Generasi Awal Klan Pratomo
Kita ke tahun 1900an
Pertemuan GKRM Haryo Pratomo dengan gadis Belanda bernama Carlotta von Hoover sangatlah diluar Nurul. Pasangan beda bangsa dengan kondisi Indonesia masih dijajah Belanda, membuat hubungan keduanya ditentang pihak kerajaan Yogyakarta.
Namun Haryo sangatlah keras kepala. Dia tetap memilih Carlotta sebagai pasangannya. Keduanya diuji saat Haryo diharuskan menikahi seorang gadis ningrat Jawa.
Bagaimana sikap Haryo?
Ini adalah generasi awal klan Pratomo
Jika ada salah sejarah, mohon dimaafkan karena cerita ini fiktif belaka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Reeves, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Percakapan di Meja Makan
Demangan Yogyakarta 1905
Haryo dan Gito pun kembali ke rumah Demangan yang langsung menuju sumur untuk membersihkan diri. Sudah menjadi kewajiban jika kita pulang dari melayat, hendaknya tidak langsung masuk ke dalam rumah tapi mencuci wajah, tangan serta kaki di sumur. ( ingat ini belum ada PDAM jadi masyarakat masih memakai sumur ).
Masyarakat Jawa zaman dulu terbiasa mencuci tangan, kaki, dan muka sebelum masuk rumah setelah beraktivitas di luar rumah, terlebih sesudah takziyah atau dari permakaman. Oleh karena itu, setiap keluarga memiliki sumur yang biasanya berada di depan rumah.
Masyarakat menempatkan sumur biasanya di sudut utara-timur atau utara-barat pekarangan rumah. Kebanyakan rumah warga menghadap selatan atau utara. Banyak sumur yang berada di depan rumah.
Filosofinya itu supaya senthegkliwer atau sesuatu hal buruk yang tidak terlihat yang ikut menempel pada tubuh hilang. Orang dahulu memaknai sesuatu itu selalu dengan hal abstrak, tetapi sejatinya dalam konteks pembersihan diri itu untuk kebaikan, untuk kesehatan diri. Jika dilogika, supaya tidak ada bakteri dan virus yang terbawa hingga ke dalam rumah.
Carlotta menghampiri Haryo sambil membawakan handuk kering agar suaminya bisa mengeringkan tubuhnya yang kena air.
"Kok sudah pulang? Cepat amat? Apa kalian tidak boleh masuk keraton?" tanya Carlotta bingung.
"Bukan tidak boleh Mevrouw Carlotta... Mas Den ribut dengan Ndoro Pratomo..." adu Gito yang mendapatkan lirikan judes Haryo.
"Kenapa lagi mas?"
Haryo hanya tersenyum memenangkan. "Ceritanya di dalam rumah ya Jeng Carlotta. Tapi aku ingin mandi, gerah ini..." ucap pria ganteng itu sambil membuka Surjan nya.
"Tunggu keringatnya kering dulu mas. Tidak boleh mandi dengan keringat masih seperti itu. Aku ambilkan kaos yang enak dipakai ya?" senyum Carlotta sambil berjalan masuk ke dalam rumah.
"Boleh Jeng. Duh enaknya diladeni bojoku sing ayu dhewe ..." goda Haryo membuat wajah Carlotta tersipu.
"Nek aku ora ayu, Kowe Yo rak gelem tho mas ( kalau aku tidak cantik, kamu ya tidak mau kan mas )?" kerling Carlotta.
"Kulo pamit rumiyin, mboten kiat mersane sing mesra-mesraan ( aku pamit dulu, tidak kuat melihat yang mesra-mesraan )" pamit Gito yang merasa seperti orang yang menganggu kemesraan ndoronya.
Haryo dan Carlotta tertawa geli melihat Gito pamit dengan gaya dramatis.
***
Haryo dan Gito akhirnya mandi setelah menunggu sekitar setengah jam keringat mereka mengering sementara Carlotta dan Mbok Darmi menyiapkan makan siang buat mereka semua.
Seperti biasanya, Haryo dan Carlotta tidak pernah membedakan dua orang itu hingga makan siang pun bersama di meja makan.
"Bagaimana ceritanya Ndoro tadi di keraton?" tanya Mbok Darmi penasaran.
"Iya lho mas. Gimana ceritanya?" timpal Carlotta.
Haryo dan Gito bergantian cerita tentang apa yang terjadi di keraton. Kedua wanita itu melongo karena Haryo tidak diijinkan untuk masuk ke dalam paviliun untuk takziah. Carlotta dan Mbok Darmi semakin melongo ketika tahu Haryo akhirnya mengeluarkan semua uneg-unegnya ke Pratomo.
"Ya Allah Ndoro..." ucap Mbok Darmi sambil mengelus dadanya merasa kasihan pada Haryo yang memutuskan hubungannya dengan Pratomo. Memang tidak ada yang menyalahkan mengapa Haryo bisa bersikap seperti itu pada ayahnya sendiri.
"Mbok, ada orang tua yang pantas dipanggil bapak atau ibu tapi ada yang tidak. Mungkin bapakku menganggap aku anak durhaka tapi orang tua pun bisa durhaka pada anaknya" jawab Haryo.
"Memang ada Mas Den orang tua durhaka?" tanya Gito.
"Aku membaca di sebuah buku perpustakaan Oxford. Pada zaman pemerintahan Umar bin Khattab, terdapat seorang ayah yang membawa putranya secara paksa untuk dihadapkan kepada Amirul Mukminin. Di hadapan Umar, orang tua tersebut mengeluhkan perilaku putranya yang tidak menghormatinya dan bersikap durhaka. "Mohon nasehati dia, wahai Amirul mukminin!" kata orang tua itu.
"Terus gimana mas ?" tanya Carlotta yang penasaran.
"Umar kemudian memberikan nasihat kepada anak lelaki tersebut. "Apa kamu tak takut kepada Tuhan-mu sebab ridha-Nya tergantung ridha orang tuamu." Tidak terduga, anak tersebut justru mengajukan pertanyaan." Haryo menatap ke semua orang. "Wahai Khalifah! Apa di samping terdapat perintah anak berbakti kepada orang tua, terdapat juga ajaran orang tua bertanggung jawab kepada anaknya?"
"Memang apa yang terjadi Ndoro?" tanya Mbok Darmi.
"Umar bin Khattab pun menjawab: "Ya, benar ada! Seharusnya seorang ayah menyenangkan dan mencukupi nafkah istri sekaligus ibu dari putra-putrinya, memberikan nama yang baik kepada putra-putrinya, serta mengajari putra-putrinya Al-Quran dan ajaran agama lainnya."
"Memang itu kewajiban seorang ayah" ucap Mbok Darmi.
"Setelah mendengarkan penjelasan dari Amirul Mukminin, anak lelaki itu memberikan tanggapan: "Jika demikian, bagaimana aku berbakti kepada ayahku? Demi Allah, ayahku tak sayang kepada ibuku yang diperlakukan tak ubahnya seorang hamba sahaya. Sekali-kalinya dia mengeluarkan uang untuk ibuku, sebanyak 400 dirham untuk menebus ibuku. Dia juga tak menamaiku dengan nama yang baik: Aku dinamai ayahku dengan nama "Juala" (Jadian). Dia juga tak mengajariku mengaji, satu ayat pun!"
"Astaghfirullah ..." ucap Mbok Darmi dan Gito.
"Sebagai orang tua itu dalam memberikan nama pada anak pasti teriring doa yang baik. Jika seperti itu ... Aku tidak tahu ayahnya patut ditendang atau dihukum cambuk..." ujar Carlotta gemas.
"Aku lanjut ya. Tanpa menunggu, Umar bin Khattab segera memalingkan wajahnya, matanya memandang tajam ke arah orang tua anak tersebut, sambil menyampaikan perkataannya: "Kalau begitu bukan anakmu yang durhaka, tetapi kamulah orang tua durhaka!" ucap Haryo.
"Iya memang benar ! Seorang anak akan menghormati orang tuanya seperti apa dulu. Mbok Darmi tidak pernah mengajarkan Ndoro kurang ajar pada Ndoro Pratomo, begitu juga dengan Ndoro Bintari... Tapi mbok tidak bisa menyalahkan ndoro Haryo... Hanya saja, mbok berpesan. Kejadian tadi adalah terakhir kalinya Ndoro Haryo melawan Ndoro Pratomo. Bagaimana pun sak elek-elek nya Ndoro Pratomo, itu tetap ayah Ndoro Haryo..." ucap Mbok Darmi.
"Aku tahu itu mbok... Aku kebawa emosi tadi..." Jawa. Haryo pelan.
"Saranku mas, minta maaf pada bapak sebelum pergi ke Den Haag sekalian berpamitan. Aku akan menemanimu, mas. Kan aku juga belum bertemu dengan ayah mertuaku sama sekali..." ucap Carlotta.
"Apa kamu yakin?" tanya Haryo ke istrinya.
"Ada kamu yang akan melindungi aku bukan? Jadi buat apa aku takut?" senyum Carlotta. "Lagipula, ayah mertua aku kan masih makan nasi, belum makan beling kan?"
Haryo mendelik. "Memang bapakku kuda lumping?"
***
Note
Dalam karyanya yang berjudul "Tuhfat al-Maudud", Ibnu al-Qayyim al-Jauzi juga pernah mengungkapkan: Siapa pun yang mengabaikan pendidikan yang bermanfaat untuk masa depan anak-anaknya, dan membiarkan putra-putrinya tidak mendapatkan pendidikan yang layak, akan menjadi orang tua yang paling merugi.
Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Memahami Hadist, Firman, dan Ciri-ciri Orang Tua Durhaka."
***
Yuhuuuu Up Malam Yaaaaaaaa gaeeesss
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
🌹☕ ❤