Selain wajah cantik nya tidak ada lagi yang tersisa dari nya kecuali kepolosan.
Mia diperlakukan tidak baik, dan harus menjadi tumbal keserakahan keluarga Ayahnya.
Balas Budi! Kau harus membalas Budi !
Itulah alasan yang tepat untuk seorang Mia.
Pernikahan nya dengan pria cacat itu menjadi belenggu kuat yang merantai hidupnya, hingga Mia tidak bisa lari dan berpaling, serta menjadi awal perjuangan Mia yang pelan pelan merubah Takdir nya!
Sekretaris Ang, Pria yang selalu ada di samping Tuan Mudanya.
Menikahi gadis dibawah umur dan mengulangi kesalahan Ayahnya, membuatnya harus dihantui ketakutan siang malam memikirkan kesalahannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Any Anthika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"Kau berhutang padaku!"
"Kenapa? Kaget?" Garra menatap tajam, mengibaskan tangan Abraham. Lalu menghampiri Mia , segera membantu Mia berdiri.
"Mia.. kau tidak apa apa?"
Mia menggeleng. "Tuan Muda, anda.?" tanya Mia. Saat ini , Mia bukan berpura pura kaget seperti keadaan Abraham dan Sintia yang benar benar kaget. Tapi Mia ingin bertanya kenapa Garra menunjukkan secepat ini pada mereka jika dia sudah sembuh.
"Kenapa Mia? Kau kaget aku bangun? Kau kaget aku sudah sembuh?" tanya Garra tanpa mempedulikan dua orang yang sudah mati rasa di depan nya itu.
"Iya.. Iya tuan muda. Saya kaget. Saya terkejut." Mia, baru berpura pura.
"Kalau aku tidak bangun, siapa yang akan melindungi istri pilihan ku ini? Siapa yang akan menghukum kedua biawak itu?" Garra menunjuk dengan kasar kearah mereka.
"Garra, kau.. bagaimana mungkin.?" Sintia mengucap tanpa sadar.
Sementara Abraham, segera menyadari itu dan tau apa yang harus ia perbuat saat ini.
"Garra, maafkan Paman. Yang tadi itu hanya kesalahan paham. Paman hanya bermaksud ingin menjaga surat penting milik mu itu. Tapi karena gadis itu membantah, jadi paman emosi. Maafkan Paman Garra. Sungguh paman tidak sengaja berbuat kasar." ucap Abraham, berharap agar Garra akan mempercayainya.
"Benarkah?" Garra tersenyum ke arah paman nya.
"Benar Garra. Tapi, bagaimana bisa kamu sudah sembuh seperti sedia kala?" tanya Abraham , tersenyum untuk berpura pura senang melihat kesembuhan Garra.
"Kenapa? Kalian Heran melihat aku tidak mati dengan racun timbal yang setiap hari kalian hidangkan untuk ku?" ucapan Garra sontak membuat jangtung mereka kembali berdebar kencang, tubuh kedua orang itu gemetaran hebat. Keringat dingin sudah mengucur di tubuh keduanya.
Mereka tidak menyangka, jika Garra sudah tau tentang makanan yang terus di antar Anton.
"Garra, apa maksud mu? Racun timbal? Paman tidak mengerti. Sungguh?"
"Oh ya, tidak mengerti? Benar tidak mengerti.?" Garra tergelak.
"Mia, coba jelaskan pada mereka apa yang kau temukan di makanan yang setiap hari di antar orang suruhan nya untuk ku." ucap Garra pada Mia dengan manisnya.
Mia mendongak, menatap Garra. Lalu menoleh pada mereka.
"Tuan Abraham. Nyonya Sintia. Sebelum nya maafkan saya. Tapi berhubung Tuan muda sudah berdiri disini dan sembuh. Saya harus mengatakan fakta yang saya ketahui." Mia menarik nafas dan memulai kembali.
"Sejak pertama kali saya masuk ke kamar tuan muda Garra dan mengurus nya, saya menemukan kerusakan pada sistem saraf tuan muda dengan jumlah banyak. Lalu saya memeriksa penyebab nya. Dan penyebab nya adalah, tuan muda terpapar racun dengan jangka panjang. Setelah itu, saya menyelidiki dari mana asal racun itu. Dan saya menemukan fakta, jika racun itu berasal dari serbuk timbal yang seperti nya sengaja di masukan Seseorang pada makanan tuan muda Garra." penjelasan Mia kali ini sangat membuat mereka semakin tercengang dan gemetar.
"Bagaimana mungkin? Kami sama sekali tidak mengetahui masalah itu." kilah Abraham.
"Yang memasak hidangan untuk mu adalah Bu Asri. Berarti , Bu asri perlu di tanyai." Sintia tiba tiba menyahut.
"Bu Asri memang yang memasak, tapi yang membawa kemari setiap hari adalah Anton. Bagiamana Paman? Apa kita perlu memanggil kedua nya untuk kita mintai keterangan?" ucap Garra.
Kedua orang itu saling melempar pandangan, ada cemas mendalam di hati mereka. Bagaimana jika Anton di panggil, lalu mengaku! Sungguh dunia terasa sudah terlihat gelap di mata mereka.
"Tuan muda Garra, serahkan semua ini pada paman mu, paman akan menyelidiki dengan benar. Tapi Mia, apa kamu ada bukti tentang semua ini. Jika tidak, mana kita bisa menyelidiki dengan benar?" Abraham kembali berkilah, mencari alasan semampu nya untuk menyelamatkan diri.
Mendengar ucapan Abraham, Garra dan Mia saling tatap, tanpa bukti memang tuduhan mereka tidak akan kuat. Ada penyesalan di hati Garra karena sikap terburu nya.
Melihat Mia dan Garra terdiam, Sintia tersenyum sinis. Tidak akan bisa menuduh tanpa bukti! Dia sedekit lega.
"Bagaimana Mia? Tidak ada bukti kan?"
"Tentu saja ada Nyonya!" suara dari balik pintu.
Semua menoleh. Bu asri sudah berdiri di sana.
"Bu Asri,!" seru Mia.
Bu Asri melangkah, lalu menghentikan langkahnya. Merogoh saku nya, mengeluarkan sebuah Hp.
"Semua bukti ada di sini!. Jika tidak yakin, anda bisa memeriksa nya sendiri!" Bu Asri mengulurkan pada Sintia yang segera menyambarnya dan memeriksa.
Tercengang! Kedua nya tercengang. Menatap banyak video rekaman yang menunjukkan mereka berdua saat sedang mendiskusikan kejahatan mereka. Lengkap degan video Anton yang sedang melakukan aksinya.
Mia tersenyum menang, mengacungkan dua jempol untuk Bu Asri.
"The Best Bu Asri!"
"Tidak , ini semua tidak benar Tuan muda! Garra, kami di fitnah. Percaya lah. Ini pasti rekayasa.!" Sintia tiba tiba membanting hal itu dengan keras, membuat hp itu jatuh dan pecah.
Garra dan Mia tentu nya terkejut, Hp itu hancur. Bisa saja bukti itu pun ikut menghilang.
Bu Asri hanya terkekeh melihat perbuatan Sintia.
"Apapun yang kalian lakukan, kalian tidak bisa mengelak lagi. Meskipun kalian sudah menghancurkan bukti itu!" Sekretaris Ang, sudah ada di depan pintu.
Abraham dan Sintia semakin panas dingin.
"Bu Asri, sudah mentransfer seluruh video itu pada ku! Dan aku sudah menyalin nya. Bahkan berkali kali." sambung Sekretaris Ang.
Abraham tiba tiba berlutut. "Garra, kau tidak mungkin mempercayai mereka. Ini Paman mu Garra. Paman mu! Yang merawatmu saat kau sakit. Mana mungkin paman melakukan semua yang mereka tuduhkan?"
"Cukup!!!!!" Suara Garra menggelegar, terasa mencengkik kedua leher mereka.
"Paman.. Ya, kau benar paman ku. Paman keparat! Yang menginginkan kematian ku! Hanya demi harta." bentak Garra.
"Ang, .. cepat panggil Anton kemari! Dia harus bisa menjadi saksi!" perintah Garra tanpa menoleh.
"Anton tidak ada tuan muda."
"Hah!" Garra menoleh.
Sintia dan Abraham sedikit lega, dengan pergi nya Anton mereka sedikit bisa mengelak tuduhan itu.
"Garra, semua ini pasti perbuatan Anton. Buktinya Anton menghilang. Mungkin dia lah yang sudah merekayasa video itu untuk menjebak kami." ucap Sintia ikut ikutan berlutut seperti suaminya.
"Cari Anton sampai ketemu Ang,!" ucap Garra.
"Tidak perlu Tuan muda. Anton memang sudah tidak ada di rumah ini. Karena saat ini Anton sudah berada di kantor Polisi."
Mendengar ucapan sekretaris Ang, Sintia dan Abraham semakin lemas. Putus asa! Itulah posisi mereka sekarang.
Sementara Mia mendengus, " Pantas ,seharian si landak itu tidak terlihat batang hidungnya. Sudah di eksekusi rupa nya.' batin Mia.
Abraham yang mulai menyadari jika saat ini dia benar benar sudah tersudut dan tidak mungkin bisa lagi untuk mengelak. Abraham merangkak, meraih kedua kaki Garra.
"Garra, maafkan Paman! Maafkan Paman!" Abraham tersedu sedu.
Nafas Garra naik turun, menatap bengis Abraham. Lalu menghempaskan tubuh Abraham. Sementara Sintia hanya bisa mengerang menyaksikan itu.
"Paman. Kenapa begitu tega mengkhianati ku!!!"
Garra tak terkendali, mengangkat kerah Abraham dan mengepalkan tinjunya.
"Tuan muda Garra..!" teriak Mia. Garra menoleh pada Mia. Gadis itu menggeleng kan kepala.
Garra menarik nafas, menenangkan dirinya. Lalu melepas tubuh Abraham begitu saja.
Mia menghampiri Garra, Mia tau Garra sedang tak terkendali, lalu merengkuh pinggang laki laki itu.
"Tuan muda tidak boleh berlaku kasar padanya. Walau bagaimana pun juga, dia adalah paman tuan muda." ucap Mia, menatap mata Garra.
Garra mendengus, membalas tatapan Mia.
"Mereka hampir menghilangkan nyawaku Mia.!"
"Tolong maafkan mereka!"
"Tidak Mia. Itu tidak bisa."
"Setidak nya, ada yang lebih berhak menghukum mereka." Mia terus berusaha mengontrol emosi Garra.
"Kau benar." sahut Garra menoleh pada Ang.
"Bawa mereka keluar dari sini Ang. Dan perintah kan Anak buah mu untuk merantai mereka. Aku belum selesai membuat perhitungan dengan mereka."
"Baik Tuan muda."
Abraham dan Sintia sama sama kelu, hanya bisa duduk menangis tak berkutik lagi. Pikiran nya sudah tersumbat. Selain bayangan siksaan yang pedih. Penyesalan, itu yang ada! Tapi semua itu sudah tidak berguna.
Terlambat! Apalagi setelah melirik Ang merogoh hp nya, menghubungi seseorang.
Lalu tanpa jeda yang lama, beberapa pria datang menyeret Abraham dan Sintia.
Sintia memekik, sempat memegang kaki Mia.
"Mia.. tolong kami Mia..!"
Melihat istri nya, terlintas untaian kata di benak Abraham. Lalu berlari kearah Mia.
"Mia.. tolong kami. Kau harus ingat, karena kami lah kau bisa bertemu dengan Garra. Jika tidak, kau tidak akan bertemu dengannya." ucap Abraham mengiba.
Mia tertegun dengan ucapan Abraham.
"Diam..!!" bentak Garra, meraih tubuh Mia agar menjauh dari mereka.
"Seret Mereka!!" menoleh pada anak buah Ang.
Mereka pun kembali menyeret tubuh keduanya dengan paksa tanpa peduli dengan teriak Abraham.
"Garra.. setidak nya kau harus ingat. Kau berhutang pada ku! Gadis itu... Adalah pilihan ku! Kau harus berterimakasih padaku Garra. Kau berhutang padaku yang sudah membawa nya kemari untuk mu...!!"
bersambung....!!!