AKU DICULIK CEO TAMPAN

Disebuah ruangan musik, Erick sedang memperhatikan Hanum dari jauh. Anak itu sedang berlatih piano dengan mentor nya.

Dengan sangat percaya diri dan penuh bakat alami, Hanum memang layak ikut serta dalam perlombaan piano kancah internasional.

Sudah setahun lama nya dia mempersiapkan latihan ini dengan keras. Namun ada yang berbeda kali ini, dia tidak bisa berlatih dengan ibu nya.

Walaupun ini musik klasik, anak kecil itu mampu menghayati dan mendalami dengan sangat baik.

Hingga nada berkahir, Erick masih memperhatikan anak itu diam diam.

Mentor dengan bangga bertepuk tangan. Dia yakin bahwa anak didiknya mampu menjadi juara di usia yang masih belia.

"Hebat Hanum, ibu bangga sama kamu," ucap mentor dengan sangat tulus.

"Makasih Miss. Naura," balas Hanum sambil memeluk mentor nya.

Sebuah momentum indah ini tiba tiba pecah oleh sebuah tepuk tangan dari Erick.

Hanum menoleh sumber suara itu, dia sangat senang jika pria di hadapannya adalah Erick.

Hanum dan Erick diam diam sudah menjalin hubungan sangat akrab. Erick tentu ingin mengambil hati anak dari wanita yang sangat ia cintai.

Dengan cepat Hanum berlari menghampiri Erick, anak itu melompat ke pelukan Erick.

Sambil di gendong, Erick mengelus rambut Hanum yang indah.

"Udah bangus banget main piano ko muka nya malah murung banget," tanya Erick.

"Hanum kangen bunda. Ko bunda belum pulang juga ya," jawab lesu anak itu.

Erick tidak bisa menjawab nya, karena dia adalah pelaku utama dari kesedihan anak itu.

"Mau paman belikan es krim?" bujuk Erick agar Hanum segera melupakan kesedihan karena Dira.

Hanum mengangguk senang. Tiba tiba Hanum berteriak dengan tatapan lurus kedepan.

"Ayaaaaaahhhh..." teriak Hanum girang, dia lalu turun dari pangkuan Erick dan langsung melesat pergi menuju ayah nya.

Dari jauh mereka saling menumpahkan pandangan satu sama lain. Erick melihat Hary dengan tampilan yang sangat persis dengan nya.

Hary memakai jas Navy dan kemeja biru muda. Bahkan corak dasi hampir sama persis.

Begitu juga dengan Hary, dia terkejut jika pria kaya raya itu bisa mempunyai style yang sama.

Mereka berdua saling menghampiri dan menunjukan sikap layaknya pria sejati.

"Tuan muda, sungguh ini kejutan bisa bertemu dengan mu di tempat ini," ucap Hary dengan perasaan yang menggebu.

"Aku pemilik gedung ini, jadi setiap bulan aku selalu ada urusan disini," balas Erick dengan melemparkan senyuman.

"Aahhh, harusnya aku tahu betapa kaya nya dirimu ini hahahahaha," sambung Hary dengan gaya santai nya.

Hanum anak kecil itu pun memperhatikan bagaimana kedua pria itu sedang memiliki sebuah kesamaan. Bahkan mereka tampak seperti adik dan kakak kembar siam.

"Ayah sama paman Erick ko bisa pakai baju samaan. Emang kalian janjian ya," tanya Hanum polos.

Spontan mendengar itu Hary hanya bisa tertawa.

"Ini cuman kebetulan aja nak, tapi ayah gak kalah keren kan sama paman Erick?" tanya Hary untuk anak perempuannya.

"Pak Hary sangat cocok dengan style seperti itu, lebih terlihat muda dan berkarisma," balas Erick dengan sebuah perasaan yang palsu.

"Memang selera isteri ku hebat, aku bahkan selalu ingat bagaimana dia sangat menyukai warna Navy seperti ini," jawab Erick dengan wajah sedih karena harus menyinggung isteri nya.

"Jadi ini adalah pilihan isteri mu?" tanya Erick dengan rasa cemburu.

"Tentu, aku bahkan selalu mengingatnya," balas Hary.

Erick berusaha keras menutupi rasa kecewa dan cemburu yang terus bergejolak. Dia terus saja memasang wajah senyum palsu di hadapan Hary.

****

Disebuah ruang tamu dengan nuansa penuh kesederhanaan. Erick duduk sebagai tamu yang membuat semua orang panik akan kedatanganya.

Rumah tipe 70 bergaya barat dan furnitur yang masih di bawah standar. Erick nampak sangat teliti melihat segala isi setiap sudut rumah.

Apalagi ketika dia menilik sebuah foto keluarga besar, disana ada Dira, Hary dan Hanum sedang berpelukan. Hati nya tiba tiba jengkel melihat keharmonisan sebuah rumah tangga.

Ini adalah pertama kali nya dia bisa hadir secara resmi masuk kedalam rumah Dira. Saat pertemuan nya dengan Hary di ruang musik, dia mendapatkan undangan untuk makan malam bersama.

Sebuah momen langka untuk hidup Erick bisa menghabiskan waktu bersama orang lain di sela kesibukannya sebagai CEO.

Si sana dia melihat Laras dan Hary masih kompak menyiapkan makan malam di dapur. sedangkan Hanum sibuk dengan pekerjaan sekolahnya.

Dengan langkah yang terburu buru, Laras menghampiri Erick seorang diri. Dia sedang menawarkan teh hangat dan beberapa cemilan untuk nya.

"Tuah muda, maaf ya makan malam nya masih belum siap. Ini selagi nunggu, ngeteh dulu," ujar Laras dengan semangat gempita.

Erick mengangguk, dia lalu mencoba minum secangkir teh celup murahan yang selalu di jual di minimarket.

"Makasih ya bu," balas Erick dengan sopan.

Hanum sudah selesai dengan pekerjaannya, lalu dia segera menemui Erick.

"Paman mau gak lihat kamar Hanum, tante bolehkan?" tanya Dira yang harus meminta izin kepada orang lain.

"Oh tentu sayang, sana kamu anterin paman Erick," balas Laras dengan penuh pencitraan.

Erick tentu setuju, karena ini adalah kesempatan lain untuk melihat lebih dalam kehidupan Dira selama ini.

Hanum menggenggam tangan kanan Erick, ditarik nya dia ke dalam kamar.

Kamar Hanum ternyata cukup berantakan. Baju masih ada yang berserakan, buku dan krayon berjatuhan dan kasur yang masih belum rapih.

Namun Erick tidak peduli, baginya ini adalah hal yang wajar ketika seorang anak kecil sudah lama di tinggal ibu nya.

Erick lalu melihat jajaran piala dari lomba kejuaraan piano. Beberapa sertifikat kemenangan yang sangat berharga.

Di sanalah Erick sadar, jika Dira adalah ibu yang sangat supportif mendidik Hanum sejak kecil.

"Paman mau lihat gak koleksi gambar Hanum," tanya Hanum dengan sangat ceria.

"Tentu," balas Erick dengan senyum.

Hanum lalu memberikan sebuah buku gambar besar. Di sana Erick banyak sekali melihat gambar gambar manusia. Hingga lembaran terkahir, ada gambar 3 manusia warna warni sedang berjejer di sebuah taman.

"Ini siapa Hanum?" tanya Erick penasaran.

Hanum lalu menjelaskan siapa mereka bertiga secara rinci.

"Yang paling tinggi itu ayah, kalau yang kecil pakai baju merah itu Hanum."

"Oh paman Erick tahu, kalau yang di samping Hanum pakai rok kuning itu bunda Dira kan? tanya Erick.

Hanya saja kali ini tidak seperti yang di bayangkan. Hanum menggelengkan kepala.

"Itu tante Laras, kemarin kami bertiga habis main di taman sambil main layangan. Itu asiiiik banget loh paman," balas Hanum dengan sebuah perasaan yang sangat suci.

Mendengar penjelasan anak SD, Erick hanya bisa diam seribu bahasa. Dia tidak bisa merasakan apapun di hati nya. Erick tidak tahu apa dia harus sedih atau senang.

Lalu mereka beranjak keluar dari kamar kecil itu. Tidak sengaja Erick melihat sebuah ruangan di pojok, sepertinya itu adalah kamar yang besar.

"Itu kamar siapa Hanum?"

"Oh itu kamar bunda sama ayah, yu kita masuk."

Tiba tiba Hanum menarik paksa Erick, dia menyeret pria itu masuk kedalam kamar yang sangat sensitif.

Saat membuka pintu kamar, yang dia lihat pertama adalah ranjang yang besar. Ranjang yang begitu terlihat sangat panas.

Hati nya semakin dibakar api cemburu. Erick sangat benci melihat ranjang itu. Dia tiba tiba harus membayangkan bagaimana Hary dan Dira sedang memandu cinta.

Dengan perasaan gundah, Erick lalu menutup pintu itu. Matanya sudah tidak tahan terus menatap ranjang. Dia tidak ingin masuk lebih jauh kedalam kamar sang rival dan isterinya yang sudah mati.