Melati, hanya seorang guru honorer di sebuah sekolah elite. Namun, dia harus terjebak dengan seorang Tuan Muda yang ternyata Ayah dari anak didiknya.
Menjadi istri bayaran, bukan salah satu dari cerita yang ingin dia lalui dalam hidupnya. Ketika dia harus menikah dengan pria yang hatinya terkunci untuk sebuah cinta yang baru dan sosok baru setelah kepergian istrinya.
Namun sial, Melati malah jatuh cinta padanya. Bagaimana dia harus berjuang akan cinta yang dia miliki. Dalam pernikahan yang semu, dia harus berjuang membuka kembali hati suaminya yang sudah terkunci rapat. Namun, di saat dia benar-benar ingin berjuang dalam cinta dan pernikahannya ini. Melati, harus menyadari satu hal tentang suaminya.
"Kau tidak akan pernah ada dalam tujuan hidupku. Jadi berhenti berharap lebih!"
Melati hanya bisa diam dengan menatap punggung Zaidan yang pergi menjauh darinya setelah mengucapkan kalimat yang benar-benar menghancurkan harapan rapuh yang sedang dia perjuangkan saat ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Calon Mertua
Melati bersiap dengan pakaian terbaik yang dia punya. Hari ini, dia akan bertemu dengan keluarga calon suaminya. Menatap pantulan dirinya di cermin, Melati beberapa kali menghembuskan nafas kasar. Baiklah, saatnya untuk menunjukan senyum kebahagiaan layaknya calon pengantin yang akan segera menikah. Harus bahagia.
"Bisa Melati, kamu pasti bisa melewatinya"
Suara klakson mobil terdengar, membuat Melati langsung keluar dari kamar. Melihat Ibu dan Adiknya yang menunggu di ruang tengah.
"Kak, itu jemputan kamu?" tanya Ibu.
"Iya Bu, Mel pergi dulu ya. Dek, jaga rumah ya. Mungkin Kakak pulang agak malam, biar bawa kunci cadangan aja"
"Iya Kak"
"Kamu hati-hati ya, Kak" ucap Ibu.
"Iya Bu"
Melati segera keluar rumah setelah berpamitan pada Ibu dan adiknya. Melihat Ares yang sudah menunggunya dengan berdiri di dekat mobil. Melati segera menghampirinya.
"Sudah siap Mel?"
"Iya Kak, siap gak siap, aku mencoba untuk siap"
Ares tersenyum, dia mengelus lembut kepala gadis di depannya ini. Sungguh dia sudah menganggap Melati seperti adiknya sendiri. Semua yang terjadi pada kehidupan Melati, membuat Ares sangat kasihan dan ingin melakukan hal lebih untuk membantunya. Rasa peduli pada seorang teman dan saudara. Tidak lebih.
"Kamu pasti bisa, ingat saja ucapannya. Hanya perlu berperan jika kamu mencintainya"
Melati mengangguk, wajahnya terasa memanas. Sentuhan tangan Ares di kepalanya, benar-benar membuat jantungnya berdebar kencang. Melati mencoba menutupi wajah merahnya dengan menunduk.
"Ayo masuk, kita menjemput Zaidan di Rumahnya"
Melati mengangguk, dia segera masuk dan duduk di kursi penumpang, disamping Ares yang mengemudi. "Em, aku kira dia sudah berada di Rumah orang tuanya"
"Tidak, kalau kalian datang masing-masing, mana percaya Nyonya dan Pak Ketua tentang kalian yang saling mencintai. Masa berangkat saja masing-masing. Meski seharusnya dia yang menjemput kamu"
Melati hanya mengangguk mengerti. Lagian dia lebih baik Ares yang menjemputnya, jadi waktu bersama dengan pria ini bisa lebih lama. Daripada harus dijemput dengan calon suaminya yang begitu menyeramkan baginya.
Mobil terparkir di halaman Rumah mewah ini. Rumah dua lantai dengan gaya eropa minimalis. Nuansa mewah benar-benar Melati rasakan. Melati langsung menunduk saat melihat pria yang keluar dari rumah bersama dengan Ares yang tadi memanggilnya ke dalam rumah.
Zaidan membuka pintu belakang, dan langsung berdecak. "Kau mau menikah denganku atau Ares? Kenapa duduk disana?!"
Suara tegas itu membuat Melati mengerjap kaget, dia menoleh pada Zaidan yang sudah duduk di kursi belakang dengan tatapan yang dingin.
"Em, maaf Tuan, saya pindah sekarang"
Terburu-buru Melati keluar dari mobil, dan kembali masuk ke kursi belakang. Duduk dengan jarak aman. Karena aura pria disampingnya benar-benar mengerikan. Sementara Ares hanya menghembuskan nafas kasar melihat sikap Zaidan itu. Ares segera masuk ke dalam mobilnya dan mulai melajukan mobilnya kembali.
"Tuan jangan terlalu dingin padanya, dia begitu ketakutan. Lagian, jika nanti di depan Nyonya Besar dan Pak Ketua, bagaimana? Kalian harus terlihat romantis"
Ah, sepertinya kau gila Ares. Mana mungkin dia bisa bersikap romantis. Gumamnya dalam hati. Ares melirik dari kaca spion di atasnya, kedua orang yang hanya diam dengan jarak aman. Melati yang menunduk dengan tangan saling bertaut gugup di atas pangkuannya. Sementara Zaidan hanya diam menatap keluar jendela mobil dengan wajah datar. Sungguh, bagaimana bisa mereka berperan sebagai pasangan yang romantis nanti. Ah. Ares jadi pusing sendiri.
"Kau beritahu dia saja, bagaimana harus bersikap. Masalah sikapku, biar aku urus sendiri" ucap Zaidan dingin.
Lagi, Ares hanya menghela nafas dengan sikap Tuannya ini. Jika dia tidak takut di pecat, sudah ingin dia menggeplak kepala Zaidan yang kelewat dingin itu. Bahkan di saat seperti ini saja, tidak bisa di ajak bekerja sama. Baiklah, kamu hanya perlu mengalah Ares. Dan kali ini benar-benar Melati yang harus bekerja lebih ekstra dalam meyakinkan Nyonya Besar dan Pak Ketua. Ares menggerutu kesal dalam hatinya.
"Baiklah Mel, kamu coba panggil Tuan Zaidan dengan panggilan Sayang. Pokoknya harus meyakinkan, jangan memanggilnya Tuan. Dan kalian harus kompak ketika di tanya berapa lama kalian kenal, jawab satu tahun kenal, dan memutuskan untuk berpacaran saat 3 bulan ke belakang sampai hari ini kalian memutuskan untuk menikah. Oke?"
"I-iya Kak" jawab Melati, meski jantungnya berdebar lebih kencang sekarang. Bagaimana dia harus memanggil 'sayang' pada pria mengerikan disampingnya ini.
"Coba lakukan!"
Melati mengerjap kaget, apa yang dimaksud pria disampingnya ini. Apa yang harus dilakukan? Aku benar-benar tidak mengerti. Lama Melati terdiam untuk mencerna ucapan Zaidan barusan. Sampai dia mendengar Zaidan berdecak kesal karena Melati tak kunjung mengeluarkan suaranya.
"Mel, maksud Tuan Zaidan, coba kamu memanggilnya Sayang sekarang. Biar nanti tidak begitu canggung" ucap Ares, menjadi asistennya selama 5 tahun ini, tentu Ares cukup paham dengan semua ucapan Zaidan yang terkadang tidak mau menjabarkan apa yang dia inginkan sebenarnya.
Aduh apa harus sekarang? Aku benar-benar takut. Melati menarik nafas dalam-dalam sebelum mengucapkan kata sakral itu. "Sa-sayang" Baiklah, cukup gugup untuk mengatakannya. Bagaimana ini?
"Cih, kau yakin bisa meyakinkan orang tuaku? Suaramu saja tergagap seperti itu"
"Tuan, Melati masih gugup. Tolong sabar" Ares yang mencoba menenangkan keadaan di belakangnya.
"Maaf" lirih Melati merasa gagal untuk percobaan pertama sebagai istri bayaran Tuan Zaidan. "Sa-saya akan mencobanya lagi"
"Kau harus menatapku saat mengatakan itu" tekan Zaidan.
Melati mengangguk, kembali dia menarik nafas dalam-dalam sebelum menoleh pada Zaidan yang ternyata sudah menatap ke arahnya lebih dulu. Seketika tatapan keduanya bertemu. Melati bisa melihat jelas mata tajam yang begitu dingin itu. Deg ... Jantungnya langsung berdebar kencang.
"Cepat lakukan!"
Tenang Melati, jangan berdebar seperti ini. Kamu pasti bisa. Bergumam dalam hati, meski tangannya sudah bergetar sekarang. "Sa-sayang, em.. Sayang"
Zaidan berdehem pelan, lalu memalingkan wajahnya sendiri saat mendengar Melati memanggilnya sayang dengan menatap matanya. Sial, ada debaran aneh dalam dirinya. Tidak mungkin da gugup 'kan?
"Bagus, kau harus lebih terlihat meyakinkan saat di depan orang tuaku dan anakku"
"Baik Tuan" ucap Melati dengan menundukan wajahnya.
Terdengar Zaidan yang berdecak saat mendengar jawaban Melati barusan. "Biasakan tidak memanggilku Tuan, karena kau akan banyak menemui rekan kerjaku nanti setelah menjadi istri bayaran. Bagaimana jika kau ketahuan hanya istri bayaran"
Lalu aku harus bagaimana? Ya ampun dia selain mengerikan, juga begitu membingungkan. Memanggil namanya? Zaidan, apa seperti itu? Jelas dia akan memenggal kepalaku jika aku berani memanggilnya seperti itu.
"Kamu harus biasakan memanggil Sayang, Mel. Karena jika ada acara Perusahaan atau rekan bisnis, kau pasti mendampinginya sebagai istrinya" jelas Ares.
Melati hanya mengangguk saja. Ah, untuk ada Kak Ares yang menjelaskan semua keinginan dia. Jika tidak, mungkin aku akan segera terkena serangan jantung karena kesal dengan ucapannya yang tidak jelas apa keinginannya.
Mobil telah memasuki halaman sebuah Mansion mewah. Melati mengusap keningnya yang sudah berkeringat. Baiklah, saatnya menunjukan senyum bahagia. Tugas Melati dimulai dari sini sebagai istri bayaran Tuan Zaidan.
Bersambung
Author agak ngelag dikit.. Bab 3 itu salah up.. Baca ulang deh.. Kacau banget nih author, kurang aqua kayaknya.. Hiks..
nextttt thor.....