tahu diri. Menjijikkan."

Pengawal kaisar Hei Jin yang berdiri di sampingnya ikut mengernyit. "Paduka, hamba yakin Lin-Rang kini memiliki rencana licik untuk menyusup kembali ke kerajaan dengan memanfaatkan Ibu Suri."

Belum sempat sang kaisar menjawab, pintu kamar terbuka perlahan. Selir Wei Xian masuk dengan senyum genit yang tidak pernah lepas dari wajahnya.

 "Hormat hamba, Yang Mulia," ucap Wei Xian dengan suara manis, berusaha menarik perhatian sang kaisar. Namun sang kaisar tampak tidak bergeming, matanya kosong menatap ke depan, seolah tenggelam dalam lautan pikiran berat tentang Lin-Rang.

Selir Wei Xian mengerutkan kening, sedikit kesal melihat kaisar kesayangannya begitu dingin dan tak bergairah. "Paduka, apakah ada sesuatu yang mengganggu hati Yang Mulia?"

Kaisar menatapnya sekilas, suara serak keluar dari bibirnya. "Jangan ganggu aku sekarang, Wei Xian. wanita itu... dia ancaman nyata bagi kerajaan ini." hal itu membuat selir Wei xian mendekat sembari mengecup pipinya. hal itu membuat kaisar yang dari tadi tenggelam dalam lamunannya itu seketika melihat selir kesayangannya itu. 

“Apa yang Mulia pikirkan? Apakah ada sesuatu yang mengganggu hati Mulia?” tanya Selir Wei Xian dengan suara lembut, langkahnya menghampiri Kaisar Hei Jin yang tengah duduk termenung di ruang pribadi.

Kaisar menggeleng, lalu tangan besarnya terulur perlahan. “Aku tak sedang memikirkan apa pun. Lagi pula, apa gerangan yang membuatmu datang malam-malam seperti ini, Wei Xian?”

Selir Wei Xian menyunggingkan senyum tipis, bibir merah meronanya menonjol di bawah cahaya lampu yang remang. Riasannya sedikit lebih tebal dari biasanya, seperti sengaja untuk menarik perhatian sang kaisar. “Apakah Mulia tidak merindukanku?” tanyanya penuh harap.

Kaisar Hei Jin menatapnya sejenak, lalu menganggukkan kepala dengan perlahan. “Bagaimana mungkin tidak, saat kau hadir di hadapanku seperti ini?”

Tanpa kata lagi, Kaisar menggapai wajah Selir Wei Xian dan mulai mencium bibirnya dengan penuh hasrat. Selir itu pun membalas dengan semangat yang sama, desahan lembut tertahan di antara mereka. Suara itu menggugah seluruh indera Kaisar hingga ia benar-benar terhanyut dalam gelora yang membara di ruang sunyi itu.

Seketika, Kaisar menggendong Selir Wei Xian dan membawanya ke ranjang. Napasnya sudah memburu, hasratnya memuncak seperti biasa. Namun, begitu pertempuran pertama selesai, semua istrinya langsung terkulai tak sadarkan diri, seperti sudah jadi ritual.

Kaisar menatap mereka dengan rasa frustrasi. “Kenapa selalu begini, sih? Aku belum mulai malah kalian sudah pada pingsan,” gerutu Kaisar sambil melirik Selir Wei Xian yang terkapar di atas ranjang, telanjang tanpa sehelai kain pun.

Ia mendengus kesal, lalu bangkit dan mulai mengenakan pakaiannya kembali. Dengan langkah berat, ia meninggalkan paviliunnya. Para dayang dan prajurit lalu lalang di sekitarnya, tapi Kaisar hanya bisa mengusap wajahnya, frustrasi sampai ke ujung tulang.

“Yang Mulia, Anda mau ke mana?” tanya Kasim yang sigap mendekat.

 “Aku butuh udara segar. Jalan-jalan sebentar saja di sekitar tempat ini, Kasim,” jawab Kaisar

Kasim sudah mengetahui mengenai kondisi kaisar Hei jin yang sangat luar biasa itu, beberapa wanita yang dia nikahi tidak mampu melayaninya bahkan sebelum dia mendapatkan kenikmatan itu para wanita tidak ada yang bisa membuatnya bergairah.

kaisar Hae jin berjalan-jalan di sekitar gazebo tempatnya menyendiri, dia menatap pepohonan yang dedaunannya tertiup oleh angin. "Apakah yang mulia masih memikirkan mengenai wanita itu?" tanya Kasim Wol-yun.

Kaisar menganggukkan kepalanya, aku yakin dia memiliki rencana jahat." jawab kaisar. namun berbeda dengan kasim, dia bisa melihat kalau mantan selir itu tidak memiliki niatan untuk kembali ke istana. Bahkan dia sama sekali tidak berniat untuk menarik perhatian kaisar Hei jin.

"Oh ya Kasim, besok pagi adakan kompetisi untuk para Putra putri bangsawan. kompetisi memanah, menari juga kaligrafi melukis untuk para wanita." pinta sang kaisar.

kasim menganggukkan kepalanya. "Baik yang mulia, Saya akan melakukan sesuai perintah yang mulia." jawab kasim yang berdiri menemani sang kaisar.

setelah mengetahui sosok wanita yang bersama ibu suri pikiran kaisar benar-benar sangat kacau, mungkin dia tidak merasa menyesal, namun dia benar-benar tidak ingin melihat mantan istrinya itu berada di dekatnya. semilir angin malam itu seolah tidak mampu menidurkan kaisar sama sekali.

*Bersambung*