SURAT CINTA DARI BU DOSEN

Bodoh! Kalau dibilangin itu didengarin! Otak kamu dipasang bukan dibuat pajangan! Nggak sekalian buat gantungan panci ibu di dapur. Kalau sudah masuk tol gini gimana ngejarnya? Kamu udah emosi aja kalau mau dikasih tau. Aku malah kasihan sama istri kamu. Biarin aja digondol memedi alias setan dari pada sama kamu yang nggak punya pikiran!" oceh Shayu geram.

Beruntung dia peka dan meminta suaminya untuk menuju rumah Lani. Tadi sempat ingin pulang bahkan mereka sudah tak melihat keberadaan Lani lagi, tapi Shayu yang sewot justru cemas memikirkan Viola. Bagaimana jika ada sangkut pautnya dengan apa yang Lani lakukan.

Tak wajar terlihat, keluar dari club' malam dan membawa beberapa botol minuman. Tak ingin suudzon tetapi Shayu memang sangat-sangat curiga dengan Lani. Alhasil benar apa yang ia pikirkan. Bodohnya Cakra sudah emosi duluan dan tak mau mendengarkan pendapatnya.

Jangan salahkan Shayu yang mencak-mencak sekarang karena geregetan dengan Cakra. Sekarang suaminya sudah melajukan mobilnya masuk tol. Shayu pun meminta Cakra ikut dan meninggalkan motornya di jalan.

"Maaf, la wong aku nggak tau kalau kamu mau ngasih pendapat yang bagus. Tapi itu tadi beneran Viola yang ada di dalam sana."

"Aku tau, aku lihat, nggak cuma Viola saja tapi juga ada Lani di dalam sana. Makanya kalau nyari pacar tuh yang melek sedikit gitu loh! Untung dapet istri bener. Coba kalau kamu jadi nikah sama Lani. Apa nggak melarat hidup kamu!"

"Udah to, Yu! Jangan kayak bebek ngoceh terus! Iya aku salah. Suaramu itu loh udah kayak petir. Kasihan Mas Satria nggak fokus bawa mobilnya." Cakra pusing juga lama-lama tetapi dia mengaku jika sikapnya memang salah. Bukannya mendengarkan malah menyepelekan.

Bonusnya mendapat ocehan dari Kakak ipar. Lengkap sudah. Mana istri dibawa mantan. Rasanya Cakra ingin guling-guling di aspal. Dia diam memperhatikan jalan dengan menggigit kuku sedangkan Shayu mendengus kesal melihatnya.

"Yang kenceng, Mas!"

"Gundulmu!" celetuk Satria yang ternyata kesal juga.

"Gundulku nggak bisa buat gantiin ban mobilmu!"

.

"Kamu tuh ceroboh tau nggak! Ngapain nyekokin Viola segala? Kamu mau bunnuh dia?" tanya Ramon. Sewot sekali dia karena Lani yang bertindak di luar batas. Memang Lani mengatakan akan menculik Viola agar bisa bertemu dengannya. Itu lah yang membuat Ramon datang dan berniat menjadi pahlawan untuk Viola. Namun sialnya justru dia melihat Viola sudah tak sadarkan diri karena minuman yang Lani berikan.

"Nggak ada niat aku mau bunuh dia, Om. Gila kali aku. Aku cuma mau meringankan rasa sakit hati dia agar Om juga mendapatkan keuntungan. Bukan untuk mencelakai dia," sanggah Lani.

"Tapi kamu jadi perempuan paling ia benci nantinya."

"Nggak masalah!"

"Bagaimana jika dia menjadi istriku? Om tidak akan mungkin bisa berhubungan lagi dengan kamu karena tentunya Om harus menuruti apa kata istri Om sedangkan ada luka dan kebencian yang kamu buat. Kamu harus bisa mandiri tanpa Om."

Lani menggelengkan kepalanya lalu maju agar bisa menatap Ramon. "Om ini apa-apaan sich? Mana bisa begitu? Om itu punya tugas yang nggak bisa ditinggalkan begitu saja. Om harus tetap menjaga aku. Kita sama-sama tetapi tetap memiliki hubungan ke jenjang serius dengan calon masa depan kita."

"Apa maksud kamu, Lani?"

"Bohong jika Om tidak mencintaiku? Om mengatakan tidak tetapi Om selalu bilang cinta saat kita sedang menyatu di atas ranjang. Ini dunia nyata. Aku harus tetap bersama Cakra dan Om juga boleh dengan wanita manapun itu, tapi kita harus tetap bersama."

Ramon menghela nafas kasar. Ada sesal juga telah menjalin hubungan yang salah dengan Lani tetapi tak ia pungkiri jika ia pun tidak bisa melepaskan Lani. Terlebih ada tanggung jawab yang besar dari kedua orang tua Lani. Salahnya dia yang tak bisa menjaga putri mereka dengan benar.

Ramon membawa Viola pulang ke rumahnya. Terlihat Viola setengah sadar dan sedang menahan pusing di kepalanya. Mungkin efek minuman membuat Viola mabuk. Ramon pun segera mengangkat tubuh Viola dan membawanya masuk ke dalam sedangkan Lani mengikuti keduanya seraya melihat ke sekitar takut ada yang memantau.

"Kamu nggak akan bisa mengejar kami, Cakra. Kamu juga ngapain banget kerepotan sendiri mencari Viola. Jangan aja Cakra ternyata sudah mulai jatuh cinta pada Dosen penggoda itu," gumam Lani lalu menutup pintu rumah dengan rapat.

Masih teringat betul Cakra berhenti di pintu tol. Lani sedikit tenang mengingat itu. Cakra tak boleh tau dengan apa yang ia lakukan. Semua ini untuk kebaikannya dan juga Cakra. Bagi Lani, hanya dia yang paling baik untuk Cakra begitupun sebaliknya.

"Sial!" Ramon mengumpat setelah merasakan Viola menahan tubuhnya. Terlihat Viola bergelayut manja hingga membuatnya merasakan desakan dari dalam sana. Sesuatu yang tak ingin ia lakukan sekarang kembali muncul kepermukaan. Terlebih pakaian Viola yang berantakan hingga mengekspose bagian tubuh yang mempesona. Terlihat sekali kulitnya yang putih bersih membuat Ramon begitu tergoda.

"Mana mungkin aku bisa menahan jika sudah seperti ini."

"Lakukan, Om! Aku tau Om pasti akan tergoda. Bukankah Om juga penasaran dengannya?" sahut Lani yang tiba-tiba datang dan melangkah mendekati. Mengusap rahang tegas Ramon hingga membuat pria itu semakin menginginkan lebih.

"Sebenarnya aku tidak ingin melakukannya sekarang karena aku ingin mendapatkan kembali kepercayaan dari Viola. Jika aku melakukan itu padanya berarti aku harus siap menjadi pria yang dibenci olehnya, Lani."

"Tidak akan, Om! Tanam benihmu di sana maka dia tidak akan pergi darimu lagi. Sementara aku, aku akan kembali dengan Cakra dan kita akan hidup bahagia dengan pasangan kita masing-masing."

"Kamu yakin?" tanya Ramon yang kini meraih tangan nakal Viola. Jemari lentik itu semakin membuatnya tak tahan tetapi Ramon tak ingin gegabah. Dia menoleh ke arah Lani. Menatap lekat wajah Lani yang kini tersenyum manis padanya.

"Yakin, selagi cinta ini Om sisakan untukku." Lani mengecup bibir Ramon lalu berbisik di telinga pria itu. "Bersenang-senanglah Om! Aku tunggu di luar, dan satu lagi. Tanam yang banyak agar cepat membuahkan hasil."

Lani mengedipkan sebelah matanya lalu melangkah keluar kamar. Membiarkan Ramon mengerjakan tugas nya dan dia tinggal menunggu hasilnya.

"Maaf Viola, jika ada pilihan lain. Mungkin aku akan memilih menunggu kamu benar-benar menyerah dan kembali padaku. Tapi saat ini aku tidak bisa mengabaikan kamu begitu saja. Tanganmu mulai nakal, Sayang."

Ramon tak bisa menahan, sungguh rasa inginnya sudah memuncak dan ia tak bisa lagi membendung rasa itu. Sesuatu di bawah sana sudah mulai terjaga dan itu karena Viola.

...****************...

Hay-hay, maaf jika othor up-nya agak lambat atau bagaimana 🙏🙏 Terimakasih untuk kalian yang masih setia menunggu. Jangan lupa follow Ig aku weni0192 dan tiktok aku weni0109. Happy reading 🤗🤗