Anya tidak menyangka bahwa hidupnya suatu saat akan menghadapi masa-masa sulit. Dikhianati oleh tunangannya di saat ia membutuhkan pertolongan. Karena keadaan yang mendesak ia menyetujui nikah kontrak dengan seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Japraris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 24
Dari balik tirai jendela kamar hotel mewah itu, Arga dan Anya menyaksikan kerumunan wartawan yang mengerumuni pintu masuk. Arga mengerutkan dahi, wajahnya tegang. Ia segera menghubungi seseorang melalui ponselnya, sebuah strategi untuk mengalihkan perhatian para awak media yang tak kenal lelah itu.
Sepuluh menit berlalu. Sebuah mobil super mewah, salah satu dari dua mobil termahal di dunia berhenti di depan hotel. Seorang aktor tampan dan terkenal keluar dari mobil tersebut. Ketampanannya yang memukau langsung membius para wartawan. Bahkan Anya, yang biasanya tak mudah terpesona, dibuat terpana. Senyum aktor itu, dengan lesung pipit di pipi kanannya, semakin menambah daya pikatnya.
“Dia… sangat tampan, ya?” tanya Arga, suaranya terdengar sedikit masam, sebuah tanda kecemburuan yang jelas.
Anya mengangguk jujur, “Ya, dia tampan.”
“Lebih tampan dariku?” Nada cemburu Arga semakin kentara.
Anya menyadari kecemburuan sang kekasih. 'Dasar pria posesif', pikirnya, meskipun hatinya sedikit geli.
“Tidak! Kamu yang tertampan, terkaya, pokoknya… the best!” pujinya, menambahkan sentuhan rayuan untuk meredakan ketegangan.
Senyum puas mengembang di wajah Arga. “Baguslah kalau kau sadar.”
“Dia yang kau telepon tadi?” tanya Anya.
“Ya. Sekarang media sudah mengurungnya. Ayo, kita pergi. Pakai topi ini dan mantelku,” Arga sigap membantu Anya mengenakan topi dan mantelnya, lalu dengan sigap membawanya keluar dari hotel.
Mereka bergegas menuju parkiran bawah tanah. Di sana, anak buah Arga sudah menunggu. Mobil langsung melaju cepat meninggalkan hotel setelah mereka masuk ke dalam mobil menuju kediaman Arga.
Di sisi lain, aktor tampan itu tersenyum manis, menjawab pertanyaan demi pertanyaan wartawan dengan sabar. Sorot matanya berkilat—sebuah kilatan yang menyimpan rencana terselubung. Dalam hati, ia bergumam, "Arga, kau harus membalasku dengan yang setimpal karena telah membantumu."
Ponselnya berdering. Nomor Arga.
“Terima kasih. Aku dalam perjalanan. Vila Puncak Selatan milikmu. Rangga akan membantumu membalik nama dan akan memberimu kuncinya,” jawabnya singkat, suaranya terdengar ramah namun menyimpan nada penuh perhitungan.
“Ok.”
Panggilan berakhir. Senyum puas mengembang di bibirnya. Ia berhasil mengalihkan perhatian media dan mendapatkan vila yang menjadi impiannya.
“Eh, teman-teman wartawan, media… maaf, apa aku boleh masuk? Aku ingin beristirahat,” katanya, meminta izin dengan sopan namun tetap tegas.
“Boleh,” jawab wartawan serentak, memberi jalan bagi sang aktor untuk masuk ke hotel.
Setelah aktor itu menghilang di balik pintu putar hotel, para wartawan baru tersadar akan tujuan utama mereka: meliput perselingkuhan Arga Danendra. Namun, ketika mereka menoleh, mobil mewah Arga sudah tak terlihat di depan hotel. Keberhasilan aktor itu mengalihkan perhatian telah membuat Arga lolos dari jepretan kamera mereka.
...----------------...
Kediaman Arga.
Setibanya di rumah, Anya segera mencari anaknya.
“Rangga, Kinan di mana?” Anya bertanya, bertemu Rangga di tangga.
“Nona Kinan di kamar sebelah kamar utama, Nyonya. Nona kecil sudah makan malam dan sekarang tidur,” jawab Rangga hormat.
“Terima kasih.”
Anya menuju kamar Kinan. Ia membuka pintu perlahan. Ia tersenyum haru melihat dekorasi kamar Kinan yang memadukan tema Hello Kitty dan kuda poni—kesukaan putrinya.
“Pantas kau tidur nyenyak, nuansanya sama seperti kamarmu di rumah,” Anya berbisik lembut, membelai wajah Kinan dan mencium keningnya. “Besok Mama akan memperkenalkan Ayahmu. Semoga kau tidak marah pada Mama.”
Di lantai bawah, Arga dan Rangga terlibat pembicaraan serius. Arga menatap kertas di tangannya dengan wajah murka.
“Lagi-lagi ulah Ibu.”
“Saya rasa Ibumu bekerja sama dengan seseorang, Tuan,” kata Rangga.
“Cari tahu lebih detail dan laporkan padaku secepatnya!” perintah Arga.
“Baik, Tuan. Satu hal lagi, Tuan. Dokter Andre menelepon. Ayah Anda menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Tuan ingin menjenguknya?”
“Besok pagi saja. Ini sudah pukul sebelas malam. Aku ingin beristirahat.”
“Baik, Tuan. Permisi.”
Setelah Rangga pergi, Arga melepas jas dan melonggarkan dasinya, bersandar lelah di kursi, matanya terpejam.
“Kau lelah. Sebaiknya istirahat,” kata Anya, memasuki ruangan.
“Temani aku. Kelelahan ku karena terus mencarimu sejak kau kabur dari rumah sakit,” pinta Arga, suaranya terdengar lesu namun penuh kerinduan.
Anya merasa bersalah. “Bukankah kau sudah menghentikan pencarian?”
“Tidak sama sekali. Aku hanya menyamarkannya agar kau keluar dari persembunyianmu.”
“Meski aku memberimu kesempatan, kita tak pantas tidur satu kamar, apalagi satu ranjang,” Anya menolak lembut namun tegas.
Arga menatapnya tak senang.
“Jangan lupa, kita sudah bercerai,” Anya mengingatkan, berusaha tegar.
“Aku lupa memberitahumu, surat cerai yang kau tandatangani tak sah karena tak ada tanda tanganku, dan kita belum menyerahkannya ke KUA,” kata Arga, sebuah pengakuan yang mengejutkan Anya. Kecurigaan Anya terbukti; surat perceraian itu jebakan dari ibunya Arga.
“Meskipun begitu, kita sudah lama terpisah, dan kau sudah menikah,” Anya tetap bersikeras menolak.
“Dari dulu sampai sekarang, hanya kau, Anya Leonardo, istriku,” tegas Arga.
Anya terdiam. Benarkah ucapan Arga? Bagaimana dengan wanita-wanita lain yang pernah dekat dengannya?
“Kenapa? Terharu karena kau satu-satunya cintaku?” tanya Arga, sedikit menyindir.
“Tidak. Aku hanya sedang berpikir kalau lelaki memang buaya darat, selalu berkata manis untuk membius targetnya, lalu dilahap tanpa perlawanan,” jawab Anya, masih ragu-ragu.
Arga terkekeh kecil, lalu memeluk pinggang Anya. “Tapi hanya kau yang ku lahap, meski banyak yang termakan umpanku. Semenjak menikah denganmu, aku tak menyentuh wanita lain.”
“Aku tak percaya.”
Arga mencium bibir Anya dengan lembut. Kelembutan itu membuat Anya membalas ciumannya.
“Aku serius.”
“Sudahlah, istirahatlah. Aku juga ingin istirahat. Aku akan tidur dengan Kinan.”
“Baiklah.”
Mereka naik ke atas dan berpisah di tangga. Anya menuju kamar Kinan, Arga ke kamar utama.
Anya tersenyum melihat wajah Kinan yang tenang. Ia bersyukur Kinan baik-baik saja. Ia juga lega karena akhirnya jujur pada dirinya sendiri dan Arga tentang Kinan.
Di kamar utama, Arga sulit tidur. Meskipun telah mendapatkan kembali Anya dan Kinan, bayang-bayang ibunya dan rencananya masih menghantuinya. Ia tahu ibunya tak akan menyerah. Ia harus berhati-hati dan memastikan keselamatan Anya dan Kinan. Ia juga harus segera menyelesaikan masalah dengan ibunya.
...----------------...
Di kediaman mewah David, suasana mencekam. David duduk di ruang keluarga yang luas, berhadapan dengan sang ayah. Wajahnya dikerutkan, rahangnya mengeras.
“Papa, bagaimana Papa bisa menyebarkan berita pertunangan ini tanpa sepengetahuan ku? Papa bahkan tidak bertanya apakah aku menyukainya atau tidak!” protes David, suaranya bergetar menahan amarah.
Ayah David, seorang pria berwibawa dengan sorot mata tajam, menjawab dengan tenang namun tegas, “Untuk apa bertanya padamu? Jawabanmu pastilah ‘tidak suka’. Papa tahu kamu mencintai Anya. Papa bukannya tidak mendukungmu, Nak, tapi kau tahu sendiri Anya adalah wanita Arga Danendra. Jadi, pertanyaan itu tak perlu diajukan.”
“Tapi, Pa…” David mencoba membantah, matanya berkaca-kaca.
“Tidak ada ‘tapi-tapi’. Keputusan Papa sudah bulat. Kamu akan bertunangan dengan Fahria Santoso. Persiapkan dirimu menyambut pertunangan,” potong ayah David, suaranya tak menunjukkan ruang untuk negosiasi. Ia telah membuat keputusan dan tak akan goyah.
“Pa…,” lirih David, putus asa. Ia merasa dipaksa melakukan sesuatu yang sangat bertentangan dengan keinginannya.
“Ardi, antar papah aku ke kamar,” titah ayah David kepada Ardi, asisten pribadinya, dengan nada dingin.
Ia ingin mengakhiri percakapan yang melelahkan ini. Ia merasa lelah menghadapi penentangan putranya. Ia tahu betapa David mencintai Anya, namun ada pertimbangan lain, pertimbangan yang tak bisa ia ungkapkan pada David.
Ayah David menghela napas panjang, dadanya sesak. Ia tahu ini akan melukai David, tapi ia tak punya pilihan. Ia harus mengamankan posisinya dan bisnis keluarga. Arga Danendra bukanlah lawan yang mudah ditaklukkan. Kekuatannya memang besar, tapi tetap tak sebanding dengan kekuatan dan pengaruh Arga.
seneng jika menemukan cerita yg suka alur cerita nya 👍🤗🤗
koq knapa gak dijelaskan sihhhh... 😒
Jangan menyia-nyiakan ketulusan seorang laki2 baik yg ada didepan mata dan terbukti sekian tahun penantian nya👍😁
Masa lalu jika menyakitkan, harus di hempaskan jauhh 👍😄
Gak kaya cerita lain, ada yg di ceritakan dulu awal yg bertele-tele.. malah malas nyimak nya 😁😁