Kerap kali persahabatkan akan menumbuhkan ras cinta, terlebih jika persahabatan antara laki - laki dan perempuan.
Seperti yang aku alami, aku dan Arjuna sudah bersahabat sejak lama tepatnya sejak SMP. Usiaku memang lebih muda dua tahun darinya. Tapi karena keenceran otakku aku bisa tinggat dengannya.
Dan ini kisahku dengan sahabatku Arjuna, yang terpaksa menikah karena suatu alasan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon putri sulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kenyataan.
Sore itu mama mengajakku berbelanja. Aku menggrenyit, meneliti daftar belanja yang banyak banget itu. Buat stok berapa bulan ini? Ini mah setahun juga gak akan habis.
" Ma, ini beneran daftar belanjanya? Buanyak banget?" tanyaku melebih - lebihkan.
Aku melihat mama tengah asik dengan ponselnya duduk didalam mobil yang ku kemudikan, tepat disebelahku.
" Sebulan itu gak lama, sayang. Pernikahan Gina sama Aby kan diadakan dirumah. Apalagi keluarga yang dari puncak pasti nginepnya dirumah. Jadi harus siap jauh - jauh hari." jawab mama tanpa menoleh.
Aku menganguk.
" Menurut kamu, gimana tentang resepsi.?" tanya mama menoleh kearahku, membuat tatapan kami saling bertautan beberapa detik
Aku mengulum senyum, kembali menatap kedepan.
" Perempuan mana yang gak mau jadi ratu sehari ma!" Pengantin tersenyum bahagia, duduk berdua dipelaminan. Ah... Gina sungguh beruntung merasakan semua itu nanti. Apalagi menikah dengan orang yang dicintai dan mencintainya.
Akhirnya sampai juga dipusat perbelanjaan yang sangat besar dikota ini. Setelah memarkirkan mobil dengan sempurna, aku dan mama masuk kedalam gedung besar bertingkat lima itu.
Aku mengambil troli belanja, dilanjutkan berjalan mendorong mencari kebutuhan pribadi. Sementara Mama Shinta dan mbak Siti, mengambil barang - barang yang telah didaftar mama tadi.
Sampai dirak pembalut, aku mengambil satu pak besar pembalut. Lalu memasukkan kedalam troli belanja.
" Farhana, kan?" suara menyapa dari seseorang disebelah, membuat aku menoleh. Perempuan cantik, berambut lurus diikat satu. Memakai pakaian ketat dan seksi, serta menjinjing keranjang belanja. Lisa.
" Cincinya manis kan?" katanya menyindir, aku yakin hanya sekedar basa - basi.
" Sayangnya selera kita gak sama, mbak.!" kataku tegas. Bukan gak suka dengan cincinya, tapi aku benci dia yang memilih.
" Ku rasa.... masalah pria. Selera kita sama.!" Dia tersenyum manis, seolah merasa tak berdosa mengatakan itu.
" Heeh, laki - laki diluar sana, banyak banget mbak. Cari yang lajang bukan suami orang. Mbak itu cantik, gak malu dicap pelakor.?" kataku pelan, namun tegas. Tapi, dia tersenyum remeh.
" Pembalut, ?" Lisa mengerutkan kening saat melirik isi keranjangku.
" Nggak program,? Aku punya anak aja, bisa pisah lho. Apalagi yang belum punya anak. Bisa jadi hari ini istri orang, besok - besok lajang, yaa kan?" Dia berkata santai, mata bulatnya menatapku tajam. Lalu tersenyum, sebelum berjalan menuju rak yang berjejer cemilan.
Astagfirullah, perempuan ini kurang asem. Sabar Farhana, sabar! Ini tempat umum, jangan meledak. Aku menarik nafas panjang, membuangnya perlahan, mencoba mengontrol emosi.
" Yakin, Arjunanya mau sama situ.? Liat mbak mengumbar aurat didepan dia aja, Arjuna lebih memilih pulang nyari aku istrinya.! Kita gak selevel yaa, mbak. Aurat mbak aja diumbar gitu banyak dilihat laki - laki. Mana mungkin laki - laki baik kayak Arjuna mau sama situ. Yang namanya laki - laki baik pasti bakalan pilih perempuan baik - baik juga, kan?" kataku tetap tenang.
Aku melihat wajahnya seketika merah padam dan rahangnya mengeras menahan amarah. Aku tersenyum melenggang meninggalkan wanita itu. Akan menghabiskan energi saja kalau aku harus meladeninya.
Setelah selesai mencari kebutuhan pribadi, aku melanjutkan mencari gamis dan baju yang nanti akan aku hadiahkan untuk Gina dan Aby.
Namun, saat melihat -lihat deretan baju - baju muslim yang syar'i aku kepincut untuk membeli beberapa stell cauple baju gamis dan koko disana. Aku tersenyum membayangkan aku dan Arjuna memakainya, pasti serasi.
Selesai dengan kegiatanku sendiri, aku menghampiri mama dan mbak Siti yang ternyata sudah menunggu dilobi dengan dua buah troli yang penuh dengan belanjaan. Aku terkekeh sendiri melihatnya. Mau jualan sembako atau buka restoran sih simama ini.
*****
Capek juga berbelanja, dari siang hingga hampir petang. Dijalan mama memintaku untuk mampir membeli makanan disalah satu restoran. Aku turun dan masuk kedalam restoran, sementara mama dan mbak Siti memilih untuk didalam mobil.
Sambil menanti pesananku disiapkan aku duduk disalah satu bangku disana. Tiba - tiba telinga mendengar suara laki - laki yang tak asing.
Arjuna.
Dia duduk berhadapan dengan seorang perempuan cantik. Puspa... nama perempuan itu. Aku kenal dengannya, kata Arjuna dulu Puspa adalah anak sahabat mama yang sempat ingin dijodohkan dengannya.
Arjuna tengah asik mengobrol dengan Puspa. Saat ingin menghampirinya aku mendengar kata - kata Arjuna yang menyakitkan hati.
" Kenapa kamu gak milih aku aja sih, Jun waktu itu.?" tanya Puspa.
" Kamu kan gak datang waktu itu, kalau aja kamu datang pasti aku akan memilih kamu.!" jawab Arjuna dengan santai lalu tertawa pelan.
Ingin rasanya aku menangis saat itu tapi aku tahan. Lalu aku berbalik dan mencari kamar mandi.
Sakit mendengarnya, Yaa Allah sebegitu sakitkah balasan pengorbanan dan keikhlasanku selama ini.
Setelah membasuh wajah agar tak terlihat menangis, aku kembali kemeja kasir. Dan makanan yang aku pesan sudah siap. Aku juga melihat, Arjuna tak lagi disana. Mungkin sudah pergi.
****
Diperjalanan pulang pun, aku diam tak bersuara. Hingga sampai dirumah, sesak didada masih terasa nyeri.
Saat masuk kedalam rumah, tampak papa dan ketiga anaknya ( Arjuna, Gina dan Bayu ) duduk disofa ruang keluarga.
" Ngapain lagi ada resepsi sih, Pa? Akad nikah waktu itu aja, terjadi nggak ada yang mengharapkan. Sama aja kayak membuka luka lama yang belum kering.!" kata Arjuna penuh penekanan.
Aku terpaku lagi tercengang mendengarnya, kenyataan yang berhasil menyayat hati, pedih. Sepertinya hanya aku yang terlalu berharap. Sedang Arjuna tidak.
" Paling nggak buat Farhana. Menghargai dia!" kata papa.
" Arjuna nggak bisa, pa!"
Setetes air mata meluncur, membasahi pipi. Cepat, aku menghapus dengan punggung tangan. Lalu berjalan cepat melewati mereka semua, yang sepertinya juga terkejut dengan kedatangan ku.
Saat masuk kamar, aku meletakkan semua belanjaan diatas kasur. Dilanjutkan berjalan kekamar mandi setelah mengambil baju ganti dari almari. Aku mengunci kamar mandi, menyalakan shower. Mencoba melepas sesak didada bersama air yang mengucur desar membasahi diri. Seketika terngiang kata - kata Lisa tadi.
....Aku aja yang punya anak aja, bisa pisah lho. Apalagi yang belum punya anak. Bisa jadi hari ini istri orang, besok - besok lajang, ya kan?
Kenyataannya cinta ku hanya sepihak tak terbalas. Ah.... bukannya kata Umi harus perbaiki niat. Menikah karena Allah, bukan karena mengharap cinta dibalas manusia. Aku pasrah jika semua harus berakhir. Namun, tetap saja rasanya sangat menyakitkan hati.
Terima kasih sudah mampir,
Semoga suka.