NovelToon NovelToon
PENGUASA YANG DIHINA, SULTAN YANG DIRAGUKAN

PENGUASA YANG DIHINA, SULTAN YANG DIRAGUKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Matabatin / Crazy Rich/Konglomerat / Raja Tentara/Dewa Perang
Popularitas:662
Nilai: 5
Nama Author: Andi Setianusa

Ia adalah Sultan sebuah negeri besar bernama NURENDAH, namun lebih suka hidup sederhana di antara rakyat. Pakaian lusuh yang melekat di tubuhnya membuat orang menertawakan, menghina, bahkan merendahkannya. Tidak ada yang tahu, di balik sosok sederhana itu tersembunyi rahasia besar—ia memiliki kekuatan tanpa batas, kekuatan setara dewa langit.

Namun, kekuatan itu terkunci. Bertahun-tahun lalu, ia pernah melanggar sumpah suci kepada leluhur langit, membuat seluruh tenaganya disegel. Satu-satunya cara untuk membukanya adalah dengan menjalani kultivasi bertahap, melewati ujian jiwa, raga, dan iman. Setiap hinaan yang ia terima, setiap luka yang ia tahan, menjadi bagian dari jalan kultivasi yang perlahan membangkitkan kembali kekuatannya.

Rakyatnya menganggap ia bukan Sultan sejati. Para bangsawan meragukan tahtanya. Musuh-musuh menertawakannya. Namun ia tidak marah—ia tahu, saat waktunya tiba, seluruh negeri akan menyaksikan kebangkitan penguasa sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andi Setianusa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Latihan Rahasia di Gunung

Fajar masih merah di ufuk timur ketika Al Fariz meninggalkan gubuknya. Tas kecil berisi bekal seadanya tergantung di pundak. Jalannya mantap menuju pegunungan di utara kota, tempat yang dianggap keramat oleh rakyat Nurendah. Kabut pagi masih menyelimuti puncak-puncaknya, membuat gunung-gunung itu tampak seperti raksasa tidur yang berselimut putih.

"Gunung Keramat Seraph," bisiknya sambil menatap puncak tertinggi. Tempat di mana para leluhur konon menerima wahyu. Juga tempat yang paling berbahaya.

Dia harus menyelinap keluar kota tanpa diketahui. Bukan hal sulit baginya sekarang. Dengan kemampuan Nafas Langit yang baru dikuasainya, gerakannya seperti angin yang tak berisik. Para penjaga gerbang kota bahkan tak menyadari kepergiannya.

Tapi begitu kaki menapak di lereng gunung, segalanya berubah.

Udara di sini terasa berbeda. Lebih padat, lebih tua. Setiap helaan napas terasa seperti menghirup sejarah. Pepohonan tumbuh rapat dan tinggi, membentuk kanopi yang hampir tak tertembus sinar matahari. Suara-seru aneh bergema dari kedalaman hutan. Bukan suara binatang biasa, tapi sesuatu yang lebih... primordial.

Hari pertama, dia menghadapi ujian paling dasar: bertahan hidup.

"Hutan ini seperti ingin mengusirku," gumam Al Fariz siap menebas semak duri dengan tongkat kayunya. Tangan sudah penuh lecet, kaki pegal bukan main. Tapi dia tersenyum. Justru inilah yang dia cari. Tekanan yang akan memaksanya berkembang.

Malamnya, dia berteduh di gua kecil. Api unggun menyala, menghangatkan tubuh yang menggigil. Tapi yang lebih dingin adalah rasa sepi yang menyergap.

"Di istana, sekarang mungkin para menteri sedang bersorak karena aku menghilang," pikirnya getir. Tapi kemudian dia ingat anak kecil yang pernah menolongnya. Wajah polos yang percaya padanya tanpa syarat. "Tidak. Aku harus kuat. Untuk mereka yang masih percaya."

Keesokan paginya, latihan sesungguhnya dimulai.

Dia memusatkan energi, mencoba menguasai Nafas Langit di lingkungan yang penuh tekanan. Awalnya kacau. Setiap kali berkonsentrasi, suara-suara gaib mengganggunya. Bisikan-bisikan dari masa lalu, ejekan, hinaan, semua kembali menghantui.

"Kau pikir bisa lari dari takdirmu, Fariz?" sebuah suara berbisik, seolah datang dari dalam kepalanya sendiri.

Dia menghentakkan kaki. "Aku bukan lari! Aku sedang mempersiapkan diri!"

Lalu sesuatu yang tak terduga terjadi. Seekor serigala raksasa—bulu hitam legam, mata merah menyala—muncul dari balik pepohonan. Bukan binatang biasa. Ini makhluk spiritual, penjaga gunung.

Tanpa pikir panjang, Al Fariz menghunus pedang kayunya. Tapi serigala itu bergerak terlalu cepat. Cakarnya yang besar mencakar bahunya, meninggalkan luka dalam.

"Darahku..." Al Fariz terkesiap. Darah yang menetes bukan merah biasa, tapi berkilau keemasan. Efek dari tahap Nafas Langit.

Serigala itu mengaum, tapi kali ini nada nya berbeda. Seperti ada rasa hormat. Lalu ia membalikkan badan dan menghilang di antara pepohonan.

"Jadi begini ujiannya," napas Al Fariz tertahan. "Bukan cuma fisik, tapi juga jiwa."

Hari-hari berikutnya diisi dengan pertempuran sengit. Terkadang melawan makhluk gaib, terkadang melawan elemen alam sendiri. Suatu kali, dia terjebak badai petir yang tiba-tiba. Petir menyambar-nyambar di sekelilingnya, tapi anehnya, tak satu pun mengenainya.

"Apakah gunung ini sedang mengujiku... atau melatihku?"

Di puncak ketujuh, dia menemukan sesuatu yang menakjubkan. Sebuah lapangan luas dengan batu-batu runcing berdiri melingkar, seperti Stonehenge mini. Di tengahnya, ada sumber air jernih yang memancar.

"Dengan insting, dia tahu ini tempat yang tepat. Melepas semua pakaiannya, kecuali celana pendek. Lalu duduk bersila di tengah lingkaran batu.

Meditasi di sini... terasa berbeda. Energi mengalir deras, seperti sungai yang meluap. Segel di tubuhnya bergetar hebat, retakan-retakan kecil mulai muncul di mana-mana.

Tiba-tiba, kilasan masa lalu menerpa pikirannya.

Dia melihat dirinya muda, sombong, melanggar sumpah suci untuk menyelamatkan seseorang. Tapi siapa? Wajahnya samar-samar.

"Kenapa aku tak bisa mengingatnya?" tangisnya dalam hati. Air mata mengalir tanpa bisa dicegah.

Lalu suara itu datang lagi. Suara yang sama yang menghantuinya sepanjang perjalanan.

"Kau pikir dengan menjadi kuat, bisa menebus kesalahanmu?"

"Tidak," jawab Al Fariz lantang, suaranya menggema di antara batu-batu. "Tapi dengan menjadi kuat, aku bisa melindungi yang lain dari kesalahan yang sama!"

Seketika, semua tekanan menghilang. Energi yang tadinya bergejolak menjadi tenang, mengalir mulus dalam tubuhnya. Dia membuka mata, dan untuk pertama kalinya, bisa melihat aura di sekelilingnya. Warna-warna kehidupan yang selama ini tak terlihat.

Dia berdiri, tubuhnya sekarang lebih berotot, matanya lebih tajam. Luka-luka di tubuhnya sudah sembuh, hanya menyisakan bekas luka seperti tato pengalaman.

"Gunung ini bukan tempat siksaan," bisiknya sambil menyentuh air di sumber mata air. "Tapi tempat pemurnian."

Tapi saat dia berpikir semuanya sudah selesai, tanah tiba-tiba bergetar. Dari dalam sumber air, cahaya keemasan menyembur tinggi. Dan dari cahaya itu, sosok-sosok bayangan mulai muncul.

Roh leluhur.

Mereka tidak marah. Tidak juga ramah. Hanya memandangnya dengan tatapan yang dalam, mengukur.

Salah satu roh mendekat. Seorang lelaki tua dengan jubah kebesaran kerajaan.

"Keturunan kami," suaranya bergema di dalam kepala Al Fariz. "Akhirnya kau datang juga."

Al Fariz berlutut. "Aku siap menerima konsekuensi dari kesalahanku."

Roh itu menganggap perlahan. "Kesalahan? Atau pelajaran?"

Lalu semua roh menghilang, meninggalkan dia sendirian dengan pertanyaan itu.

Dia menghabiskan malam itu dengan perasaan campur aduk. Bangga karena telah melewati berbagai ujian, tapi juga sadar bahwa perjalanannya masih panjang.

Ketika fajar menyingsing keesokan harinya, Al Fariz berdiri di puncak gunung. Melihat ke bawah, ke arah kota Nurendah yang masih tertidur.

"Rakyatku," bisiknya. "Aku kembali. Bukan sebagai pengemis, bukan sebagai orang terhina. Tapi sebagai pemimpin yang layak untuk kalian."

Dia mengambil napas dalam-dalam. Udara segar gunung memenuhi paru-parunya. Energi Nafas Langit sekarang mengalir sempurna, tanpa hambatan.

Tapi di balik kepuasannya, ada kegelisahan. Roh leluhur telah membangkitkan sesuatu di dalam dirinya. Sebuah kekuatan yang lebih besar, tapi juga tanggung jawab yang lebih berat.

Dia turun gunung dengan langkah pasti. Setiap langkahnya kini meninggalkan jejak cahaya samar di tanah. Tanda bahwa kultivasinya telah naik level.

Tapi yang paling berubah adalah matanya. Sorotnya sekarang penuh keyakinan, tapi juga kerendahan hati. Dia telah belajar bahwa kekuatan sejati bukan tentang menguasai, tapi tentang memahami.

"Sekarang," gumamnya sambil mengepalkan tangan. "Saatnya menghadapi dunia nyata."

Dia tidak tahu bahwa di kota, intrik dan pengkhianatan sedang menunggunya. Tapi kali ini, dia siap.

Dengan senyum percaya diri pertama dalam waktu lama, Al Fariz mempercepat langkah. Hari baru menanti, dan untuk pertama kalinya, dia tidak takut.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!