Andra dan Trista terpaksa menikah karena dijodohkan. Padahal mereka sudah sama-sama memiliki kekasih. Pernikahan kontrak terjadi. Dimana Andra dan Trista sepakat kalau pernikahan mereka hanyalah status.
Suatu hari, Andra dan Trista mabuk bersama. Mereka melakukan cinta satu malam. Sejak saat itu, benih-benih cinta mulai tumbuh di hati mereka. Trista dan Andra terpaksa menyembunyikan kedekatan mereka dari kekasih masing-masing. Terutama Trista yang kekasihnya ternyata adalah seorang bos mafia berbahaya dan penuh obsesi.
"Punya istri kok rasanya kayak selingkuhan." - Andra.
"Pssst! Diam! Nanti ada yang dengar." - Trista.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21 - Sama-sama Menolak
Andra membeku. Ciuman itu hanya sekilas, tetapi cukup membuat seluruh tubuhnya kaku seperti disiram air es.
“Ajeng… apa yang kamu lakukan?” suara Andra mendadak serak.
Namun Ajeng tak berhenti. Gadis itu mencoba mendekat lagi, tangannya meraih wajah Andra, seolah ingin memperdalam ciuman itu.
“Andra… aku butuh kamu. Tolong jangan jauhi aku…” bisiknya pelan.
Andra buru-buru menahan kedua bahunya. “Jeng, jangan. Kita di tempat umum. Ada CCTV, ada orang lewat.”
Itu alasan yang keluar paling cepat. Alasan yang aman. Alasan yang tidak jujur. Karena sebenarnya, Andra tidak lagi merasakan getaran apa pun. Bukan seperti dulu. Bukan lagi pada Ajeng.nIa mengalihkan pandangan, tidak sanggup menatap mata Ajeng yang mulai basah lagi. “Kita pulang saja, ya? Kau butuh istirahat. Aku antar.”
Ajeng menggigit bibir, wajahnya tersinggung dan bingung. “Kau… kau menolak aku? Kenapa?”
Andra menarik napas panjang. “Bukan begitu. Hanya… situasinya tidak tepat.”
Padahal hatinya berbisik hal lain, 'Aku sudah jatuh pada orang lain. Pada seseorang yang justru berbahaya untukku.'
Ajeng menunduk, namun tidak memaksa lagi. “Baik… antar aku pulang, ya?”
Andra mengangguk, membantunya berdiri. Sepanjang perjalanan menuju parkiran, Ajeng diam. Kepalanya tertunduk, sesekali mengusap air mata. Andra ingin menghibur, tapi rasa bersalah hanya membuat lidahnya kelu.
Saat mobil melaju meninggalkan taman, pikiran Andra kembali kacau.
...***...
Langit sudah menggelap ketika Trista sampai di markas tempat Regan biasa berada. Deretan mobil hitam parkir rapi di halaman, para pria berbadan besar berjaga di setiap sudut bangunan. Dia tak tahu kenapa hari itu Regan memaksanya kembali ke sana. Membuat jantung Trista berdebar tidak karuan karena gugup, takut perselingkuhannya dengan Andra terendus oleh Regan.
Trista masuk ke ruangan VIP. Regan sedang duduk di sofa hitam mewah, menatap layar ponselnya. Tatapannya tajam, dingin, namun begitu fokus.
Saat mendengar langkah kaki Trista, pria itu mendongak. Senyumnya muncul, senyum yang dulu membuat Trista merasa spesial, tetapi sekarang justru membuat dadanya menegang.
“Sayang.” Regan bangkit, menghampiri, lalu memeluk Trista erat.
Trista kaget. Tubuhnya refleks menegang. Biasanya dia membalas, tapi sekarang tangannya hanya menggantung di samping tubuh.
Regan melepaskan pelukan perlahan, menatap wajahnya. “Kamu terlihat pucat. Ada yang salah?”
'Aku jatuh cinta pada suamiku sendiri, dan dia bukan kau.' Kalimat itu berputar-putar di kepala Trista, tapi tak mungkin keluar dari mulutnya.
“Tidak… aku hanya capek,” jawab Trista pelan.
Regan memegang kedua pipinya. “Sini.”
Ia merunduk, hendak mencium bibir Trista.
Trista panik. Sangat panik. Gambaran malam bersama Andra kembali membanjiri kepalanya tanpa izin, kehangatannya, wajahnya, cara pria itu memanggil namanya.
Trista buru-buru batuk keras.
“Hhk—kh—kh!”
Lalu menutup mulut dengan telapak tangan.
Regan berhenti tepat sebelum bibir mereka bersentuhan. Mengernyit. “Kamu sakit?”
Trista mengangguk cepat. “Iya… agak flu. Tenggorokan kering.”
Regan langsung cemas, tapi cemas dengan cara yang menyesakkan. Cara yang obsesif.
“Kamu harus diperiksa. Sekarang.”
Ia menggenggam tangan Trista dan menariknya. “Kita ke dokter.”
“Regan, aku cuma—”
“Kita ke dokter.” Nada suaranya berubah dingin. “Aku tidak mau kamu sakit. Tidak mau kamu pergi dari aku.”
Trista menggigit bibir. Kata terakhir itu membuat jantungnya turun ke perut. Regan tidak menyadari bahwa yang keluar dari mulutnya bukan kepedulian, melainkan ancaman terselubung.
Dua pria berbadan besar datang siap mengawal. Regan memerintahkan semuanya bergerak.
Trista mendecih pelan. “Regan, sungguh… aku hanya butuh istirahat.”
Regan memandangnya lama, tatapannya gelap. “Istirahat di rumahku. Di bawah pengawasanku. Di mana aku tahu kamu aman.”
“Aman dari apa?”
“Dari siapa pun.” Regan membelai rambutnya, tetapi gerakannya terasa menahan, seperti tangan yang memegang terlalu kuat.
Trista menelan ludah. Aman? Atau dikurung?
Mereka memasuki ruangan klinik di lantai dua markas. Dokter pribadi Regan sudah menunggu, seorang pria berjas putih dengan tatapan ketakutan, jelas sudah memahami siapa yang ia layani.
“Periksa semuanya,” perintah Regan. “Kalau dia batuk sedikit saja, cari tahu penyebabnya.”
“Baik, Bos!”
Trista duduk di kursi pemeriksaan. Dokter mengecek suhu, menanyakan gejala, dan mencoba memeriksa tenggorokannya.
“Tidak ada demam, Bos,” lapor dokter setelah lima menit. “Sejauh ini normal.”
Regan menyipit. “Kenapa dia batuk?”
Dokter menelan ludah. “Mungkin… alergi debu? Atau udara dingin?”
Trista cepat-cepat menimpali. “Iya, iya. Sepertinya alergi AC. Aku baik-baik saja. Tidak perlu obat.”
Regan menatapnya lama, seolah mencoba menembus pikiran Trista.
“Kenapa kamu menghindar tadi?” tanya Regan, suaranya menurun namun jauh lebih mengancam.
Jantung Trista serasa berhenti. Ia mencoba tersenyum. “Aku… hanya tidak enak badan. Tidak ingin kamu tertular.”
Regan mengangguk pelan, tapi ekspresinya tidak sepenuhnya percaya. Ia duduk tepat di samping Trista, menangkupkan tangan wanita itu dalam genggamannya.
“Dengar,” ucap Regan lembut, tapi ada baja di balik nada itu. “Aku tidak akan kehilangan kamu. Tidak akan. Kita belum selesai. Kau mengerti?”
Trista menunduk. “Regan… kita harus bicara.”
“Bicarakan apa?”
Trista menarik napas. “Tentang hubungan kita..."
Bisa jadi terkena gangguan transvestisme.
Transvestisme adalah kepuasan yang muncul ketika mengenakan pakaian yang lazim dikenakan oleh lawan jenis.
Penderita transvestisme merasa bergairah ketika mengenakan salah satu atribut pakaian, seperti celana dalam atau memakai satu set pakaian lawan jenisnya.
Agar tidak ketahuan, sebagian pria/wanita yang menderita kelainan ini akan menggunakan pakaian dalam lawan jenisnya di balik pakaian yang digunakan sehari-hari.