Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gagal
Sekretaris Jo dan Tika kini berada di dalam ruangan Refan.
"Permisi, Tuan. Tamu tak diundang Anda sudah datang." Ucap Sekretaris Jo pada Refan.
Refan yang sebelumnya fokus menatap layar laptop kini beralih menatap Sekretaris Jo.
"Hm, kamu boleh kembali."
Sekretaris Jo mengangguk hormat lalu beranjak pergi.
Refan kembali menatap layar laptopnya, seakan-akan ingin menghindari tatapan Tika. Bukan, dia sebenarnya begitu muak dengan wanita yang berada di hadapannya tersebut.
Sementara Tika mengulas senyum. Dia melihat seisi ruangan Refan.
"Mas, ternyata kamu kaya raya ya?"
Tika berjalan kearah Refan.
"Diam disitu." Ucap Refan tegas.
Tika terkejut tapi, itu hanya sementara. Tika tersenyum lalu melanjutkan langkahnya kembali.
"Mas, kok kamu galak banget sih? Aku ini masih istrimu loh."
Emosi Refan naik beberapa oktaf.
Brak!
Refan menggebrak mejanya dan menatap Tika secara dingin dan tajam. Dan hal tersebut berhasil membuat Tika terdiam kaku.
Nyali Tika mendadak menciut. Bulu romanya berdiri karena merinding. Tatapan Refan seperti psik0pat yang ingin mengul1ti, menghuj4m lalu membun*h.
"Anda disini tamu. Tolong jangan seenaknya sendiri disini. Bahkan Anda ini tamu yang seharusnya saya tolak tapi, karena Anda sudah membuat isu yang tidak-tidak, saya terpaksa mengijinkan Anda menemui saya. Jadi, tolong Anda bersikap seperti tamu pada umumnya." Ucap Refan tegas.
Refan mengalihkan pandangannya, dia lebih memilih menatap vas bunga dibandingkan menatap Tika.
Tika merasa speechless. Matanya memerah dan berembun.
"Apa Anda ini tul1?"
Refan begitu datar dan dingin.
"Mm-Mas. Kenapa kamu sekarang kasar sekali? Ingatlah kalau aku ini masihlah istrimu. Aku datang kesini karena ingin meminta rujuk sama kamu." Ucap Tika sambil terisak. Dia menangis dihadapan Refan.
Refan melipat kedua tangannya bersedekap dada.
"Kita adalah orang asing. Jangan sekali-kali menyebut ataupun mengaku sebagai istri saya."
"Tapi, Mas. Kita belum resmi bercerai. Aku ingin kembali bersamamu."
Refan menoleh Tika dan menaikkan alisnya sebelah.
"Kembali? Bukankah Anda sedang hamil dan itu anak dari Rian? Lalu, untuk apa Anda ingin kembali kepada saya? Seharusnya Anda mengingat ayah bayi yang berada dalam kandungan Anda. Bukan malah mencari saya dan ingin kembali bersama saya."
Tika menggeleng.
"Tidak Mas. Aku bisa menggugurkan anak ini, asal aku bisa kembali bersamamu. Aku mencintaimu, Mas. Aku baru sadar kalau tanpamu, aku merasa hampa. Dan Rian, ternyata dia tidak sebaik yang aku kira. Dia selalu berbuat kasar kepadaku. Mas Refan, aku hanya ingin hidup bersamamu. Hanya kita berdua."
Refan tak bisa berkata apa-apa mendengar penuturan Tika. Baginya wanita yang berada dihadapannya tersebut sudah gila. Bagaimana seorang ibu tega membunuh anaknya demi keegoisannya?
'Dia pasti sekarang sedang mikir, pokoknya aku tidak boleh gagal, aku harus bisa mengambil hatinya, aku harus berlutut agar dia mau percaya dan kembali kepadaku. Apapun akan aku lakukan agar dia mau kembali bersamaku. Ya, seperti itu.' Batin Tika manggut-manggut dan menyinggungkan senyum.
Merasa tidak ada jawaban dari Refan, Tika bertekuk lutut memohon pada Refan. Tika menatap Refan dalam-dalam, Tika akan bekerja keras dengan berakting sebaik mungkin.
"Mas. Mas Refan mau kan kembali bersamaku? Kita mulai dari awal, Mas. Aku janji, aku akan setia." Ucap Tika memohon dan wajahnya dibuat begitu memelas.
Refan hanya menggeleng.
Dia menekan tombol panggilan yang terhubung dengan Sekretaris Jo.
"Panggilkan satpam."
Tika mendengarnya menggeleng.
'Tidak-tidak. Aku tidak boleh gagal.' Batin Tika mulai khawatir.
"Mas, tolong beri aku kesempatan sekali lagi."
Refan begitu jengah dengan Tika. Dia hanya diam tak menghiraukan Tika. Bagi Refan, menanggapi wanita seperti Tika tidak akan ada habisnya.
Tak lama datang dua satpam yang sudah dipanggil oleh Sekretaris Jo.
"Permisi, Bos. Ada yang bisa kami bantu?"
Refan mengangguk.
"Tolong kalian seret wanita ini. Dan kalian tandai dia, kalau dia berada di area Kantor, langsung kalian usir saja dia." Ucap Refan memberi perintah.
Tika mendongakkan wajah menatap Refan.
"Tidak, jangan usir aku, Mas."
Lagi-lagi Refan tidak menghiraukan Tika, dia merasa tidak peduli dengan wanita yang satu ini.
Kedua satpam pun melakukan tugas mereka. Tika memberontak tak terima.
"Mas, kamu akan menyesal karena sudah menolakku. Urusan kita belum selesai." Teriaknya ketika kedua satpam membawa paksa dirinya keluar dari ruangan Refan.
Refan memijat titik di antara kedua pangkal alis karena pening.
Sampai di Lobi. Tika yang dipegangi oleh kedua satpam terus meronta.
"Lepaskan. Aku bisa berjalan sendiri."
Kedua satpam hanya diam tidak menggubris Tika.
"Heh, kalian bud3g ya? Aku bilang lepaskan aku. Aku ini sedang hamil, apa kalian but4?"
Karena suara teriakan Tika, kini dirinya menjadi pusat tontonan.
Kedua satpam melepaskan Tika ketika sudah berada di luar.
"Awas aja ya kalian, kalian akan aku balas." Ucap Tika begitu emosi. Wajahnya merah padam, nafasnya tersengal-sengal, rambutnya yang tadinya rapi kini nampak awut-awutan.
"Mimpi." Jawab salah satu satpam.
Sedang di Lobi, Wika dan Desi membicarakan Tika.
"Eh Wika, itu yang diseret satpam tadi perempuan yang tadi ngotot kan?"
Wika mengangguk.
"Pasti dia kena mental sekarang."
"Lagian bisa-bisanya dia mengaku sebagai istri, Pak Refan. Lagian pasti Pak Refan bisa menilai wanita yang baik, bukan yang kaya muka siang badan malam begitu."
Wika mengedikkan bahunya.
"Hanya orang gila yang berani mencari perkara dengan Pak Refan. "
Desi mengangguk setuju.
*****
Rian kini sampai di depan pintu apartemen Choki. Seperti biasa dia akan langsung menekan kode dan masuk dengan sendirinya.
Rian masuk, tak lupa dia menutup pintu. Tak sengaja dia melihat dua pasang sepatu yang terasa asing di samping rak dekat pintu.
"Sepatu siapa ini? Apa Choki ada tamu? Tapi, dimana mereka?" Serunya.
Di dalam terlihat sepi. Namun, samar-samar dia mendengar suara saling bersahutan yang membuatnya langsung merinding.
Rian langsung berpikir untuk masuk ke dalam kamar.
Pintu tak ditutup secara sempurna, Rian membuka pintu kamar sedikit lebih lebar agar dirinya bisa mengintip siapa yang berada di dalam bersama Choki.
"Iya, baby, aku cepetin ya. Ini sudah mulai banjir."
Rian membelalakan kedua matanya. Di dalam kamar Choki sedang bermain dengan dua orang sekaligus. Yang membuat Rian heran, kenapa salah satunya wanita?
Rian melihat Choki sedang bermain di sumur si wanita menggunakan jarinya. Sedang mulut si wanita dimasuki sosis salah satu teman pria Choki.
'Astaga, apa ini? Sejak kapan? Kenapa Choki menjadi seperti ini?' Batin Rian mengusap wajahnya seakan tak percaya.
Rian menggeleng, dia tidak bisa kalau harus berdiam diri terus.
"Choki." Teriak Rian memanggil Choki.
Seketika Choki menoleh, tak hanya Choki, namun kedua temannya pun ikut menoleh.
"Daddy."
Rian melangkah mendekati Choki.
"Apa-apaan kamu?" Ucap Rian mencengkeram lengan Choki dan menatap mereka bertiga secara bergantian.
Kedua temannya langsung beringsut.
Kini Rian menatap Choki dengan tajam.
"Apa sih, Dad? Daddy menyakitiku." Ucap Choki yang merasa cengkeraman Rian begitu kuat.
Seketika Rian melepaskan cengkeramannya.
"Maaf, Daddy hanya cemburu."
Choki langsung beranjak dan mengenakan celananya.
"Lagian Daddy tidak bisa marah atau menghakimiku. Disini yang bayar Daddy kan aku. Daddy harus sadar itu."
Jleb!
Rian diam mematung. Apa yang dikatakan oleh Choki memang benar. Lalu kenapa Rian tidak terima?
"Udah lah, Dad. Daddy terima aja sekarang. Aku juga sudah tahu kok, kalau Daddy gak hanya bersamaku. Jadi, kalau aku main dengan yang lain, Daddy jangan protes."
Rian kali ini skakmat. Memang hanya Choki yang membayarnya, sedang jika Rian bersama yang lain, Rianlah yang keluar uang.