Menapaki Jejak di Madyapada yang penuh cerita yang tak terduga, sesosok Rehan dengan beribu harap dalam benak dan Sejuta mimpi dalam sepi, meniti asa pada cahaya senja, menitip doa pada Sang Penguasa Semesta.
Berharap bisa bersanding dengan Rena perempuan anggun berparas rupawan dan berdarah Ningrat yang baik hati, seutas senyum ramah selalu menghiasi wajahnya, namun dalam riangnya tersimpang selaksa pilu yang membiru.
Akankah cinta dua insan itu bersatu dalam restu keluarga Rena? ataukah cinta mereka akan tenggelam layaknya Cahaya lembayung yang tertelan oleh gelapnya malam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon vheindie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ada Rasa Yang Harus Dijaga
Pertarungan yang paling sulit adalah ketika seseorang melawan perasaannya sendiri, karena ketika ia hendak terus terang ia takut malah menyakiti perasaan yang telah ia jaga, karena perasaan mudah sekali rapuh dan berubah, maka sebagian insan lebih memilih untuk mengabaikannya, hingga benak itu melupa dengan menguap diantara tawa.
.
.
.
Hampir membutuhkan satu minggu untuk Rehan sembuh kembali, dan pada hari ke tiga dia di ijinkan pulang dari ruangan inap Puskesmas oleh dokter jaga dan untuk perawatan lanjutan ketika di rumah dengan cepat Rena mengajukan diri pada Bidan Umi Suryani selaku kepala Bidan Puskesmas, dan dengan penuh pengertian sang bidan senior itu mengijinkannya, lagi pula Rena memang bertugas di kampung Padasuka jadi itu akan lebih memudahkannya.
Tatapan lekat terarah pada Rehan, ada perasaan risih sekaligus nyaman datang secara bersamaan, risih karena takut Rena menanyakan siapa yang mengeroyoknya, sebab Rehan memang dari kecil tidak pandai bertutur kata dusta, Nyaman, siapa juga yang tidak nyaman ketika diperhatikan oleh orang yang disuka apalagi hanya dengan jarak serenggang satu tangan saja.
"Jangan natap terus nanti tambah sayang lagi," goda Rehan pada gadis di depannya itu.
"Biarin, siapa suruh bikin aku sayang dan jatuh hati terus, dikala aku tak jemu memandangmu, malah kau bahkan bikin aku khawatir segala," timpal Rena sambil menyuapi bubur ransum, ini adalah hari kedua Rena menjenguk sambil mengecek keadaan pasien sekaligus kekasihnya tersebut.
"Wah ini mah bakal lama sembuhnya atuh euy," seru seseorang yang baru saja datang bersama kedua temannya yang mengikuti dari belakang, membuat Rehan membatalkan apa yang akan diucapkannya pada Rena, dia hanya bisa menggerutu dalam hati kenapa tiga sekawan ini datang pada saat yang tidak tepat alamat bikin gaduh, begitulah apa yang tersirat dari raut wajahnya itu.
"Kok, bisa gitu," seru Akbar memasang tampang sok polosnya.
"Ya bisalah, kan kan kan biar bisa diayang-ayang terus sama ayang, hahaha," timpal Rijal yang langsung tertawa lepas.
"Wah, kalau gitu mah bisa-bisa didemo sama anak-anak balita dan ibu hamil, karena Bu Bidan mereka di monopoli oleh si bujang ini nih, ckckck, sungguh terlalu salim," ucap Akbar kembali melontarkan candaannya bahkan menirukan gaya bicara aktor yang lagi booming saat itu, sementara Rena hanya senyum-senyum sendiri dengan muka yang mulai memerah mendengar candaan dari kawan-kawannya Rehan.
"Ish... Bisa aja kalian ini, orang Bu bidan memang tugasnya kan merawat pasien," ucap Sok serius Azis.
"Biar ayangnya cepet cehat, iyakan ayang mbeb hehe..." timpalnya lagi sambil bergaya genit.
"Ah kalau begini tambah parah nih sakit, kalau di kunjungi para dedemit rawa kayak gini," ucap sebal Rehan tapi itu membuat Rena tertawa geli karena ucapannya barusan, yang memang dari tadi hanya senyum-senyum mendengar olokan dari teman-temannya Rehan.
"Hei lur, sebenarnya kamu itu punya masalah dengan siapa sih sampai dikeroyok sama empat orang tidak dikenal, apa harus kita cari tuh orang-orang biar kita balas mereka," ucap serius Rijal yang masih kesal, karena baru mendengar kejadian tersebut setelah dia pulang dari mengantarkan keluarga Maryati ke daerah karawang untuk mengunjungi sanak saudaranya disana, sekaligus membicarakan rencana syukuran pernikahan mereka bulan depan nanti.
Perkataan dari Rijal membuat semua mata mengarah padanya, termasuk Rena yang juga penasaran siapa yang melakukan hal tersebut.
"Ah sudahlah jangan dibahas hal yang sudah lalu mah, lagi pula sepertinya mereka bukan orang dari daerah kita, jadi biarkan sajalah toh yang berbuat jahat pada akhirnya akan menemui balasannya sendiri atas seluruh hal yang mereka lakukan, karena hanya mereka yang akan menanggung balas di penghujung hari, bukankah Tuhan itu maha adil? jadi lebih baik kita lupakan hal yang sudah berlalu dan teruslah menuai hal baik, karena tidak ada hiasan keindahan sama sekali dalam hal kejahatan dan balas dendam," ucap Rehan mantap, membuat semua yang ada disekitarnya seketika terdiam, andai mereka berada di bangku teater mungkin mereka akan langsung bertepuk tangan karena mendengar tutur kata bijak dari pemuda Padasuka satu ini.
"Hmmzz... Baiklah kalau itu keputusan kau, memang susah kalau ngobrok sama murid Mario Teguh mah, kalau begitu lekas sembuh kawan dah kangen aku nyanyi bareng kau di pos ronda sana," ucap Rijal mengalah dengan keputasan teman dekatnya itu.
Tepat pada pukul delapan pagi, Rena pamit undur diri untuk pergi ke Posyandu yang ada di depan gang kampung ini, karena sudah waktunya dia melaksanakan tugas yang dia emban sejak menjadi bidan desa yang hampir sudah satu tahun ini.
Beberapa jam kemudian giliran trio perusuh itu pamit pulang, untuk melakukan aktifitas masing-masing dan Kini tinggal Rehan sendiri yang berada di teras rumah sambil duduk menyender di kursi yang terbuat dari anyaman bambu, sementara uminya tengah pergi mengantarkan pesanan pada tetangga, dia masih teringang-ingang dengan ucapan orang yang mengeroyoknya waktu itu, yaitu menyuruhnya untuk menjauhi Rena, meski begitu dia tidak ingin menceritakan pada teman-temannya, apalagi pada Rena, karena takut membebani pikiran gadis tersebut.
"Wahai Dzat yang memudahkan segala kesulitan, bila ia jodohku mudahkanlah hubungan diantar kami, rukunkan hati kami dan keluarga kami, tunjukanlah jalan keselamatan di dunia dan akhirat untuk kami, Aamin..." Gumam lirih Rehan, dia pun beranjak bangkit dari kursinya dan berjalan ke dalam rumah meski masih agak patah-patah, dia hendak melaksana sholat Dhuha agar hatinya menjadi lebih tenang.
***
HAI HAI Reader yang budiman, terimakasih sudah menyempatkan membaca karya saya dan jangan lupa like serta komennya.
Salam Sejahtera dan semoga sehat selalu.
haloo kak aku nyicil bacanya yaa
jangan lupa mampir di karya terbaruku 'save you'
thankyouuu ❤
sukses selalu buat kakak 🤗🤗