NovelToon NovelToon
Di Atas Sajadah Merah

Di Atas Sajadah Merah

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:15.4k
Nilai: 5
Nama Author: Maya Melinda Damayanty

Arunika adalah seorang wanita yang memendam cinta dalam diam, membangun istana harapan di atas sajadah merah yang pernah diberikan oleh Raka, pria yang diam-diam memikat hatinya. Setiap sujud dan lantunan doa Arunika selalu tertuju pada Raka, berharap sebuah takdir indah akan menyatukan mereka. Namun, kenyataan menghantamnya bagai palu godam ketika ia mengetahui bahwa Raka telah bertunangan, dan tak lama kemudian, resmi menikah dengan wanita lain, Sandria. Arunika pun dipaksa mengubah 90 derajat arah doa dan harapannya, berusaha keras mengubur perasaan demi menjaga sebuah ikatan suci yang bukan miliknya.
Ketika Arunika tengah berjuang menyembuhkan hatinya, Raka justru muncul kembali. Pria itu terang-terangan mengakui ketidakbahagiaannya dalam pernikahan dan tak henti-hentinya menguntit Arunika, seolah meyakini bahwa sajadah merah yang masih disimpan Arunika adalah bukti perasaannya tak pernah berubah. Arunika dihadapkan pada dilema moral yang hebat: apakah ia akan menyerah pada godaan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 29. Kerja Keras

Suasana perpustakaan siang itu terasa teduh. Sinar matahari yang menembus kaca jendela berwarna buram jatuh lembut ke atas meja-meja kayu. Debu halus tampak berterbangan, menari pelan dalam cahaya. Aroma khas kertas buku yang sudah lama memenuhi udara, bercampur dengan dinginnya AC yang setia berdesis.

Arunika duduk tegak di salah satu meja besar, menumpuk buku-buku referensi di hadapannya. Ada buku tebal tentang manajemen proyek, laporan tahunan perusahaan swasta, hingga majalah bisnis terbaru. Laptopnya sudah terbuka dengan halaman kosong, hanya judul “Draft Proposal Tender” yang baru ia ketik. Di sampingnya, Medi tampak sibuk dengan setumpuk kertas coretan, pensil yang ia pegang berputar-putar gelisah di jarinya.

“Ini gila, Nik,” gumam Medi sambil menunjuk salah satu diagram rumit tentang pembiayaan proyek pembangunan. “Proposal tender ini bukan sekadar laporan kuliah. Kita harus bikin perhitungan kayak perusahaan beneran. Dari RAB, SDM, manajemen risiko, sampai asuransi.”

Arunika menutup sebentar buku yang ia baca, menghela napas panjang. “Aku tahu. Tapi kita nggak punya pilihan. Dosen bilang ini juga tugas tengah semester. Kalau gagal, nilai kita juga terancam.”

Medi menjatuhkan kepalanya ke meja, mendesah panjang. “Masalahnya, kita cuma berdua! Yang lain kan bikin tim berisi lima sampai tujuh orang. Kita ini siapa? Cuma dua mahasiswa biasa yang bukan siapa-siapa.”

Arunika menatapnya dengan senyum samar. Ia menggeser layar ponselnya, membaca pesan singkat dari Purnomo yang baru saja masuk.

“Nak, Ayah kasih kamu kebebasan penuh untuk mengerjakan proposal ini. Anggaplah ini latihan tanggung jawab. Ayah akan jemput kamu kalau sudah selesai mencari referensi atau menulis sebagian. Jangan terburu-buru, tapi juga jangan asal.”

Tatapannya melembut. Ada rasa hangat sekaligus beban yang menekan dadanya. Namun itu beban yang ingin ia pikul dengan penuh kesungguhan.

“Aku akan buktikan, Yah,” gumamnya pelan, lalu menoleh ke Medi. “Med, kita mulai aja dari kerangka besarnya. Aku pegang perencanaan teknis, kamu urus keuangan. Nanti kalau ada bagian yang susah, kita pikirkan bareng.”

Medi menegakkan tubuhnya kembali, mengangguk berat hati. “Baiklah. Tapi jangan kaget kalau aku tiba-tiba menjerit karena angka-angka ini bikin kepalaku meledak.”

Arunika terkekeh kecil, lalu mulai mengetik. Medi membuka buku catatannya, membacakan angka-angka dari contoh proyek bendungan di Jawa Barat.

“Kalau biaya konstruksi utama bisa sampai dua ratus miliar, bagaimana kita simulasi biayanya kalau tendernya lebih kecil?” tanya Medi.

Arunika mengetik sambil berpikir. “Kita pakai metode estimasi parsial. Kita nggak perlu detail seperti perusahaan beneran, tapi minimal simulasi itu masuk akal.”

Medi mendengus, lalu kembali sibuk menulis.

Suasana perpustakaan hening. Sesekali bunyi ketikan laptop Arunika terdengar cepat, lalu melambat ketika ia berhenti berpikir. Medi kadang membolak-balik halaman dengan kasar, kadang menghela napas panjang.

Beberapa mahasiswa lain melirik mereka, heran melihat dua orang yang tampak begitu serius di antara tumpukan buku.

Tiba-tiba, suara langkah pelan terdengar mendekat. Medi yang sedang menunduk tak memperhatikan, tapi Arunika yang baru saja mengangkat wajah terkejut melihat sosok itu.

“Raka…?” suaranya lirih.

Pemuda itu berdiri dengan senyum tipis, menaruh sebuah kantong kertas di atas meja. “Aku lewat tadi, lihat kalian serius banget. Takutnya lupa makan.”

Arunika melongo sesaat. Jantungnya berdetak lebih cepat. “Ini… apa?”

“Cemilan. Roti isi dan jus buah.” Raka mengedipkan mata ringan. “Nggak banyak, tapi semoga cukup bikin kalian kuat sampai sore.”

Medi yang baru sadar langsung menyeringai. “Wah, makasih, Ka! Kau tahu aja otakku sudah setengah gosong gara-gara angka-angka ini.”

Arunika hanya bisa menunduk, merasakan pipinya memanas. Tangannya ragu menyentuh kantong kertas itu.

“Aku nggak bisa lama,” lanjut Raka cepat. “Kelasku juga lagi bikin proyek. Cuma mampir sebentar.” Ia menatap Arunika lebih lama, seolah ingin mengatakan sesuatu lagi, tapi urung.

“Semangat ya, Run. Kamu pasti bisa,” katanya akhirnya, sebelum berbalik pergi.

Langkahnya meninggalkan perpustakaan, menyisakan keheningan canggung. Medi menatap Arunika dengan senyum penuh arti.

“Aku bilang apa? Dia itu jelas-jelas peduli sama kamu.”

Arunika cepat-cepat membuka kantong kertas, berpura-pura sibuk. “Udahlah, Med. Kita fokus dulu.”

“Fokus? Kamu itu sekarang malah lebih merah dari tomat!” goda Medi.

Arunika mendesah, menekankan jemarinya ke keyboard. “Kalau kamu masih godain aku, aku bikin kamu yang nulis semua ini.”

Medi langsung diam, pura-pura menutup mulut.

Mereka pun melanjutkan pekerjaan. Roti dan jus yang dibawa Raka jadi penyelamat siang itu. Arunika mencatat poin-poin penting tentang manajemen risiko, sementara Medi menyusun tabel sederhana perkiraan biaya. Waktu berjalan tanpa terasa.

Sore mulai datang, cahaya matahari bergeser. Perpustakaan semakin lengang, banyak mahasiswa berkemas pulang. Namun Arunika dan Medi masih bertahan, meski wajah mereka sudah lelah.

“Kayaknya kerangka besarnya udah jadi,” kata Arunika sambil menutup laptop. “Besok kita bisa lanjut detail perhitungan.”

Medi meregangkan badan. “Syukurlah! Kalau lebih lama lagi, mungkin aku sudah mimpi angka-angka melayang-layang.”

Arunika tersenyum. Ia mengecek ponselnya. Ada pesan baru dari Purnomo. “Ayah sudah sampai di parkiran. Kamu siap?”

Ia mengemasi buku dan laptop, lalu berdiri. “Med, aku duluan ya. Ayah udah nunggu.”

“Oke, Nik. Hati-hati. Besok kita lanjut perang lagi.”

Arunika keluar dari perpustakaan. Udara sore menyambutnya, lebih hangat dibandingkan dinginnya ruangan tadi. Di parkiran, ia melihat mobil ayahnya sudah menunggu.

Purnomo membuka kaca jendela, tersenyum tipis. “Sudah selesai?”

Arunika mengangguk. “Baru sebagian, Yah. Tapi aku belajar banyak hari ini!”

“Bagus.” Purnomo menepuk kursi di sampingnya. “Ayo pulang. Ayah percaya kamu bisa selesaikan ini dengan baik!”

Arunika masuk ke mobil, menatap ke luar jendela saat kendaraan itu melaju. Di hatinya, ada perasaan campur aduk: lelah, tapi juga penuh semangat.

Ia menggenggam tasnya erat-erat.

'Aku akan buktikan, Yah. Aku akan jaga kepercayaanmu!' tekadnya dalam hati.

Di kejauhan, sinar matahari sore perlahan tenggelam, menutup hari itu dengan janji bahwa perjuangan baru saja dimulai.

Bersambung

Orang tua itu bebannya berat Arunika. Jadi genggam erat kepercayaan ayahmu ya.

Next?

1
Eni Istiarsi
Rakanya masih dilaminating dan ditaruh ditumpukan paling bawah 🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
tiba-tiba raka datang sambil mengandeng tangan istrinya yg sedang hamil. 🧐🤔
Cindy
lanjut kak
Deyuni12
Rakaaaa
yuhuuu
kamu d manaaaaa
Aru rindu niiiih
kamu jahara ikh
😄😄✌️
Eni Istiarsi
oh ini yang manusia payung itu,Bagas😄
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
bagas itu yang pernah nolongin arunika waktu di bully saat SMA ya?
Cindy
lanjut kak
Deyuni12
waaaah
Arunika n Media hebat!!!
selamat y buat xan berdua n tetap semangat
Deyuni12
othor jahat,d bungkus d mana sh si Raka ini,bikin Aru jadi rindu meranaaaa
Roh Hayani
Kecewa
nurry
kemana Raka 🤔
Anita Barus: rindu yg terpendam arunika .Raka seperti di telan bumi .tiada kabar beritanya kasian Arunika .
total 1 replies
Cindy
lanjut kak
Eni Istiarsi
sabar ya semuaaa... Rakanya masih diumpetin othor 😄
◌ᷟ⑅⃝ͩ●⍣క🎸BuNdAιиɑ͜͡✦●⑅⃝ᷟ◌ͩ
semangat runi.
Deyuni12
di manakah Raka?
apakah itu awal dari cinta yg mulai bersemi d hati Aru tidak tersampaikan,n tidak bersatu sama Raka,,hm
Deyuni12
waaaah
kalo aku pribadi punya sh Genk waktu itu sekitar 7 orang,temen SMK..
awal awal sh masih keep in touch tapi ternyata kesibukan masing masing yg membuat jarak semakin jauh,lalu aku juga punya sahabat 1,tapi Alhamdulillah juga mungkin d karenakan beliau lebih dr aku,pelan tapi pasti beliau yg menjauh,karena mungkin aku bukan level nya lagi 😊,jadi sekarang sudah tidak berkomunikasi sama siapapun temen d Genk tsb,husnudzon saja lah,n semoga mereka semua baik baik saja n panjang umurnya..
Aamiin y Alloh
Deyuni12
semangat medi,semangat Aru
Deyuni12
gak akan terpengaruh,toh dr awal juga dia kaya gak suka gtu sama Aru
Deyuni12
bravo buat Aru,ternyata bisa juga dirimu speakup lantang ,tidak hanya untuk diri sendiri,tapi untuk teman teman yg lain juga..
semangat aru
nurry
sedih kalau Raka hilang 😢
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!